Kekasih...
Tak perlu kau tanyakan padaku
tentang betapa berharganya arti pengorbanan
Cukup dengarlah...
Ceritera pengorbanan ibuku
tentang bagaimana cangkangku menjejalnya hingga pingsan
tentang bagaimana ia mengikhlaskan kerinduan
tak sempat menatap mancung paruh anaknya dalam dekapan
yang kala itu masih cair dan gumpal dibungkus membran
ceritera tentang susah payah cakarnya mengais liang peraduan
tentang bagaimana ia rela melepas pamrih naluri keibuan dan pengeraman
demi menyapaku lewat hangatnya pertiwi sebagai tempat penetasan
mengajarkan bahwa untuk terbang tinggi perlu tenggelam dalam kerendahan
dan untuk menyayangi perlu keikhlasan dalam kerelaan
Kekasih...
Tak usah kau tanyakan padaku
tentang gigihnya perjuangan
Cukup cermatilah...
Hikayat perjuangan semasa kecilku
Ketika cangkang tinggalan ibuku tak lagi kuat menjadi tumpuan
Di mana kegelapan adalah satu-satunya fajar yang membangunkanku ke kehidupan
Tanah yang mengeramiku adalah guru sekaligus musuh pertama yang harus ku kalahkan
Nafas-nafas pertamaku bisa jadi nafas-nafas terakhir yang ku hembuskan
Dan hari-hari hidup pertamaku mungkin jadi hari terakhirku bersedu-sedan
Pernah saat itu juga aku iri dengan manusia dan segala kemapanan
Yang saat bayi boleh merengeki susu ibunya tanpa enggan
Yang tangisannya meluluhkan hati setiap tatapan
Beda denganku, yang harus merengek dan menangis dalam timbunan
Yang tak seorang pun dengar, selain mungkin doa ibu dan bapakku dari kejauhan
Ya, aku kadang dendam dengan kehidupan
Namun ibuku dan bapakku, juga alam dan tuhannya, seperti punya tujuan
Mungkin tanah benar, bahwa kaki, paruh, dan sayapku akan lebih kuat dari anak ayam
bahwa perjuangan yang dibungkus ketulusan tak akan berbuah bualan
bahwa nestapa yang tak membunuh justru lah yang menguatkan
bahwa kehidupan hanyalah sisi lain dari koin yang sama: kematian
Mungkin tanah benar,
bahwa seberapa pun tinggi engkau terbang,
pasti ujungnya jatuh ke tanah juga
Kekasih...
Tak usah kau tanyakan padaku
tentang arti cinta dan kesetiaan
Cukup selami lah...
Dan tanyakan ke tuhan saja dalamnya kodrat yang melekat padaku
Betapa aku ia ciptakan untuk setia pada pasangan
Dan begitu pula kaumku yang agaknya tertakdir berpasang-pasangan
Meski tulang rusukku tak sesempurna milik Adam
Namun seluruh tulang-belulangku sungguh untuk mu kupahatkan
Ya, di depan Adam dan kaumnya, memang itu lah yang kami banggakan
Tak bakal ku kawini betina lain pejantan
Dan ketahuilah bahwa janjiku tak putus sampai ajal menjelang
Ya kekasih,
Ini lah janji burung maleo
untuk menemanimu sampai tua dan renta
agar kelak kau tak kesepian saat kembali terbungkus tanah
bersamaku.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI