Mohon tunggu...
Gres Azmin
Gres Azmin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengalaman Serba Sembilan Ngurus Visa di Kedutaan Belanda

24 Oktober 2016   08:48 Diperbarui: 24 Oktober 2016   16:07 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ke Belanda? Wow lah. Menginjakkan kaki di Eropa rasanya sudah jadi mimpi masa kecil… dan viola!!! Kesempatan itu tiba di usia 34,  untuk tiga bulan pula bisa menikmati negeri kincir angin itu plus negara-negara schaengen lainnya. Dijamin puas dari segi waktu.

Tapi… yang namanya gratis emang pake ribet. Rangkaian tes (termasuk tes kesabaran tingkat dewa), surat ini itu, izin ini itu, meja demi meja harus dilalui. Dan hampir terakhir sebelum bisa berangkat, adalah mengurus visa. Berbekal smartphone buatan Cina, saya coba browsing lah situs kedutaan Belanda mencari tahu apa saja yang harus disiapkan. Selain itu,  saya baca juga tulisan-tulisan di berbagai blog pribadi pengalaman orang-orang mengurus visa di kedutaan Belanda.

Kesimpulan sementara sebelum saya mengurus visa di kedutaan Belanda adalah cukup simple asal data kita lengkap. Apa saja data yang dibutuhkan?

  1. Bukti daftar online
  2. Paspor yang masih berlaku 3 bulan diitung dari tanggal kita akan ninggalin Belanda. Di beberapa situs dinyatakan 6 bulan. Syarat ini aman karena passport saya masih berlaku 3 tahun lebih. Selain itu, paspor lama saya (ada dua #huu..pamer) juga saya bawa.
  3. Asuransi. Untuk urusan ini lewat rekomendasi teman, saya pake asuransi A*A, super puas, harga juga bersahabat.
  4. Booking ticket  alias tiket sementara, belum dibayar. Bisa didapat melalui biro perjalanan/travel
  5. Surat undangan, dalam hal ini saya lampirkan Letter of Acceptance dari Leiden University yang menerima saya dalam kerangka sandwich-like program.
  6. GL, surat ini diperoleh dari sponsor saya yaitu negara republik Indonesia tercintahhh. Isi surat ini menyatakan bahwa kepergian saya ke Belanda ditanggung oleh pemerintah Indonesia, mereka memberikan benchfee, living cost, insurance, books (berangkat sebagai student lohh jadi perlu duit buku), dan ticket.
  7. Surat izin universitas tempat kuliah, cerita nya kan saya pergi sebagai student. Yang tanda tangan kudu rektor cuy hehehe
  8. Fotokopi kartu keluarga
  9. Foto ukuran 3,5x4,5 latar putih, muka doang (foto 80%)
  10. Permohonan visa dan surat perjalanan yang didapat setelah daftar online. Dikirim via email kita.

Cukup itu saja sebenernya, but I read too much on the internet. Jadi, selain berkas tersebut di atas, saya bawa lah segala berendong petong surat surat penting lainnya. Yang juga saya bawa adalah map dua buah, akte kelahiran, ijazah terakhir, kartu keluarga asli, buku tabungan (dari 3 bank yang berbeda wkwkwk), SK PNS, izin studi dari kampus tempat bekerja, KTP, KTM, Karpeg, surat pengantar dari DIKTI. Semua asli plus fotokopinya. Ohya…. Saya juga bawa uang 1 juta rupiah sebagai biaya visa.

Nahhh sebelum ke kedutaan, saya coba  lah apply perjanjian yang cukup dramatis hahhaha. Kronologinya sbb

Tanggal 28 Agustus saya coba buka laman untuk membuat perjanjian, saya liat banyak sekali slot waktu kosong di bulan September. Santai dong…. Kan katanya waktu padat untuk apply visa itu Maret-Agustus karena bersamaan dengan mahasiswa mau kuliah di luar negeri.

Tanggal 3 September  saya dapat info bahwa surat pengantar dan berkas2 saya sudah masuk ke gedung C DIKTI yang artinya tinggal 2 meja lagi tuh urusan surat yang sudah memakan hati itu. Pikir saya, okelah, GL sudah di tangan, asuransi sudah di tangan (asuransi cuma butuh sehari untuk bikinnya; bahkan kalo beli asuransi online proses pengurusannya cukup satu jam), booking tiket sudah di tangan (cuma butuh setengah jam untuk minta booking tiket) oke mari kita daftar online.

Tanggal 3 siang kejutan pertama datang. Tidak ada slot waktu kosong sampai tgl 15 alias sudah penuh semua. Sebagai info, setiap hari kedutaan belanda memberi slot waktu pilihan yaitu pukul 8, 8.30, 9, 9.30, 10, dan 10.30. tiap slot waktu, terbatas untuk 20an orang kira-kira.

Bengonglah saya karena dari tgl 4 sampai 15 sudah penuh, tidak ada slot waktu untuk wawancara yang disediakan oleh kedutaan. Tanya tanya teman katanya sih bikin saja email bahwa kepentingan mendesak karena sudah mau kuliah bla bla bla. Ada teman bilang minta surat dari setneg, surat pengantar getu deh. Ada juga teman bilang datang saja ke kedutaan pagi-pagi. Dari sebuah situs juga saya baca bahwa pantengin aja situs pendaftarannya, siapa tau ada yang cancel dan dibuka kembali penawaran waktu.

Okeee…. Tanggal 3 september pukul 16 saya coba buka dari hp cina saya situs kedutaan belanda, ternyata masih penuh alias tidak ada tawaran waktu wawancara.

Saya coba buka lagi situs itu pukul 17, masih penuh.

Pukul 20 malam saya coba, tak berubah. Tidur pun jadi tak nyenyak.

Pukul 24 saya coba, siapa tau caranya kayak beli tiket pesawat murah, hunting lah tengah malam. Ternyata belum beruntung. Kembali tak nyenyak tidur.

Pukul 6 pagi keesokan hari pada tanggal 4 September, belum ada slot waktu

Pukul 7… blum ada slot waktu

Pukul 8 saya berharap ada slot waktu karena sudah masuk jam kerja toh? Tidak ada perubahan

Pukul 9.10 saya coba… lagi lagi viola!!! Ada slot waktu untuk tanggal 8,9,10, dan 14 September. Hore!!!

Saya tentu hindari senin pagi dengan alasan personal. Saya buru-buru klik pendaftaran untuk tanggal 9 september hari Selasaa. Satu satunya pilihan waktu adalah pukul 8.30. Sambil mengetik biodata yang diminta seperti nama, nomer passport, email, dll saya berpikir wahhhh saya akan interview tanggal 9 bulan 9 nih, sayang tidak ada slot waktu untuk pukul 9. kan lucu banget tuh. Ya sudahlah setidaknya masih tangal 9 bulan 9 hehehe.

Pendaftaran selesai ada tulisan “we will be waiting for you bla bla bla”. Beberapa menit kemudian masuk email berisi isian permohonan visa dan perjalanan. Permohonan visa bisa diketik di form sepanjang tiga halaman tersebut.

The D Day

Tanggal 9 september, berangkatlah ke kedutaan Belanda. Caranya, ikut suami yang mau kerja, sampai Kelapa Gading. Berangkat pukul 5.30 dari rumah. Rencananya kami mau sarapan bubur ayam dulu di depan gereja gak jauh dari MOI. Apa daya macet total di cakung tipar bikin stress dan panik. Pasalnya, kalo sampai telat ke kedutaan, bisa langsung disuruh pulang dan harus buat appointment baru.

Alhasil, batal sarapan, saya langsung cegat taksi dari seberang MOI. Ehhh ternyata pukul 7.30 udah sampe. Uupppss. Coba Tanya satpam, hehehe belum boleh masuk. Nanti pukul 8.15 lah katanya. Akhirnya saya nongkrong di warung depan kedutaan Belanda yang seberangan dengan kedutaan India, makan gorengan tahu isi. Enak juga (laper sih) dan cukup murah, gorengan sebesar itu, masih hangat dan pedas rasanya dihargai 1000 rupiah per buah. Sempat ngalor ngidul di warung tersebut sama ibu-ibu dan nenek-nenek rempong yang rencana mau jalan-jalan keliling eropa selama 12 hari ke 4 negara (moga-moga saya tua nanti bisa begitu ya)

Pukul 8.05 saya coba-coba mendekat ke gerbang kedutaan, sesampai di sana, satpam berteriak “apa ada yang janji 8.30?”

Sontak saya dan 3 orang lain angkat tangan dan berseru “saya!”

Ternyata tiga orang lainnya adalah keluarga, mereka berdiskusi dengan satpam bahwa mereka sudah hadir tetapi berkas mereka masih ada pada seseorang (baca:calo). Karena saya sendiri, tanpa pakai jasa calo, masuk lah saya. Setelah pemeriksaan lewat pintu detector dan tas dicek ala di bandara getu, masuklah ke tempat pendaftaran (di balik pintu yang muter-muter). Tanya satpam, disuruh tunggu.

Tak lama peserta wawancara pukul 8.30 diminta melapor. Petugas berambut oranye menyambut dan mengecek berkas saya yaitu print out appointment wawancara, permohonan visa dan perjalanan, paspor asli, asuransi, foto. Lalu petugas berambut oranye tadi memberikan kertas daftar urutan berkas. Saya diminta menyusun sesuai daftar tersebut lalu menjepitnya (pake paper clip) jadi gak guna dah tuh map yang saya bela belain beli kemarin. Untungnya sempat ingat bawa paperclip.

Sambil duduk saya urutkan sesuai daftar yang diberikan. Di sekitar saya, para calo juga sibuk mengurutkan berkas, sementara orang yang membayar mereka sedang duduk duduk santai. Ada juga yang diminta foto ulang karena foto yang dibawa ternyata salah. Makasih banget untuk blog blog yang saya baca, bermanfaat banget! Lumayan loh foto di kedutaan biayanya 50ribu saja.

Pukul 8.20  nama saya dipanggil dan mendapat kunci loker untuk menaruh tas. Ke dalam ruang wawancara, kita hanya boleh bawa berkas dan uang 900 ribu untuk visa (setara 60 euro). Lalu masuklah saya ke ruang wawancara yang berjarak sekitar 15 meter dari ruang tunggu pertama tadi. Lebih tepatnya saya ngintilin orang yang di depan saya melewati jalan setapak yang berakhir di sebuah pintu kaca.

Dengan PD masuk lah saya ke ruangan. Cukup ramai, ada 5 loket walau yang berfungsi hanya 4 loket wawancara. Ada bangku untuk menunggu untuk sekitar 30 orang. Ada juga satu ruangan kaca khusus yang gak tau fungsinya apa, selama saya di sana hanya ada satu bule di dalam sana.

Mbak satpam yang ramah lalu memberi nomer antrian seperti yang kita dapat kalau mengantri di bank. Saya pun duduk manis, tengok kiri kanan ehhh ada ibu ibu paruh baya (baca: nenek nenek uzur) yang tadi nongkrong bareng di warung depan kedutaan. Basa basi saya tanya,“Bu…nomer berapa?”

Si ibu dan temannya menunjukkan nomer mereka 995 dan 996. mereka pun balik bertanya pada saya ,“Mbak nomer berapa?”

Saya sodorkan nomer antrian saya dan mereka pun berkata,“wahh bagus nomernya 999”

Buru-buru saya liat kertas antrian saya, betul nomor 999, bahkan di bagian bawah kertas itu ada tulisan: “SISA ANTRIAN: 9” Senyum senyum juga saya jadinya, apalagi ingat hari itu tanggal 9 bulan 9.

Ternyata, jadwal wawancara nya ngaret. Tepat pukul 9.00 nomer antrian saya dipanggil. Diwawancara oleh seorang ibu muda (keliatannya).  Dia menanyakan  tujuan ke Belanda, saya jawab “short term study”

Dia bolak balik lah surat LOA saya dan dia tanya sesuatu pada temannya. Saya tak tahu dia tanya apa karena ada kaca yang menghalangi saya dan dia. Saya hanya lihat temannya mengiyakan. Lalu si interviewer mengetik ngetik sesuatu dan lewatlah seorang petugas kedutaan, kelihatannya semacam supervisor si interviewer. Si interviewer menyodorkan LOA dan bertanya satu kata,”student?”

Petugas tadi mengambil kertas LOA dan melihat logo Leiden University. Tanpa membaca isi surat, dia mengangguk angguk. Si interviewer kembali mengetik. Lalu mempersilahkan saya duduk.

Tak lama, nama saya dipanggilnya dan diserahkanlah selembar kertas  tanda terima. Dengan senyum manis si interviwer berkata “Datang besok pukul 3, visa ibu gratis.” Wiiiihhhh emang manis banget tuh perempuan hahhaha. Langsung saya beri senyum paling manis dan ucapkan terima kasih.

Sambil berjalan menuju pintu keluar, saya melirik jam, tepat pukul 9 lewat 9 menit.

Kesimpulan hari itu tanggal 9 bulan 9, saya diinterview pukul 9 selama 9 menit, nomer antrian saya 999, dengan sisa antrian di depan saya ada 9 orang, dan surat untuk pengambilan visa saya peroleh pukul 9 lewat 9. Alhamdulillah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun