Mohon tunggu...
Iga Valentina
Iga Valentina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Peran Air dalam Energi Terbarukan, Energi Hidroelektrik

11 September 2024   15:50 Diperbarui: 11 September 2024   17:26 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 https://images.app.goo.gl/P8vSrqeWdaXfuwAu9

Air merupakan sumber daya penting bagi kehidupan dan ekosistem, serta memiliki potensi besar sebagai sumber energi terbarukan. Pembangkit listrik tenaga air, menggunakan air yang mengalir untuk menghasilkan energi listrik dan merupakan bentuk energi terbarukan paling mendasar serta sangat penting bagi kelangsungan kehidupan di Bumi. 

Menurut Togar Timoteus (2024), air tidak hanya berperan dalam menjaga keseimbangan ekosistem, tetapi juga merupakan sumber energi yang andal dan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Ketersediaan air mempunyai dampak yang luas terhadap kehidupan manusia, mulai dari aspek sosial, ekonomi, dan budaya. Di zaman modern ini, air tidak hanya dimanfaatkan sebagai kebutuhan sehari-hari, namun juga  sebagai sumber energi ramah lingkungan, utamanya dalam bentuk energi hidroelektrik dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA).

Sungai atau waduk yang mengalir memiliki potensi sebagai sumber energi gerak alami. Energi kinetik yang dihasilkan dari aliran air ini dapat dikonversi menjadi energi listrik melalui proses tertentu, yang dikenal sebagai energi hidroelektrik. PLTA memanfaatkan aliran air yang menggerakkan turbin untuk menghasilkan listrik. 

Di Indonesia, PLTA sudah banyak berperan dalam menyediakan kebutuhan listrik, seperti PLTA Jatiluhur di Jawa Barat dan PLTA Karangkates di Jawa Timur. Keberadaan PLTA di berbagai wilayah Indonesia menunjukkan bahwa negara ini memiliki potensi besar dalam pengembangan energi hidroelektrik berkat kekayaan sumber daya airnya.

Apa Peran Penting Air dalam Energi Terbarukan?

Energi terbarukan, seperti hidroelektrik, semakin krusial dalam menghadapi dampak perubahan iklim. Air, sebagai sumber daya yang dapat diperbarui secara alami melalui siklus hidrologi, merupakan pilihan yang sangat potensial. Transisi global menuju penggunaan energi terbarukan sangat penting untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang mencemari. 

Pembakaran batu bara, minyak, dan gas alam terbukti menjadi kontributor utama polusi udara yang merugikan kesehatan manusia dan lingkungan. Oleh karena itu, pemanfaatan energi hidroelektrik serta sumber terbarukan lainnya merupakan solusi yang tidak bisa dihindari demi masa depan yang lebih ramah lingkungan.

Energi hidroelektrik memiliki banyak keuntungan daripada energi dari bahan bakar fosil. Tidak hanya bersih dan tidak menimbulkan polusi udara, energi ini juga stabil dan dapat diandalkan, karena aliran air di sungai terus bergerak dan menggerakkan turbin tanpa memerlukan sumber bahan bakar tambahan. PLTA juga memiliki peran besar dalam mendukung keseimbangan lingkungan karena tidak menghasilkan limbah berbahaya atau emisi karbon, yang merupakan faktor penting dalam mengurangi dampak perubahan iklim.

Namun, selain berfungsi sebagai pembangkit energi listrik, PLTA sering kali juga memiliki manfaat tambahan yang tidak kalah pentingnya. Menurut Hamidah Suryani (2021), bendungan yang dibangun untuk PLTA dapat berfungsi sebagai pengendali banjir, penyedia irigasi untuk pertanian, dan menjadi sumber air baku bagi penduduk sekitar, sehingga sangat strategis sebagai teknologi energi terbarukan yang berkelanjutan.

Potensi Energi Hidroelektrik di Indonesia

Sebagai negara kepulauan dengan ribuan sungai yang tersebar di seluruh wilayahnya, Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan energi hidroelektrik. Menurut Andi Saidah (2024), salah satu contoh nyata adalah Sungai Mamberamo di Papua, yang dikenal memiliki potensi energi listrik yang sangat besar dengan estimasi mencapai 20 GW. Potensi ini  cukup untuk mencukupi kebutuhan energi dalam negeri, namun juga bisa diekspor ke luar negeri, memberikan dampak positif bagi ekonomi nasional.

Selain itu, Indonesia telah memiliki sejumlah PLTA yang beroperasi dengan sukses, seperti PLTA Jatiluhur dan PLTA Karangkates, yang telah lama menjadi andalan dalam penyediaan listrik di Pulau Jawa. Keberadaan PLTA ini menunjukkan bahwa Indonesia telah mulai memanfaatkan potensi sumber daya airnya dengan baik untuk mendukung perkembangan ekonomi dan memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat. Dengan kekayaan sumber daya alam seperti ini, potensi pengembangan energi hidroelektrik di masa depan sangat besar, apalagi jika didukung oleh kebijakan yang tepat dan investasi yang memadai.

Mekanisme Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)

https://images.app.goo.gl/ihvYJvVBLeEaaHa18
https://images.app.goo.gl/ihvYJvVBLeEaaHa18

PLTA beroperasi dengan aliran air untuk menggerakkan turbin, yang setelah itu mengubah energi gerak menjadi energi listrik. Menurut Rianto Wibowo (2024), terdapat beberapa mekanisme PLTA yang berbeda, tergantung pada kondisi alam dan kebutuhan energi di wilayah tersebut. Berikut adalah beberapa mekanisme utama dalam pengoperasian PLTA:

1. Sistem Penyimpanan

Sistem penyimpanan merupakan mekanisme PLTA berskala besar yang melibatkan pembangunan bendungan untuk menampung air dalam jumlah besar. Air yang ditampung di waduk kemudian dialirkan melalui turbin untuk menghasilkan energi listrik. Selain menghasilkan listrik, sistem ini juga memiliki fungsi tambahan seperti penyediaan air baku, irigasi pertanian, pengendalian banjir, dan rekreasi. Namun, pembangunan bendungan skala besar ini juga sering kali menjadi subjek kontroversi karena dampaknya yang signifikan terhadap ekosistem lokal.

2. Sistem Pengalihan (Run of River)

Sistem ini memanfaatkan sebagian aliran air dari sungai tanpa membangun waduk besar. Air dialihkan melalui saluran pembuangan serta pipa pesat yang akan mengalirkan air ke turbin. Meskipun kapasitas listrik yang dihasilkan tidak sebesar sistem penyimpanan, sistem pengalihan lebih ramah lingkungan karena tidak mengganggu aliran sungai secara signifikan. Sistem ini sangat sesuai untuk diterapkan di wilayah dengan topografi yang memungkinkan pengaliran air tanpa perlu bendungan besar.

3. Sistem Penyimpanan Terpompa

Sistem ini menggunakan mekanisme yang lebih kompleks, di mana air dipompa dari penampungan bawah ke penampungan di ketinggian yang lebih tinggi saat kebutuhan listrik rendah. Ketika permintaan listrik meningkat, air tersebut dialirkan kembali untuk menggerakkan turbin dan menghasilkan listrik. Sistem ini efisien dalam mengelola pasokan energi di waktu-waktu puncak. Namun, sistem ini memerlukan energi tambahan untuk memompa air, sehingga harus dikombinasikan dengan sumber energi lain untuk memaksimalkan efisiensinya.

Klasifikasi PLTA

Menurut Rianto Wibowo (2024), PLTA diklasifikasikan berdasarkan kapasitas listrik yang dihasilkan, yaitu:

1. PLTA Skala Kecil

PLTA skala kecil memiliki kapasitas hingga 10 MW dan umumnya menggunakan turbin tunggal atau beberapa turbin yang dihubungkan secara paralel. Pembangkit ini sering kali digunakan di daerah-daerah terpencil untuk menyediakan listrik bagi komunitas lokal. PLTA skala kecil terbagi menjadi beberapa jenis:

  • Pembangkit Tenaga Pikrohidro (kapasitas hingga 5 kW)
  • Pembangkit Tenaga Mikrohidro (kapasitas 5 kW -- 1 MW)
  • Pembangkit Tenaga Minihidro (kapasitas 1 MW -- 10 MW)

PLTA skala kecil ini memiliki keunggulan karena biayanya yang lebih murah dan dampak lingkungannya yang lebih rendah, namun tetap bisa memberikan manfaat besar bagi komunitas di sekitar.

2. PLTA Skala Menengah

Pembangkit listrik skala menengah memiliki kapasitas antara 10 MW hingga 50 MW. PLTA jenis ini biasanya melayani daerah-daerah dengan kebutuhan listrik yang lebih besar, seperti kota-kota kecil atau wilayah industri. PLTA ini juga dapat membantu menstabilkan pasokan listrik di daerah yang memiliki permintaan listrik yang fluktuatif, terutama di wilayah dengan aktivitas industri yang padat.

3. PLTA Skala Besar

PLTA skala besar menghasilkan listrik dengan kapasitas lebih dari 50 MW. Pembangkit ini biasanya melayani wilayah yang luas dan berperan penting dalam memenuhi kebutuhan energi nasional. Pembangunan PLTA skala besar sering kali memerlukan investasi yang sangat besar, tetapi juga memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi daerah sekitarnya, seperti pembangunan infrastruktur baru dan penciptaan lapangan kerja.

Manfaat dan Tantangan Energi Hidroelektrik

Menurut Rianto Wibowo (2024), energi hidroelektrik menawarkan sejumlah manfaat yang signifikan, terutama dalam hal ramah lingkungan dan keberlanjutan. Tidak seperti pembangkit listrik dari bahan fosil, PLTA tidak menghasilkan polusi udara atau limbah berbahaya. Biaya operasional PLTA juga relatif rendah karena tidak membutuhkan bahan bakar, dan sumber energinya, yaitu air, selalu tersedia.

Namun, di balik kelebihannya, energi hidroelektrik juga memiliki tantangan tersendiri. Pembangunan bendungan dan infrastruktur PLTA sering kali berdampak pada ekosistem sungai, mengubah habitat alami dan kualitas air. Investasi awal untuk membangun PLTA, terutama bendungan besar, sangat mahal dan butuh waktu yang panjang untuk dibangun. Di Indonesia, salah satu tantangan terbesar adalah pemenuhan perizinan dan proses pembebasan lahan yang sering kali menimbulkan resistensi dari masyarakat lokal. Selain itu, perubahan iklim juga menambah tantangan baru bagi keberlanjutan PLTA, terutama dalam hal ketersediaan air yang mungkin terpengaruh oleh perubahan pola cuaca dan curah hujan. Meski demikian, dengan perencanaan yang matang dan kebijakan yang tepat, energi hidroelektrik tetap menjadi salah satu solusi paling menjanjikan untuk mendukung transisi energi terbarukan di Indonesia.

Jadi, energi hidroelektrik merupakan solusi yang sangat penting dalam upaya global untuk beralih ke sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. Sebagai negara dengan kekayaan sumber daya air yang melimpah, Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan energi ini. Meskipun menghadapi tantangan, manfaat jangka panjang yang ditawarkan oleh energi hidroelektrik dalam mendukung keberlanjutan ekonomi dan lingkungan lebih besar, sehingga menjadikannya sebagai salah satu pilihan utama dalam menghadapi krisis energi dan perubahan iklim di masa depan.

Daftar Referensi

Gultom, Togar Timoteus. 2024. "Pembangkit Energi Baru Terbarukan". Batam: Yayasan Cendekia Mulia Mandiri.

Saidah, Andi & Alvan Cania. 2024. "Optimalisasi Desain dan Efisiensi Turbin Archimedes Screw untuk Pemanfaatan Energi Kinetik Sungai Clasihan". Scientica. Vol. 2, No. 12.

Suryani, Hamidah. 2024. "Buku Ajar Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup". Nusa Tenggara Barat: Pusat Pengembangan Pendidikan dan Penelitian Indonesia.

Wibowo, Rianto, dkk. 2024. "Energi Terbarukan". Padang: GET PRESS INDONESIA.

Oleh:

Indra Tri Rahayu (207230012)

Iga Dwi Valentina (207230041)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun