Rp300 triliun dibagi 6,5 tahun = Rp46,15 triliun per tahun.
Rp46,15 triliun dibagi 12 bulan = Rp3,84 triliun per bulan.
Artinya, setiap bulan yang dihabiskan Harvey Moeis di balik jeruji besi setara dengan nilai Rp3,84 triliun. Belum lagi kalau dapat diskon, bisa lebih cepat lagi melenggang bebas, ah lupakan saja, sepertinya tidak perlu, karena mungkin fasilitas di penjara juga sudah nyaman. Dengan hitungan seperti ini, Harvey jelas akan tercatat dalam sejarah sebagai salah satu "pekerja penjara" dengan bayaran tertinggi di dunia. Bukankah ini suatu inovasi?
Sebuah Paradoks Hukum
Sekarang, mari kita bandingkan. Pernah dengar tentang kasus pencurian ayam di desa? Seorang ibu tua yang mencuri ayam untuk memberi makan keluarganya dihukum lebih lama daripada Harvey Moeis. Nilai ayam itu mungkin hanya Rp100 ribu, tetapi hukuman untuk si ibu jauh lebih "memorable."
Sistem hukum kita tampaknya mengirimkan pesan yang sangat jelas: jika Anda ingin mencuri, pastikan jumlahnya cukup besar. Jangan buang waktu mencuri ayam, sandal, atau barang remeh lainnya. Jadilah koruptor kelas kakap seperti Harvey Moeis, dan Anda akan mendapatkan "perlakuan istimewa."
Komedi Restorative Justice
Hukuman Harvey Moeis juga mengangkat pertanyaan tentang konsep "restorative justice" di Indonesia. Apakah ini bentuk baru dari "pendekatan humanis"? Mungkin pengadilan berpikir bahwa hukuman ringan akan memberi Harvey cukup waktu untuk merenungkan kesalahannya. Siapa tahu, setelah bebas nanti, dia bisa menggunakan "pengalaman" ini untuk merancang cara yang lebih kreatif dalam "mengelola" uang negara.
Rp300 Triliun: Uang Rakyat atau Uang Khayalan?
Bayangkan uang Rp300 triliun itu kembali ke kas negara. Apa yang bisa dilakukan? Dengan anggaran sebesar itu, kita bisa: