Mohon tunggu...
Ihsan Fitriadi
Ihsan Fitriadi Mohon Tunggu... Dosen - LSM, Peneliti

Menulis untuk mengingatkan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Tahapan Marketing Politik untuk Bakal Calon DPR-DPD RI pada Pemilu 2024

19 Januari 2023   18:07 Diperbarui: 20 Januari 2023   11:11 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi spanduk Caleg. Sumber: KOMPAS.com/MIFTAHUL HUDA

Pemilu Indonesia sudah semakin dekat. Ketika tulisan ini di buat, tahapan Pemilu telah sampai pada ditetapkannya Partai Peserta Pemilu 2024. Beberapa perubahan sangat mungkin terjadi, terutama dalam hal kecenderungan pemilih dan demografi pemilih.

Data dari hasil survei Center For Starategic and Internasional Studies (CSIS), demografi pemilih Indonesia menjelang pemilu 2024 nanti akan mengalami perubahan.

Proporsi pemilih muda (berusia 17-39 tahun) akan meningkat dengan komposisi mendekati 60% dari jumlah total pemilih. Pemilih muda dalam survei ini di definisikan sebagai mereka yang masuk kategori Gen-Z dan generasi Milenial. Definisi ini merujuk pada rumusan Badan Pusat Statistik (BPS), dimana Gen-Z memiliki rentang usia 17-23 tahun, dan Generasi Milenial berada di rentang usia 24-41 Tahun.

Seiring dengan itu, di era disrupsi teknologi dewasa ini, perubahan lain akan juga mempengaruhi peta politik dalam Pemilu 2024, yaitu akses dan kecenderungan pemilih muda terhadap Media Sosial. Media sosial dan internet dipercaya telah memberi ruang bagi pemilih muda dalam mengakses sekaligus memberi perhatian pada isu-isu strategis.

Tentunya kita masih ingat, bagaimana sekelompok Gen-Z pengemar K-Pop menunjukan perhatian sekaligus keprihatinannya ketika Pemerintah menerbitkan UU Cipta Kerja pada tahun 2020 yang lalu. Mereka terlibat dalam demonstrasi di jalanan sambil sekaligus menunjukan eksistensinya. Itu membuktikan, bahwa Generasi Z sangat memperhatikan soal-soal politik bangsa, dengan kemampuan untuk mengakses informasi yang berimbang. 

Faktanya, bagaimanapun para Buzzer membungkus UU Cipta Kerja dengan kemajuan dan kesejahteraan versi pemeritah, Gen-Z dan Milenial tetap menyadari kalau UU Cipta Kerja adalah sebuah kesalahan. Hal ini disebabkan oleh kesadaran dan kemampuan mereka dalam mengakses informasi.

Adapun menuju Pemilu 2024, Survei yang dilakukan CSIS,Litbang Kompas dan Koalisi Masyarakat Sipil memiliki kesamaan, yaitu mayoritas atau 44,4% anak muda Indonesia menilai kesejahteraan masyarakat menjadi isu yang strategis dalam Pemilu 2024. 

Ada pula 21,3% responden yang menganggap lapangan kerja jadi isu strategis. Kemudian, 15,9% responden menganggap masalah pemberantasan korupsi jadi isu strategis. Lalu, 8,8% responden menyatakan demokrasi dan kebebasan sipil menjadi isu strategis di Pemilu 2024.

Lalu, bagaimana seharusnya para Calon Legislator (DPR) dan Senator (DPD) memenangkan pemilih dengan referensi seperti demikian. Salah satu jawabannya adalah dengan merancang dan melakukan marketing politik yang tepat, dengan porsi lebih besar melalui media digital.

Sementara, Si Calon (legislator atau senator) harus memahami bagaimana pemilih menentukan kandidat pilihannya. Dalam konsep Marketing Politik, tahapan seorang pemilik hak suara dalam menentukan kandidat yang akan dipilih di bilik suara, secara sederhana digambarkan melalui tiga proses.

  • Pertama, information processing, yaitu bagaimana seseorang menyerap informasi mengenai kandidat. Hal ini sering disebut sebagai proses cognitive. Artinya seberapa kuat seorang kandidat berada di benak calon pemilih. Dalam bahasa politik tahapan ini sering disebut dengan popularity.

  • Proses kedua, preference formation. Dalam politik, tahap ini disebut dengan likeability. Di sini seorang calon pemilih akan melakukan evaluasi serta menentukan preferensi terhadap kandidat berdasarkan penilaian rasional atau proses afektif yang cenderung emosional.

  • Proses ketiga, commitment retention. Pada tahap ini kemenangan seorang kandidat sangat ditentukan oleh seberapa besar komitmen calon pemilih untuk memilihnya. Dalam bahasa marketing sering disebut dengan conative atau dalam politik disebut dengan elektabilitas.

Meskipun seorang kandidat disukai oleh banyak orang, namun jika komitmen mereka untuk memilihnya rendah, maka kandidat tersebut memiliki risiko yang tinggi untuk tidak terpilih. Apalagi jika banyak calon pemilih yang tidak memiliki preferensi yang kuat dengan kandidat.

Langkah-Langkah Marketing Politik
Untuk meningkatkan komitmen calon pemilih agar memilih kandidat di bilik suara pada hari pemilihan, terdapat tujuh (7) langkah strategis yang harus dulakukan secara bertahap.

Langkah pertama adalah exposure

Bagaiman seorang kandidat mendapatkan publisitas di antara calon pemilih merupakan titik kritis pertama. Semakin tinggi publisitas calon akan semakin baik dan memudahkan langkah selanjutnya.

