Pukul 8.05 saya coba-coba mendekat ke gerbang kedutaan, sesampai di sana, satpam berteriak “apa ada yang janji 8.30?”
Sontak saya dan 3 orang lain angkat tangan dan berseru “saya!”
Ternyata tiga orang lainnya adalah keluarga, mereka berdiskusi dengan satpam bahwa mereka sudah hadir tetapi berkas mereka masih ada pada seseorang (baca:calo). Karena saya sendiri, tanpa pakai jasa calo, masuk lah saya. Setelah pemeriksaan lewat pintu detector dan tas dicek ala di bandara getu, masuklah ke tempat pendaftaran (di balik pintu yang muter-muter). Tanya satpam, disuruh tunggu.
Tak lama peserta wawancara pukul 8.30 diminta melapor. Petugas berambut oranye menyambut dan mengecek berkas saya yaitu print out appointment wawancara, permohonan visa dan perjalanan, paspor asli, asuransi, foto. Lalu petugas berambut oranye tadi memberikan kertas daftar urutan berkas. Saya diminta menyusun sesuai daftar tersebut lalu menjepitnya (pake paper clip) jadi gak guna dah tuh map yang saya bela belain beli kemarin. Untungnya sempat ingat bawa paperclip.
Sambil duduk saya urutkan sesuai daftar yang diberikan. Di sekitar saya, para calo juga sibuk mengurutkan berkas, sementara orang yang membayar mereka sedang duduk duduk santai. Ada juga yang diminta foto ulang karena foto yang dibawa ternyata salah. Makasih banget untuk blog blog yang saya baca, bermanfaat banget! Lumayan loh foto di kedutaan biayanya 50ribu saja.
Pukul 8.20 nama saya dipanggil dan mendapat kunci loker untuk menaruh tas. Ke dalam ruang wawancara, kita hanya boleh bawa berkas dan uang 900 ribu untuk visa (setara 60 euro). Lalu masuklah saya ke ruang wawancara yang berjarak sekitar 15 meter dari ruang tunggu pertama tadi. Lebih tepatnya saya ngintilin orang yang di depan saya melewati jalan setapak yang berakhir di sebuah pintu kaca.
Dengan PD masuk lah saya ke ruangan. Cukup ramai, ada 5 loket walau yang berfungsi hanya 4 loket wawancara. Ada bangku untuk menunggu untuk sekitar 30 orang. Ada juga satu ruangan kaca khusus yang gak tau fungsinya apa, selama saya di sana hanya ada satu bule di dalam sana.
Mbak satpam yang ramah lalu memberi nomer antrian seperti yang kita dapat kalau mengantri di bank. Saya pun duduk manis, tengok kiri kanan ehhh ada ibu ibu paruh baya (baca: nenek nenek uzur) yang tadi nongkrong bareng di warung depan kedutaan. Basa basi saya tanya,“Bu…nomer berapa?”
Si ibu dan temannya menunjukkan nomer mereka 995 dan 996. mereka pun balik bertanya pada saya ,“Mbak nomer berapa?”
Saya sodorkan nomer antrian saya dan mereka pun berkata,“wahh bagus nomernya 999”
Buru-buru saya liat kertas antrian saya, betul nomor 999, bahkan di bagian bawah kertas itu ada tulisan: “SISA ANTRIAN: 9” Senyum senyum juga saya jadinya, apalagi ingat hari itu tanggal 9 bulan 9.