Pernikahan dini merupakan akad pernikahan yang dilakukan oleh pasangan yang masih dibawah umur dan belum memasuki batas usia pernikahan dewasa. Â Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), usia ideal untuk menikah itu adalah 21 tahun bagi Perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki. BKKBN menekankan tentang kesiapan fisik dan mental untuk bisa menciptakan keluarga yang sehat dan harmonis.
Pernikahan dini menjadi salahsatu permasalahan yang cukup besar di Indonesia. Berdasarkan data yang ditemukan, bahwasannya Indonesia menduduki peringkat ke-8 di dunia dan ke-2 di ASEAN dengan jumlah pernikahan dini yang tinggi. Menurut data lain, dari UNICEF, sekitar 11,2% anak perempuan menikah dibawah usia 18 tahun, dan 0,5% diantaranya menikah pada saat usia 15 tahun. Menurut data dari Kementrian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak (KemenPAA) Republik Indonesia, menunjukkan bahwa pengadilan agama menerima surat permohonan dispensasi kuliah sebanyak 55.000 sepanjang tahun 2022 dan hal tersebut dua kali lipat jumlah berkas serupa pada tahun sebelumnya. Kemudian prevalensi perempuan menikah dini dibawah usia 16 tahun mencapai 14,15%.
Pernikahan dini memiliki dampak negatif yang signifikan, termasuk dalam Kesehatan mental dan fisik remaja. Berikut beberapa dampak negatif dari pernikahan dini itu sendiri yakni :
1. Berpengaruh terhadap Masalah Kesehatan mental
Pernikahan dini dapat menyebabkan kecemasan yang merupakan penjelmaan dari berbagai proses emosi yang telah bercampur baur. Orang yang melakukan pernikahan dini cenderung belum dewasa dalam menyikapi berbagai masalah dikarenakan minimnya pengalaman hidup dan emosinya tidak stabil Kecemasan tersebut bisa menyebabkan stress, depresi bahkan menyebabkan gangguan disosiatif seperti kepribadian ganda.
2. Dapat Merusak Fisik
Pernikahan dini terjadi pada remaja yang masih dibawah umur, maka dari itu mereka belum siap dari segi fisik dan mentalnya untuk menghadapi berbagai permasalahan yang ada pada rumah tangganya. Beberapa dampak fisik yang terjadi akibat pernikahan dini, antara lain menyebabkan komplikasi pada kehamilan dan melahirkan, keguguran, anemia, malnutrisi dan meningkatkan resiko penyakit seksual lainnya. Selain itu, pernikahan dini rentan akan kekerasan pada rumahtangganya, baik fisik maupun seksual. Oleh karena itu sangat penting sekali bagi para calon pengantin untuk bisa berfikir dan bertindak lebih dewasa lagi dan memikirkan apasaja dampak negatifnya. Serta perlu mendukung dan mengakui antara perbedaan pernikahan dini dengan pernikahan seimbang dan memberikan dampak positif bagi pasanga yang mengalami pernikahan dini.
3. Memiliki keturunan yang berisiko stunting
Pernikahan dini dapat menyebabkan keturunannya stunting dikarenakan organ reproduksi remaja yang belum bisa matang secara sempurna. Sehinga berisiko tinggi bisa menyebabkan stunting dan mengganggu perkembangan janin hingga bisa menyebabkan keguguran. Selain itu, perempuan yang lahir dibawah usia 18 tahun juga belum matang secara fisik dan organ rahimnya belum terbentuk sempurna.Â
Sehingga hal tersebut beresiko tinggi mengganggu perkembangan janin dan bisa menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR) dan sangat beresiko terkena stunting. Â Jika nutrisi, vitamin dan kebutuhan si ibu tidak mencukupi selama masa kehamilan, maka bayi akan lahir dengan berat bedan yang rendah dan sangat beresiko terkena stunting.
Oleh karena itu, pernikahan dini harus dihindari dan remaja harus diberikan edukasi dan diarahkan ke jalan yang benar agar tidak terjerat dampak negative dari pernikahan dini tersebut.
"Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada dibawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Kesehatan". Definisi (Perpres No.72 Tahun 2021)
Beberapa penyebab dari stunting itu sendiri adalah :
1. Kekurangan gizi dalam waktu lama
Kekurangan asupan gizi pada waktu lama terjadi saat balita masih berada didalam kandungan. Sang ibu tidak memiliki akses terhadap makanan sehat dan bergizi.
2. Pola asuh yang kurang efektif
Pola asuh yang kurang baik dapat menyebabkan kekurangan gizi pada anak. Pola asuh ini berkaitan dengan perilaku praktik pemberian asupan atau makanan terhadap anak. Bila orangtua tidak memberi asupan gizi yang seimbang, maka anak tersebut bisa mengalami stunting.
3. Penurunan tingkat kecerdasan
Anak yang mengalami stunting bisa menyebabkan penurunan Tingkat kecerdasan, karena beberapa faktor berpengaruh pada perkembangan otak dan kognitif. Seperti adanya keterlambatan dalam perkembangan Bahasa dan motoric, kesulitan pemusatan perhatian yang implusif dan penurunan performa akademiknya.
4. Kekebalan tubuh yang lemah, mudah terjangkit penyakit terutama infeksi
Hal ini dikarenakan stunting mempengaruhi system kekebalan tubuh anak. Anak yang stunting cenderung memiliki daya tahan tubuh yang buruk sehingga lebih rentan terkena penyakit.
Maka dari itu dibutuhkan upaya untuk pencegahan pernikahan dini. Hal tersebut sangatlah penting untuk meminialisir dampak yang negative yang diakibatkannya, termasuk masalah stuning pada anak. Berikut beberapa Langkah pencegahan pernikahan dini :
1. Melalui Pendidikan Formal :
Menyediakan akses Pendidikan yang formal dan memadai bagi anak-anak laki-laki maupun perempuan sehingga mereka dapat menyelesaikan pendidikannya sebelum menikah.
2. Sosialisasi Pendidikan Seks :
Pentingnya sosialisasi pendidikan seks agar bisa memberikan pemahaman yang mendalam terkait kesehatan reproduksi dan dampak dari pernikahan dini.
3. Peran Orang Tua :
Pendidikan dan pemberdayaan pada remaja sangatlah penting untuk menghindari terjadinya pernikahan dini. Selain pemerintah dan tenaga Kesehatan, peran orang tua terutama ibu sangatlah penting dalam hal ini, terutama dalam menyampaikan hal-hal mendasar tentang norma dan nilai.
Salahsatu inovasi yang dikeluarkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dalam pencegahan pernikahan dini adalah penggunaan aplikasi Elsimil. Aplikasi tersebut merupakan singkatan dari Elektronik Siap Menikah dan Siap Hamil. Dengan adanya aplikasi tersebut memiliki tujuan untuk memberikan edukasi, melakukan skrining, dan bisa memberikan sertifikat kesiapan pranikah, kesiapan kehamilan, Kesehatan reproduksi, kontrasepsi, serta mencegah terjadinya stunting. Aplikasi ini diperuntukan untuk catin (calon pengantin), pasangan usia subur, ibu hamil, ibu pasca persalinan dan ibu yang masih memiliki balita. Aplikasi ini disarankan untuk diunduh dan dipelajari pada 3 bulan sebelum melakukan pernikahan.
Dengan Langkah-langkah tersebut, diharapkan dapat mengurangi angka pernikahan dini dan dampak negatifnya serta memberikan kesempatan yang lebih baik bagi remaja untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H