Selain negara yang maju, Jerman juga terkenal dengan preservasi kota-kota bersejarahnya. Dari begitu banyak lokasi, setiap kota tua memiliki cerita tersendiri.Â
Adapun gambar yang terlihat di kartu pos yang saya dapatkan ini adalah pusat kota Munster (seharusnya menggunakan huruf 'u' dengan diaeresis (dua titik di atas huruf), Kompasiana belum bisa melampirkan karakter khusus).
Munster, sebuah kota independen (Kreisfreie Stadt) di provinsi North Rhine-Westphalia. Kota ini dianggap sebagai pusat kebudayaan daerah Westphalia dan juga ibu kota dari daerah pemerintahan Munsterland.Â
Kota ini juga terkenal sebagai tempat terjadinya pemberontakan Anabaptist saat Reformasi Protestan serta tempat penandatanganan Perjanjian Westphalia yang mengakhiri Perang 30 Tahun antara kaum Katolik dan Protestan.
Kota yang menyandang predikat kota utama (major city/Gross-stadt) pada tahun 1915 dengan lebih dari 100 ribu penduduk, kini ditinggali lebih dari 300 ribu penduduk.Â
Termasuk di dalamnya 55 ribuan pelajar yang sebagian besar datang dari luar kota. Munster kini menjadi ibu kota sepeda di Jerman karena lalu lintas sepeda yang lebih tinggi dari kendaraan bermotor.
Sekilas Sejarah
Nama Munster diambil dari bahasa latin Monasterium yang berarti biara. Penamaan daerah tersebut bermula dari Raja Lombardia, Charlemagne (kelak menjadi Kaisar Romawi Suci/Holy Roman Emperor) yang mengutus seorang misionaris bernama Ludger ke daerah yang kini menjadi Munsterland di tahun 793. Selama diutus, Ludger mendirikan sekolah dan katedral di Munster hingga dia diangkat menjadi uskup Munster.
Munster tergabung dalam Liga Hanseatik yang menguasai pantai utara Belanda, Jerman dan Polandia kini.
Dapat dilihat bahwa Munster adalah salah satu kekuatan Kekaisaran Romawi Suci (Katolik Roma) di Westphalia. Saat Martin Luther menginisiasi Reformasi Protestan tahun 1517, konflik antara kubu Katolik Roma dan Protestan mulai mencuat.Â
Munster pun terdampak konflik dengan dimulainya "Pemberontakan Munster" yang didalangi oleh John dari Leiden, penganut Anabaptisme (salah satu gerakan Protestan yang radikal) pada tahun 1534.
John dari Leiden berhasil mengambil alih Munster dari kaum Katolik, mengklaim semua bangunan dan tanah di dalamnya, membakar semua buku kecuali Injil dan mendeklarasikan Munster sebagai "Jerusalem Baru".Â
Sayangnya, karena John mungkin agak sedikit 'gila' dengan menyuruh penduduk untuk telanjang sambil menanti kedatangan Yesus yang kedua, Munster berhasil direbut kembali ke tangan Romawi setahun kemudian.Â
Penganut Anabaptisme, termasuk John, disiksa dan jenazahnya disimpan di keranjang besi. Keranjang besi tersebut masih ditemukan tergantung di langit-langit gereja St. Lambert.
Akhir dari konflik antara dua kubu yang berseteru ini adalah perjanjian Westphalia yang ditandatangi di Munster tahun 1648 untuk mengakhiri Perang 30 Tahun (Thirty Years' War).Â
Perjanjian tersebut memberikan kebebasan kepada penganut Protestan untuk memeluk agamanya. Protestan kemudian menyebar di Eropa utara. Adapun Munster, seperti tertuang dalam perjanjian, tetap berpegang pada Katolik Roma dan kepemimpinan dikembalikan kepada Pangeran Keuskupan.
Selama kekuasan Romawi Suci, Munster mengalami berbagai kemajuan. Salah satunya adalah dibukanya Universitas Munster (kini disebut Universitas Wilhelm Westphalia/WWU) pada tahun 1780.Â
Munster diambil alih pada tahun 1802 oleh kerajaan Prussia sebelum disusul oleh keruntuhan Romawi Suci pada tahun 1806. Antara 1802 sampai 1813, Munster sempat beberapa kali berpindah tangan dari Prussia ke Kekaisaran Berg ke Kekaisaran Prancis sampai kembali lagi ke Prussia.
Memasuki masa Perang Dunia 2 dan munculnya partai Nazi, uskup Munster, Kardinal Clemens August Graf von Galen melancarkan kritik kepada pemerintahan Hitler.Â
The New York Times bahkan mencap Kardinal von Galen sebagai musuh Nazi paling keras kepala. Akibat dari kekeraskepalaannya, tentara Jerman mengambil alih Munster dan menjadikannya markas Distrik Militer 6. Saat itu, 28 divisi militer (mayoritas infantri) memiliki barak di Munster. Sekarang, 5 barak tersebut masih berdiri sebagai saksi sejarah.
Tercatat 63% kota rusak dan hampir seluruh kawasan kota tua hancur. Serangan kedua terjadi tanggal 2 April 1945 saat Divisi Udara 17 Amerika Serikat dan Brigade Tank Penjaga 6 Inggris menekan Jerman dari barat.
Setelah perang, Munster menjadi salah satu kota yang menampung pengungsi invasi Soviet dari timur. Beberapa sekolah dan perpustakaan Latvia dibuka pada tahun 1947 oleh para pengungsi. Pembangunan kembali kota tua dilakukan tahun 1950.
Geografi, Iklim dan Munster Terkini
Munster dibangun sepanjang bantaran sungai Aa yang menjadi penghubung kota dengan laut lepas pada abad pertengahan. Kota utama terdekat dengan Munster antara lain: Osnabruck (44 km), Dortmund (61 km) dan Enschede, Belanda (65 km). Munster merupakan satu dari 42 proyek urbanisasi Jerman dan merupakan kota terbesar menurut area.
Munster memiliki luas area 303 km persegi dengan kepadatan penduduk sebesar 2890 penduduk per km persegi. Di pusat kota, kepadatan penduduk bahkan mencapai 15 ribu orang per km persegi.
Warga Munster memiliki salah satu perkataan bahwa: "Entweder es regnet oder es lauten die Glocken. Und wenn beides zusammen fallt, dann ist Sonntag"Â (Entah itu hujan atau lonceng gereja berbunyi. Jika kedua-duanya terjadi, maka ini hari Minggu). Ungkapan tersebut menyatakan bahwa Munster selalu diguyur hujan. Namun, curah hujan tahunan Munster tidak terlalu berbeda dengan curah hujan rerata Jerman yaitu 758 mm/tahun. Hal ersebut dikarenakan Munster lebih sering mendapat gerimis daripada hujan lebat.
Dari 300 ribu penduduk Munster, 50 ribu diantaranya adalah imigran. Kelompok imigran terbesar berasal dari Syiria, Polandia dan Serbia. Kelompok lainnya antara lain Turki, Portugal, Italia, Russia, Kosovo, Iraq dan Spanyol.
Adapun sisa dari Perjanjian Westphalia dapat dilihat di Prinzipalmarkt, balai kota dari abad 14 dan pusat kota tua. Di dekatnya terdapat Krameramtshaus, rumah persinggahan untuk para utusan dalam Perjanjian Damai Westphalia.
Selain itu ada banyak gedung-gedung dan tempat wisata modern di Munster seperti museum Universitas Injil, museum Pablo Picasso, mall Munster Arkaden, dan Gedung Signal-Iduna.
Di dalam kota, pengunjung dapat menyewa sepeda untuk menjelajah kota karena banyak jalan di pusat kota tidak bisa dilalui kendaraan bermotor. Kendaraan umum lainnya adalah bus kota, bus wisata dan taksi air sepanjang sungai Aa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H