Mohon tunggu...
Iffat Mochtar
Iffat Mochtar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Profesional - Wiraswasta

Country Manager di sebuah Perusahaan Swasta Asing yang bergerak di sektor Pertambangan. Berdomisili di kota minyak Balikpapan, Kalimantan Timur. Memiliki banyak ketertarikan di bidang marketing, traveling, kuliner, membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menjelajah Negeri Genghis Khan

23 Oktober 2020   07:42 Diperbarui: 12 November 2020   06:53 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri.   Berpose di Tengah Gurun Gobi

Dibandingkan dengan suhu siang hari di Indonesia pada musim panas berkisar di angka 30 derajat celcius berarti di sana masih lebih sejuk. Jika pada puncak musim dingin pada bulan-bulan Desember hingga Februari suhu di Mongolia cukup ekstrim dingin berkisar -30 hingga -40 derajat celcius.

Bagi kita, mungkin akan merasa sulit untuk bernafas karena sudah berada di bawah titik beku tetapi bagi orang-orang Mongolia mereka sudah terbiasa dan masih bisa beraktifitas di luar rumah.

Dokpri.   Berpose di Tengah Gurun Gobi
Dokpri.   Berpose di Tengah Gurun Gobi

Tujuan kami ke Mongolia dalam rangka memenuhi undangan dari rekan bisnis kami di Ulaanbaatar untuk memberikan training berkaitan dengan produk yang kami jual di sana yaitu Rim / Wheel atau Velg untuk kendaraan alat berat yang digunakan di tambang batubara di Mongolia.

Tiba di Bandara International Chinggis Khaan, kami mengalami sedikit hambatan karena ada barang bawaan kami yang tertahan oleh bea cukai di bandara. 

Setelah menunggu hampir sekitar 1 jam belum juga keluar akhirnya kami menanyakan ke petugas bandara kemudian kami diarahkan untuk menanyakan ke bagian pemeriksaan barang. Setelah kami jelaskan mengenai barang tersebut akhirnya barang tersebut bisa diloloskan untuk bisa kami bawa keluar. Kami pun merasa lega setelah keluar dari bandara tersebut.

Di pintu keluar kami disambut oleh penjemput dari hotel tempat kami menginap. Dengan sedikit keahlian bahasa Inggris yang dimiliki oleh driver yang membawa kami ke hotel di sepanjang jalan yang kami lewati kamipun bisa bertanya mengenai kota Ulaanbaatar.

Ibukota Ulaanbaatar kelihatannya tidaklah terlalu besar dan pengaturan lalu lintasnyapun masih kurang teratur, traffic light belum terlalu banyak dan kemacetan masih nampak terjadi dimana-mana. Kelihatannya sikap pengendara kendaraan pribadi maupun kendaraan umum masih belum terlalu disiplin untuk mematuhi rambu-rambu lalu lintas.

Di tengah kota terlihat bangunan tinggi menjulang yang sepertinya sedang dibangun semacam silo untuk tempat pembakaran batubara untuk dijadikan pembangkit listrik di kota Ulaanbaatar. Hal ini tentu saja nantinya akan berdampak kepada tingkat polusi udara di kota tersebut. 

Sangat kontras sekali jika dibandingkan dengan daerah yang dinamakan dengan Inner Mongolia yang menjadi bagian dari negara China, di perbatasan antara negara Mongolia dengan negara China tersebut dari pesawat udara kita bisa melihat cukup banyak baling-baling raksasa yang dibangun di sepanjang garis perbatasan untuk dijadikan pembangkit listrik tenaga angin atau kalau di Indonesia dinamakan PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu)

Malam harinya kami dijemput oleh mitra bisnis kami Jerry Rinchin yang tinggal di Ulaanbaatar untuk diajak makan malam bersama setelah itu diajak untuk sighseeing di salah satu spot destinasi di kota Ulaanbaatar yaitu di alun-alun Sukhbaatar Square.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun