Mohon tunggu...
Ii Hidayat
Ii Hidayat Mohon Tunggu... Lainnya - Masyarakat umum

Hobi saya adalah membaca Buku, menonton Film, Series, dan Anime, bermain Games: RPG, STRATEGI, SIMULATION, dan FPS, serta Tulis Menulis. Memiliki sedikit obsesi terhadap genre fantasi dalam media (Game, Film, dan terlebih Bukuuuu!)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Leucothoe: si Bunga yang Dapat Bicara

27 Agustus 2024   23:45 Diperbarui: 28 Agustus 2024   05:42 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku telah memikirkannya," si wanita mulai berbicara. "Tujuan yang kamu cari, mungkin itu bukan sesuatu yang langsung terlihat. Kadang, tujuan itu muncul dari apa yang kita alami, dari hubungan yang kita bangun."

Leucothoe merundukkan tangkainya sedikit, seolah-olah merenungkan kata-kata itu. "Mungkin kau benar," jawabnya dengan nada yang terdengar ragu. "Tapi kenapa hanya aku yang diberi kesadaran ini? Kenapa tidak bunga lain? Aku merasa berbeda... terpisah."

Si wanita tersenyum tipis, lalu mendekatkan diri, hampir bisa merasakan kehangatan dari kelopak kuning yang cerah itu. "Mungkin karena kamu istimewa. Setiap makhluk punya peran dan makna masing-masing, meskipun kadang kita tidak langsung menyadarinya."

Leucothoe berdiam sejenak. "Aku ingin percaya itu," katanya pelan, "tapi setiap hari aku merasa semakin lelah. Kehidupan ini begitu singkat, dan aku takut tidak bisa menemukan jawabannya sebelum waktuku habis."

Si wanita merasakan rasa pedih di hatinya. Dia tidak ingin kehilangan Leucothoe, meskipun tahu bahwa bunga, seindah apa pun, akhirnya akan layu. "Mungkin kita tidak harus memahami segalanya sekarang. Kita hanya perlu merasakan dan menikmati setiap momen yang kita miliki."

Leucothoe menatap matahari yang perlahan tenggelam, warna-warna jingga memantul di kelopak bunganya. "Matahari selalu memberiku harapan. Setiap hari, ketika dia muncul, aku merasa seperti ada kesempatan baru untuk menemukan jawabanku. Tapi setiap sore, ketika dia pergi, aku merasa sedikit lebih hampa."

Si wanita mengangguk mengerti. "Aku juga merasa begitu, terkadang. Kehidupan ini penuh dengan ketidakpastian, tapi mungkin itulah yang membuatnya berharga. Kamu tidak sendirian, Leucothoe. Aku akan selalu di sini bersamamu."

Malam itu, ketika bintang-bintang mulai bermunculan di langit, si wanita membawa selimut dan duduk di samping Leucothoe. Mereka berdua diam, menikmati keheningan malam. Angin malam membawa suara gemerisik dedaunan, seolah menyanyikan lagu pengantar tidur untuk Leucothoe yang mulai mengatupkan kelopaknya.

Sebelum terlelap, Leucothoe berkata pelan, "Terima kasih. Aku merasa lebih tenang sekarang. Mungkin, jawabanku bukanlah sesuatu yang perlu kucari sendirian."

Si wanita tersenyum di bawah sinar bulan. "Benar. Mungkin jawabannya ada dalam kebersamaan ini."

Hari-hari berlalu, dan Leucothoe terus berbicara dengan si wanita, berbagi cerita, mimpi, dan perasaan. Mereka berbicara tentang langit, tentang burung-burung yang terbang melintasi cakrawala, dan tentang kehidupan di luar halaman kecil itu. Leucothoe mulai menyadari bahwa keberadaannya tidak lagi hanya tentang mencari jawaban, tapi tentang menikmati setiap momen dengan orang yang dia sayangi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun