Pemilu Indonesia sudah semakin dekat. Ketika tulisan ini di buat, tahapan Pemilu telah sampai pada ditetapkannya Partai Peserta Pemilu 2024. Beberapa perubahan sangat mungkin terjadi, terutama dalam hal kecenderungan pemilih dan demografi pemilih.
Data dari hasil survei Center For Starategic and Internasional Studies (CSIS), demografi pemilih Indonesia menjelang pemilu 2024 nanti akan mengalami perubahan.
Proporsi pemilih muda (berusia 17-39 tahun) akan meningkat dengan komposisi mendekati 60% dari jumlah total pemilih. Pemilih muda dalam survei ini di definisikan sebagai mereka yang masuk kategori Gen-Z dan generasi Milenial. Definisi ini merujuk pada rumusan Badan Pusat Statistik (BPS), dimana Gen-Z memiliki rentang usia 17-23 tahun, dan Generasi Milenial berada di rentang usia 24-41 Tahun.
Seiring dengan itu, di era disrupsi teknologi dewasa ini, perubahan lain akan juga mempengaruhi peta politik dalam Pemilu 2024, yaitu akses dan kecenderungan pemilih muda terhadap Media Sosial. Media sosial dan internet dipercaya telah memberi ruang bagi pemilih muda dalam mengakses sekaligus memberi perhatian pada isu-isu strategis.
Tentunya kita masih ingat, bagaimana sekelompok Gen-Z pengemar K-Pop menunjukan perhatian sekaligus keprihatinannya ketika Pemerintah menerbitkan UU Cipta Kerja pada tahun 2020 yang lalu. Mereka terlibat dalam demonstrasi di jalanan sambil sekaligus menunjukan eksistensinya. Itu membuktikan, bahwa Generasi Z sangat memperhatikan soal-soal politik bangsa, dengan kemampuan untuk mengakses informasi yang berimbang.Â
Faktanya, bagaimanapun para Buzzer membungkus UU Cipta Kerja dengan kemajuan dan kesejahteraan versi pemeritah, Gen-Z dan Milenial tetap menyadari kalau UU Cipta Kerja adalah sebuah kesalahan. Hal ini disebabkan oleh kesadaran dan kemampuan mereka dalam mengakses informasi.
Adapun menuju Pemilu 2024, Survei yang dilakukan CSIS,Litbang Kompas dan Koalisi Masyarakat Sipil memiliki kesamaan, yaitu mayoritas atau 44,4% anak muda Indonesia menilai kesejahteraan masyarakat menjadi isu yang strategis dalam Pemilu 2024.Â
Ada pula 21,3% responden yang menganggap lapangan kerja jadi isu strategis. Kemudian, 15,9% responden menganggap masalah pemberantasan korupsi jadi isu strategis. Lalu, 8,8% responden menyatakan demokrasi dan kebebasan sipil menjadi isu strategis di Pemilu 2024.
Lalu, bagaimana seharusnya para Calon Legislator (DPR) dan Senator (DPD) memenangkan pemilih dengan referensi seperti demikian. Salah satu jawabannya adalah dengan merancang dan melakukan marketing politik yang tepat, dengan porsi lebih besar melalui media digital.
Sementara, Si Calon (legislator atau senator) harus memahami bagaimana pemilih menentukan kandidat pilihannya. Dalam konsep Marketing Politik, tahapan seorang pemilik hak suara dalam menentukan kandidat yang akan dipilih di bilik suara, secara sederhana digambarkan melalui tiga proses.
- Pertama, information processing, yaitu bagaimana seseorang menyerap informasi mengenai kandidat. Hal ini sering disebut sebagai proses cognitive. Artinya seberapa kuat seorang kandidat berada di benak calon pemilih. Dalam bahasa politik tahapan ini sering disebut dengan popularity.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!