Publisitas memiliki dua bentuk, yaitu yang sifatnya relational atau mediated. Relational artinya seorang kandidat secara tradisional atau secara alamiah telah memiliki publisitas yang tinggi. Misalnya karena seorang kandidat adalah tokoh masyarakat, aktivis, artis, incumbent dan lain-lain.

Sedangkan publisitas yang sifatnya mediated didapatkan dari berbagai upaya yang dilakukan secara terencana oleh kandidat. Misalnya adalah pemasangan spanduk atau billboard, iklan di TV, radio, media cetak, kampanye program, aktivitas di media sosial yang terorganisir dan lain-lain.

Langkah kedua adalah awareness

Tahapan kedua dalam political marketing adalah pengenalan kandidat atau sering disebut dengan awareness.

Awareness atau pengenalan kandidat yang baik adalah jika publik atau calon pemilih dapat mengenal kandidat dengan sangat baik atau thick awareness. Artinya kandidat tidak hanya dikenal nama atau wajahnya, namun juga visi-misi, rekam jejak, integritas, hingga personality-nya.

Bentuk lain awareness adalah jika kandidat hanya dikenal nama atau wajahnya saja atau disebut dengan thin awareness. Di sini kandidat sama sekali tidak melekat di hati calon pemilih dan hanya dapat berharap dari karisma saja. Namun bentuk ini memiliki risiko kegagalan yang sangat tinggi.

Tahapan ketiga, expectancy

Yakni bagaimana calon pemilih memiliki harapan tertentu kepada kandidat. Harapan tersebut dapat terbentuk dari image perception atau message salience.

Image perception artinya harapan yang muncul di benak calon pemilih karena pencitraan yang timbul dari rekam jejak kandidat yang sudah terbangun sejak lama. Sedangkan message salience adalah harapan yang ditimbulkan akibat program komunikasi atau kegiatan kampanye yang dilakukan oleh kandidat menjelang pemilihan.

Tahap keempat, engagement

Setelah muncul harapan, maka calon pemilih akan memiliki kecenderungan mengikatkan diri kepada kandidat yang membuatnya nyaman. Baik keterikatan secara emosional atau affective engagement atau keterikatan yang bersifat rasional karena pesan kampanye yang disampaikan atau disebut dengan evaluative engagement.

Tahapan kelima, preference

Kepada siapakah seorang calon memberikan preferensinya untuk memilih kandidat? Preferensi diberikan calon pemilih kepada kandidat karena faktor kandidatnya sendiri atau karena faktor partai politik/Komunitas/Kelompok/Ormas (inilah yang sering disebut dengan mesin politik).

Di sini seorang kandidat harus dapat secara pasti mengidentifikasi seberapa besar peluangnya untuk memenangkan persaingan baik karena faktor figur individu atau karena faktor mesin politik.

Jika faktor mesin politik lebih dominan, maka menjadi PR bagi kandidat untuk mengarahkan dukungan dan preferensi calon pemilih kepadanya. Hal ini penting agar kandidat dapat dengan leluasa melangkah pada tahap selanjutny.

Tahap kelima ini sangat penting ketika seorang kandidat melakukan analisis untuk menentukan strategi pemenangan. Peta dukungan berdasarkan preferensi terhadap kandidat dan mesin politik serta preferensi pesaing harus benar-benar dilakukan secara akurat agar langkah penyusunan strategi dapat disusun secara tepat dan efektif.

Dukungan yang ditunjukkan dari preferensi yang tinggi terhadap kandidat dan mesin politik saja tidak akan membuat kandidat aman dalam perolehan kursi. Hal ini dikarenakan masih ada jeda antara data berdasarkan preferensi pada waktu pelaksanaan survei dengan hari pemilihan di bilik suara. Karenanya, pendekatan Tujuh Langkah Political Marketing ini menempatkan tahap selanjutnya menjadi tahapan yang sangat penting

Langkah keenam, commitment

Menjadi tahapan yang paling penting. Meskipun seorang kandidat sudah menyatakan dukungan kepada salah satu kandidat, namun yang dihitung sebagai calon suara potensial adalah calon pemilih yang sudah menyatakan komitmennya untuk memberikan suara kepada kandidat tertentu. Dengan demikian, perlu dilakukan analisis secara cermat terhadap mereka yang memiliki komitmen positif maupun yang negatif.

Pemetaan kekuatan dan kelemahan kandidat dan partai politik berdasarkan tahapan kelima dan keenam tersebut sangatlah krusial dalam political marketing.

Survei yang baik akan dapat menganalisis berapa besar calon pemilih potensial untuk seorang kandidat dari kandidat lain tertentu dan bagaimanakah profil dari setiap calon pemilih. Hal inilah yang disebut dengan micro targeting strategy.

Dalam micro targeting diperlukan micro messaging untuk setiap kelompok calon pemilih potensial. Seorang kandidat harus mampu mendesain program kampanye berdasarkan isu-isu yang menyentuh kepentingan setiap kelompok calon pemilih potensial. Survei sendiri harus dilakukan dengan pendekatan sampling atau kuantitatif maupun dengan kualitatif yang merepresentasikan pemetaan kelompok calon pemilih potensial secara akurat.

Tahap ketujuh adalah action

Ini adalah tahap terakhir setelah seorang kandidat memiliki basis calon pemilih potensial yang banyak, maka perlu dilakukan langkah-langkah untuk memastikan bahwa calon pemilih tersebut memberikan suaranya terhadap kandidat pada hari pemilihan. Edukasi dan komunikasi yang intensif perlu dibangun oleh kandidat secara terus menerus hingga hari pemilihan.

Untuk memastikan berapa banyak pemilih yang menggunakan haknya untuk kandidat, perlu dilakukan monitoring yang ketat oleh para relawan serta melakukan survei perhitungan cepat melalui quick count.

Semoga bermanfaat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun