Misalnya, laporan tahunan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan bahwa masih terdapat banyak proyek pemerintah yang tidak sesuai dengan anggaran atau gagal memberikan manfaat signifikan bagi masyarakat. Kondisi ini membuat masyarakat merasa bahwa peningkatan pendapatan pajak tidak akan berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan mereka.
Selain itu, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran sering menjadi sorotan. Masyarakat menginginkan kepastian bahwa pajak yang mereka bayar digunakan untuk program-program yang berdampak langsung pada peningkatan kualitas hidup, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar. Kurangnya komunikasi dari pemerintah mengenai bagaimana kenaikan PPN akan digunakan juga memperburuk persepsi negatif terhadap kebijakan ini.
Minimnya Sosialisasi dan Dialog Publik
Kebijakan kenaikan PPN juga dikritik karena kurangnya sosialisasi yang memadai. Banyak masyarakat merasa bahwa kebijakan ini diumumkan secara mendadak tanpa melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini menciptakan kesan bahwa pemerintah tidak peka terhadap kondisi ekonomi masyarakat.
Sebagai contoh, kebijakan serupa di negara lain biasanya diiringi dengan kampanye publik yang komprehensif untuk menjelaskan manfaat dan dampaknya. Namun, di Indonesia, sosialisasi yang minim membuat banyak masyarakat tidak memahami alasan di balik kebijakan ini. Akibatnya, ketidakpuasan publik semakin meningkat.
Selain itu, dialog antara pemerintah dan para pemangku kepentingan, termasuk pelaku usaha dan kelompok masyarakat sipil, juga sangat terbatas. Padahal, masukan dari berbagai pihak dapat membantu pemerintah merancang kebijakan yang lebih inklusif dan diterima oleh masyarakat.
Alternatif Kebijakan yang Lebih Inklusif
Sebagai solusi, pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan alternatif yang lebih inklusif yang tidak hanya fokus pada peningkatan penerimaan negara tetapi juga mengutamakan keadilan sosial. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah memperkuat penerimaan dari pajak penghasilan dengan meningkatkan kepatuhan pajak melalui digitalisasi sistem perpajakan. Sistem ini akan mempermudah proses pelaporan dan pembayaran pajak, sekaligus meningkatkan transparansi dan efisiensi.
Selain itu, pemerintah dapat mengimplementasikan skema insentif untuk masyarakat berpenghasilan rendah, seperti pemberian subsidi atau bantuan langsung tunai yang ditargetkan secara tepat sasaran. Langkah ini bertujuan untuk memitigasi dampak kenaikan PPN terhadap daya beli kelompok masyarakat rentan. Misalnya, subsidi pada barang kebutuhan pokok dapat membantu mengurangi beban masyarakat sekaligus menjaga stabilitas ekonomi.
Lebih jauh, kebijakan reformasi pajak juga harus melibatkan dialog aktif dengan para pemangku kepentingan, termasuk masyarakat sipil dan pelaku usaha, untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil mencerminkan kebutuhan dan kondisi riil di lapangan. Dengan pendekatan yang lebih inklusif ini, pemerintah tidak hanya dapat meningkatkan penerimaan negara tetapi juga memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan fiskal.
Kesimpulan