Mohon tunggu...
Ifah Latifah
Ifah Latifah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Penulis buku antologi Guru Profesional (Laikesa: 2020). Antologi Jawaban dari Tuhan (Dd Publishing:2020). Antologi Mengedukasi Negeri (Madani Kreatif: 2020) Guru Limited Edition ( Pustaka Literasi : 2021) Puisi 1000 penggiat Literasi judul Indonesia bangkit(Geliat gemilang abad i: 2021) Nak sungguh aku mencintaimu ( Little Soleil : 2021)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jejak Gajah Mada di Bumi Muda Sedia (Part 1)

31 Agustus 2021   00:31 Diperbarui: 31 Agustus 2021   01:24 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejarah selalu menarik untuk di telusuri, katanya sih, semakin ditelusuri semakin penasaran. Mengupas sejarah bukan berarti kita tidak bisa move on dari masa laluTetapi dari sejarah kita dapat belajar untuk menata masa depan yang lebih baik, dari sejarah juga kita  belajar bahwa apa yang dimiliki sekarang melalui proses yang tidak instan. 

Sejarah Negeri Tamiang memang kurang populer, tidak banyak literatur yang menceritakan Sejarah negeri ini, sehingga sejarahnya terasa asing di negeri sendiri. Sesungguhnya ada banyak kisah yang bisa diambil hikmahnya dari berbagai kejadian sebagai pelajaran berharga dalam hidup, berharap Aceh Tamiang dapat terus melangkah maju tanpa harus melupakan masa lalu.

Aceh Tamiang dikenal dengan sebutan Bumi Muda Sedia. Wilayahnya berada disepanjang aliran sungai Tamiang dari hulu hingga ke bagian hilir. Sungai besar disepanjang Wilayah Aceh Tamiang menjadikannya wilayah ini sangat mudah dijangkau oleh para pendatang, karena transportasi pada masa itu menggunakan tranportasai air. Salah satu pendatang yang pernah menjejakkan kakinya di Aceh Tamiang demi mewujudkan impiannya menmpersatukan nusantara adalah Gajah Mada. 

A. Sumpah Palapa

Siapa yang tidak kenal Patih Gajah mada, seorang panglima perang dari Kerajaan  Majapahit. Ia terkenal sebagai Patih yang sangat kuat dan perkasa. Gajah Mada memiliki nama yang sangat populer melebihi kepopuleran Hayam Wuruk selaku raja kerajaan Majapahit pada masa itu.

Sebagai sembah baktinya kepada raja Hayam Wuruk, Patih gajah Mada melakukan perluasan-perluasan daerah Kerajaan Majapahit. Bahkan ia pernah bersumpah untuk mempersatukan nusantara. Yang sumpah ini terkenal dengan Sumpah Palapa. Nama Palapa di abadikan sebagai nama satelit pertama Indonesia.

Sumpah Amukti Palapa di ikrarkan oleh Gajah Mada ketika diangkat menjadi patih Mangkubumi. Kisah ini di abadikan pada relief yang terdapat di pendopo Agung Majapahit didaerah Trowulan. Sumpah itu tertulis dalam Pararaton (kitab Raja-raja) Sumpah tersebut berbunyi:

“Lawun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, Laman kalah ring gurun, rin Seran,Tanjung Pura, Ring Haru, Ring Pahang, Dompo, Ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, Saman Isun Amukti Palapa,”

Yang artinya

“Jika telah mengalahkan Nusantara, gurun, Seran, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik telah tunduk saya baru memakan palapa

Sumpah ini sangat terkenal sehingga Patih Gajah Mada disebut-sebut sebagai pelopor Pemersatu Nusantara. Sedangkan kata “palapa” sampai saat ini belum ada tafsiran yang pasti, sebagian ahli sejarah mengatakan buah kepala adalah buah kelapa, sedangkan pendapat lain mengatakan buah palapa yang dimaksud bermakna kesenangan, sementara pendapat lainnya  mengatakan palapa adalah istirahat.

Patih Gajah Mada benar-benar menjalankan sumpahnya, Dengan armada perang yang kuat Gajah Mada berhasil menguasai pulau Jawa. Tidak puas dengan kemenangannya di pulau Jawa Ia merambah ke Pulau Sumatera dan Pulau-pulau lainnya.

B. Penaklukan Pulau Sumatera

Kesultanan Aceh menguasai hampir seluruh wilayah Sumatera saat itu. Namun satu persatu kerajaan-kerajaan di Sumatera mulai runtuh, Kerajaan Palembang, Padang tidak mampu menahan dahsyatnya serangan pasukan Majapahit, Patih Gajah Mada terus berlayar membawa pasukannya, hingga sampailah Kekerajaan Melayu Deli. Di kerajaan ini terjadilah Pertempuran sengit antara pasukan Majapahit dengan Pasukan Melayu Deli, sayangnya kerajaan Deli akhirnya  takluk di bawah pimpinan  kerajaan Majapahit.

Berbekal kemenangan demi kemenangan Gajah Mada kembali melanjutkan cita-citanya. Pada tahun 1350 Masehi Patih Gajah Mada dan bala tentara Kerajaan Majapahit mendarat di kerajaan Samudera Pasai. Pada saat itu kerajaan Samudera Pasai di pimpin oleh Sultan  Ahmad Malikuzzahir ( Raja Muhammad) Sultan Samudera Pasai ke empat. Sultan Ahmad Malikuzzahir memerintah  Samudera pasai dari tahun 1345 M-1383 M atau  745 H-783 H.

Dengan gagah perkasa Patih Gajah Mada memimpin pertempuran untuk menaklukan Samudera Pasai. Namun ternyata Pasukan Majapahit tidak cukup kuat untuk melawan pasukan Samudera Pasai. Pasukan Majapahit Mengalami kekalahan. Patih Gajah Mada membawa mundur pasukannya.

C. Memasuki Kawasan Tamiang

Kekalahan dalam pertempuran melawan Kerajaan Samudera Pasai tidak menyurutkan keinginana Patih Gajah Mada untuk menaklukkan Nusantara. Sehingga pasukan Majapahit yang tidak serta-merta  Kembali ke Pulau Jawa. Patih Gajah Mada membawa bala tentaranya menuju sebuah pemukiman penduduk, di wilayah Aceh Tamiang, kini nama tempat itu dikenal dengan sebutan Manyak Payed. Manyak Payed berasal dari kata Majapahit. Dialek Aceh sulit menyebutkan kata Majapahit, maka mereka menyebutnya dengan Manyak Payed. 

Di daerah Manyak Payed ini Gajah Mada kembali menyusun kekuatan, Ia menguasai beberapa wilayah sekitar, yaitu; Telaga Tujuh (Langsa), Aramiyah, Bayeun, dan Damar Tutung (Rantau Panjang).  

Perbedaan keyakinan antara penduduk Manyak Payed dan Bala tentara Majapahit membut hubungan keduanya tidak harmonis. Bala tentara kerajaan Majapahit merupakan penganut agama hindu sedangkan penduduk Manyak Payed menganut agama islam.   Kebiasaan, budaya, dan adat-istiadat keduanya sangat jauh berbeda dan saling bertentangan. Salah satu hal yang dianggap tidak pantas bagi penduduk Manyak Payed adalah perbuatan bersimpuh dan menyembah terhadap penguasa seperti yang dilakukan oleh bala tertara Majapahit. Bagi penduduk Manyak Payed yang menganut agama Islam perbuatan menyembah pada manusia melanggar aturan syariat beragama,  dan dianggap sebagai sebuah penghinaan. Sedangkan bagi orang Majapahit itu adalah perbuatan mulia.

Keadaan ini membuat penduduk Manyak Payed tidak menyukai keberadaan pasukan Majapahit. Sehingga penduduk Manyak Payed meninggalkan wilayah tersebut. Mereka memutuskan untuk mengungsi ke wilayah hulu sungai Bayeun. Sehingga wilayah Manyak Payed menjadi sunyi.

D. Meminang Putri Meuga Gema ( Putri Bungsu Lindung Bulan)

Keadaan yang tidak menguntungkan bagi Kerajaan Majapahit, membuat Patih Gajah Mada dan para petingginya mulai melirik kerajaan Tamiang. Timbul hasrat yang besar untuk menaklukan Kerajaan Tamiang. Beberapa mata-mata di kirim ke wilayah Kerajaan Tamiang. Saat itu Kerajaan Tamiang dipimpin oleh Raja Muda sedia. Mata-mata yang dkirimkan oleh Gajah Mada datang ke kerajaan Tamiang dengan berpura-pura menjadi pedagang. Mata-mata dikirim untuk mengetahui  seberapa besar kekuatan bala tentara yang dimiliki oleh Kerajaan Tamiang.

Penyelidikan yang dilakukan oleh mata-mata kerajaan Majapahit membuahkan hasil. Seluk-beluk Kerajaan Tamiang sudah di ketahui oleh mata-mata kerajaan, dan di sampaikan pada patih Gajah Mada.

Patih Gajah Mada semakin bernafsu untuk menaklukan Negeri Tamiang apalagi setelah mendengar tentang kecantikan puteri raja  Muda sedia yang bernama Meuga Gema (Putri Bungsu Lindung Bulan). Patih Gajah Mada menyusun rencana agar Kerajaan Tamiang. tidak lagi tunduk pada kerajaan Samudera Pasai tapi tunduk terhadap kerajaan Majapahit serta Kebiasaaan membayar upeti ke Samudera Pasai bisa dialihkan ke kerajaan Majapahit. Sedangkan Putri Lindung Bulan akan dibawa pulang ke Majapahit untuk dipersembahkan kepada Raja Majapahit yaitu Hayam Wuruk.

Patih Gajah Mada mengirimkan utusannya. Menuju Kerajaan Tamiang mereka menyusun siasat perdamaian dengan meminang putri Meuga Gema untuk Raja Hayam Wuruk. Dengan membawa berbagai bingkisan berupa tenunan-tenunan dari Jawa utusan Patih Gajah Mada pun menyampaikan maksudnya untuk meminang puteri Lindung Kepada Raja Muda Sedia.

Gajah Mada mengharapkan terjadinya perluasan daerah kekuasaan Majapahit dengan jalan damai tanpa peperangan. Beberapa opsi ditawarkan oleh utusan Kerajaan Majapahit kepada kerajaan Tamiang. Diantaranya Majapahit berjanji membantu memerdekakan Kerajaan Tamiang dari kekuasaan Kerajaan Samudera Pasai. Dengan syarat Raja Muda sedia mau menerima pinangan dan mengawinkan Putri Lindung Bulan dengan raja Hayam Wuruk.

Sesungguhnya raja Muda Sedia tidak ada sedikitpun berniat untuk menerima pinangan tersebut. Namun Ia berdalih untuk melakukan musyawarah dengan para pembesar istana untuk mengambil keputusan tentang pinangan Puteri Lindung Bulan. Raja Muda sedia meminta di tangguhkan selama satu hari untuk memberikan jawaban.

Keesokan harinya utusan Majapahit datang kembali untuk menagih janji. Utusan Kerajaan Majapahit di sambut dengan sangat terhormat. Para tamu tersebut di jamu dengan istimewa. Hidangan di tempatkan diatas dalung-dalung. Bagi perkauman suku Tamiang itu adalah  sebagai tanda penghormatan yang besar dalam menjamu tamu-tamu istimewa.

Para Tamu utusan Patih Gajah Mada di persilakan membuka dalung-dalung yang telah di hidangkan. Alangkah terkejutnya mereka. Ternyata isi dalung-daung tersebut bukanlah makanan tapi dalung-daung tersebut berisikan emas permata, intan, zamrud, delima dan nilam.

Kepala istana mempersilakan tamu-tamunya untuk menyantap semua hidangan tersebut. Tentu saja utusan-utusan tersebut merasa bingung. Mereka saling memandang antara sesamanya. Utusan tersebut mengatakan bahwa mereka tidak mungkin memakan hidangan yang disediakan.

Raja Muda Sedia memahami kebingungan para tamu-tamunya, dengan bijak Ia berkata ;

“Orang Tamiang juga tidak mungkin memakan permata-permata emas, intan, zamrud dan nilam, ini  hanya sebuah ungkapan bahwa negeri Tamiang sangat makmur, tidak sedikitpun membutuhkan bantuan dan bawaan yang dibawa oleh tentara Majapahit.”

Para utusan tersebut di bawa ke suatu ruangan di bagian lain istana, tempat rersebut di kenal dengan nama baliruang istana.  Di tempat itulah Raja Muda Sedia memberikan jawaban kepada para utusan Majapahit Perihal maksud dari Patih Gajah Mada yang ingin meminang Putrinya  Lindung Bulan untuk raja Hayam Wuruk.

Raja Muda Sedia menyampaikan kepada utusan kerajaan Majapahit bahwa Ia adalah seorang raja kecil, tidak mungkin bermenantukan seorang maharaja Majapahit. Selain itu adat-istiadat dan budaya yang berbeda antara kedua kerajaan sangat sulit untuk disatukan.

Mengenai tawaran Majapahit yang bermaksud memerdekakan kerajaan Tamiang dari Kerajaan Samudera Pasai juga di tolak. Raja Muda Sedia berdalih bahwa meskipun Kerajaan Tamiang berada di bawah kekuasan Kerajaan Samudera Pasai, namun kerajaan Tamiang tetap memiliki kedaulatan. Sedangkan upeti yang di berikan ke kerajaan Samudera Pasai tidak ada patokan jumlahnya. Berapapun upeti yang di berikan oleh kerajaan Tamiang, kepada kerajaan Samudera Pasai tidak di persoalkan.

Hubungan yang sangat baik telah terjalin antara kerajaan Tamiang dan Kerajaan Samudera Pasai. Kerajaan Samudera Pasai dan Tamiang memiliki kesamaan dan kecocokan adat-istiadat dan budaya. Berbeda dengan kerajaan Majapahit yang memiliki adat dan budaya yang saling bertentangan.

Raja Muda sedia meminta utusan-utusan dari kerajaan Majapahit tersebut untuk membawa kembali bingkisan-bingkisan yang telah dibawa, serta menitipkan salam kepada Patih Gajah Mada Yang telah mengutus mereka untuk datang meminang Putri Lindung Bulan.

Mendengar penuturan Raja Muda sedia yang menolak pinangan tersebut, Para utusan kerajaan Majapahit merasa terhina. Dengan perasaan kecewa merekapun kembali kepada Patih gajah Mada dan menyampaikan jawaban yang di berikan oleh Raja Muda Sedia.

E. Kota Benua di Bumi Hanguskan

Patih Gajah Mada sangat geram dam marah mendengar apa yang disampaikan oleh para utusannya. Dengan wajah garang Patih Gajah mada memberi perintah untuk menyerang kerajaan Tamiang dan juga menjadikan kota Benua tempat istana raja menjadi abu. Peristiwa penyerangan terhadap kota Benua terjadi pada tahun 1352.

Kapal-kapal perang Majapahit memasuki Kuala Besar Sungai Iyu yang waktu itu adalah wilayah Admiral Teritorial Tamiang. Wilayah Kuala besar Sungai Iyu adalah benteng Tamiang dengan laksamana yang tangguh bernama Laksamana Kamtommana, yang konon kabarnya berasal dari perkauman suku Aceh dengan gelar Hantom Manoe.

Hantom Manoe di ambil dari kata Hana Mano yang berarti tidak pernah mandi. Konon laksamana ini memiliki kekebalan tubuh, yang berpantang mandi. Jika Ia mandi maka kekebalan tubuhnya akan hilang.

Kantommana sedang menjaga benteng kota Arun bebaju yang berada di daerah Kuala Peunaga. Pohon arun adalah pohon cemara yang kelihatannya seperti orang sedang memakai mantel. Jika pohon ini bila tumbang  maka tumbuh lagi sebagaimana semula.

Dalam pertempuran di wilayah ini seluruh tentara kerajaan Majapahit yang mengelilingi pohon Arun bebaju tiada yang selamat semuanya tewas. Dengan menelan pil pahit kekalahan pasukan Gajah Mada beserta armadanya,  meninggalkan Kuala Besar Sungai Iyu.

Bersambung ke Part 2

Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Sumpah_Palapa

                    Muntasir Wandiman Penulis Sejarah lokal Budaya Aceh Tamiang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun