Ibu memeras kain lap basah ke dalam ember, sementara itu Bapak asyik menyantap sarapan paginya.
"Sukma, makanlah bersama, Bapak." serunya.
"Bagaimana dengan Ibu, Pak?" tanyaku.
Tiba-tiba Bapak menjadi sinis. Ia tak peduli dengan apa yang kutanyakan. Melihat cemberut di wajahnya, perlahan aku pun berjalan menuju meja makan.
"Ibu, makanlah bersama kami." ujarku lembut.
Lagi-lagi Ibu hanya menoleh, tersenyum kecil padaku. Mendengar aku berseru pada Ibu. Bapak bergegas beranjak dari meja makannya.
"Bapak sudah selesai, Sukma." cetusnya.
Ia segera berangkat kerja. Bapakku seorang manajer di salah satu perusahaan elektronik. Sedangkan Ibu, sebelum berhenti merias, ia seorang sekretaris. Semenjak Bapak menyuruhnya berhenti bekerja dan merias. Seharian penuh Ibu menjagaku. Ibu selalu mengantarku sekolah dan menemaniku les piano.
"Ibu, tak apa-apa?"
Wajah Ibu semakin pucat. Berbeda dengan Bapak, dalam dua hari ini wajahnya memerah geram.
"Tak apa-apa, Sayang."