Dua babak Pemilu juga harus diikuti dengan peningkatan kualitas peserta. Penghapusan PT akan memberikan pilihan presiden yang lebih variatif. Sedangkan mengubah pemilu daftar terbuka ke daftar tertutup membesarkan tanggung jawab parpol pada anggota dewan yang mereka pilih untuk maju ke parlemen.
Opsi 3: Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal
Dari empat opsi yang ditawarkan @revolutia, opsi ketiga ini yang paling menarik perhatian saya. Opsi ini menawarkan pemilihan legislatif dan eksekutif dilakukan bersamaan sesuai tingkatan. Berarti, Pilpres dilaksanakan bersamaan dengan pemilihan DPR RI dan DPD, Pilgub bersama pemilihan DPRD Provinsi, dan Pilbup/Pilwalkot bersama DPRD Kabupaten/Kota.
Opsi ketiga ini muncul berkenaan dengan wacana perapelan akbar Pilpres, Pileg, dan Pilkada pada tahun 2024. Jika wacana itu jadi dilaksakan, kemungkinan proses penghitungan suara di TPS bisa berlangsung sampai dua hari dua malam. Untuk menyederhanakannya, pemilihan bisa dibagi seperti di atas.
Pemilu Lokal dilaksanakan antara dua Pemilu Nasional. Jika menggunakan kalender saat ini di mana Pemilu Nasional dilaksanakan bulan April lima tahun sekali, dua Pemilu Lokal harus dilaksanakan dalam jangka waktu 20 bulan antara Pemilu.Â
Sebagai contoh, jika Pemilu Nasional dilaksanakan bulan April 2024, maka Pemilu Lokal Provinsi dilaksanakan Desember 2025 dan Pemilu Lokal Kabupaten/Kota pada Agustus 2027.
Namun, melihat masyarakat kita yang belum terlalu melek politik, menambah frekuensi pemilihan justru meningkatkan potensi konflik. Berbeda dengan Amerika Serikat yang melakukan pemilihan setiap dua tahun sekali, Indonesia saya rasa belum cukup dewasa untuk melakukan pemilihan dalam rentang waktu yang terlalu dekat. Kendati demikian, pelaksanaan Pilkada 2017, Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 bisa menjadi cermin untuk pelaksanaan opsi ketiga ini.
Opsi 4: Istirahat Wajib
Opsi keempat ini merupakan opsi paling malas menurut saya. Karena untuk menerapkannya, KPU hanya perlu mengubah teknis pemungutan suara. Secara garis besar, Pemilu tetap dilaksanakan seperti kemarin.Â
Namun, petugas KPPS wajib beristirahat sebelum melakukan penghitungan suara. Istirahat dapat berupa jeda antara pemungutan dan penghitungan atau antar penghitungan, bisa juga berupa batas waktu kerja dalam satu hari (misalkan maksimal 8 jam kerja/hari).
Pemungutan suara di tingkat bawah pasti akan berjalan lebih lambat dan potensi kecurangan menjadi besar. Tapi, kesehatan petugas lapangan akan lebih terjamin dengan jam kerja yang lebih manusiawi. Pengawasan di TPS harus ditingkatkan mengingat potensi kecurangan paling besar (dan paling mungkin) adalah di tingkat TPS.
Dari keempat opsi di atas, opsi mana yang paling jamaah Kompasiana inginkan untuk dilaksanakan tahun 2024?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H