Mohon tunggu...
Ifana Futramsyah
Ifana Futramsyah Mohon Tunggu... Insinyur - Field Engineer

Knowledge is free

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pemuda Indonesia Mengubah Budaya Korupsi Menuju Indonesia Bebas Korupsi 2025

30 September 2018   21:04 Diperbarui: 30 September 2018   21:55 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

180 negara dengan skor 37 dari 100. Indeks persepsi korupsi (IPK) menunjukkan tingkat korupsi di sebuah negara. Selandia baru menjadi negara pemuncak dengan skor

89 dari 100 dan somalia menjadi negara terkorup dengan skor 9 dari 100. Indeks tersebut menunjukkan bahwa tingkat korupsi di Indonesia masih tinggi dan dipelukan banyak pembenahan dalam tindak korupsi.

Korupsi selalu memberikan dampak buruk yang besar, tidak tergantung dari skalanya. Bahkan terkadang korupsi skala kecil memberikan dampak buruk yang lebih besar dibandingkan korupsi skala besar. Sebagai contoh, tindakan korupsi bidang pendidikan dan kesehatan. Tindakan pungutan liar di sekolah negeri yang dilakukan

oleh oknum, dimana pendidikan seharusnya gratis akan berakibat pada banyaknya anak- anak dari golongan miskin yang putus sekolah karena tidak mampu membayar. Dalam bidang kesehatan, tindakan pungutan liar pelayanan kesehatan di puskesmas akan mengakibatkan golongan miskin tidak dapat berobat.

Korupsi seakan-akan menjadi budaya baru, dimana tingkat toleransi masyarakat terhadap tindakan korupsi cukup tinggi. Hasil survey Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) 2017 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan masyarakat kini merasa tindakan suap dan pungutan liar adalah sesuatu yang wajar. Masyarakat menganggap, memberi uang lebih kepada petugas untuk mempercepat urusan administrasi (KTP dan KK) adalah wajar 33,05%, kurang wajar 17,18%, tidak wajar 48,45% dan sangat wajar 1.23%. dimana urusan administrasi (KTP dan KK) seharusnya bebas biaya. Ironisnya, ketika seseorang berusaha menjaga integritas dengan tidak ingin terlibat perilaku tersebut, justru ia akan dipersulit dan dianggap "aneh".

Berbicara tentang solusi tindak korupsi e-KTP, bukan hanya tentang bagaimana penyelesaian pengusutan kasusnya saja, namun juga bagaimana pencegahan agar kasus yang sama tidak terjadi lagi. Pemuda sebagai penerus bangsa dapat mengambil peran strategis. "Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia" kutipan dari bapak pendiri bangsa,

Soekarno yang menggambarkan betapa dahsyatnya potensi kekuatan yang dimiliki para pemuda. Besarnya kekuatan pemuda terlihat dari peran besarnya dalam sejarah bangsa Indonesia. Sejak fase perjuangan kemerdekaan, hingga fase mengisi kemerdekaan saat ini, pemuda selalu terlibat. Pemuda akan menjadi pemimpin negeri ini di masa depan. Oleh karena itu, Peran pemuda sebagai solusi dari tindak korupsi sangat diperlukan.

Korupsi memiliki 3 tahapan penyelesaian yakni penegakan hukum, pencegahan dan pendidikan. Tahap penegakan hukum dilakukan oleh pihak yang berwenang, namun pemuda juga dapat berperan. Pemuda dapat berperan mengawasi jalannya penegakan hukum korupsi e-KTP dan melaporkan jika ada kejanggalan. Pada tahap pencegahan dan pendidikan pemuda dapat lebih berperan. Korupsi sudah menjadi fenomena budaya

di negeri ini dan menjalar keseluruh lapisan masyarakat. Untuk mengubah suatu budaya harus dimulai dengan merubah mindset atau pola pikir masyarakat bahwa korupsi itu tindakan yang salah dan harus dilawan bersama. Kemudian membentuk suatu perilaku anti korupsi yang berulang-ulang yang akhirnya menjadi kebiasaan. Pemuda dapat menjadi motor penggerak dalam hal tersebut. Pemuda sebagai agent of social change berperan melakukan gerakan penyadaran bagi diri dan masyarakat

Beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh pemuda dalam mengatasi permasalahan tindak korupsi e-KTP, antara lain :

1.   Sadar bahwa tindakan korupsi itu salah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun