Mohon tunggu...
Idris setiawan
Idris setiawan Mohon Tunggu... Lainnya - Sang Pencinta Keheningan

Dari hidup kita belajar berjuang. Dan dari Tuhan kita belajar iklas. Tak ada perhentian yang akan indah selain mati dengan bahagia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pengemis Tua

2 Oktober 2022   22:45 Diperbarui: 2 Oktober 2022   22:58 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 "Gak apa-apa nek. Kalo hujan-hujan gini, enakkan makan yang anget-anget. Kayak bakso hehhe."

 "Iya nek." Tambah Jefri yang segera berdiri dan berjalan mengarah ke penjual bakso

 "Nek. Maaf sebelumnya. Kalo boleh nanya? Uda lama nenek kerja kayak gini." Tanyaku pelan.

 "Uda lama nak. Mungkin ada 20 tahunan."
Aku yang mendengar jawaban pengemis tua itu menjadi heran, dan makin penasaran.

 "Hmm! Maaf nek. Anak-anak nenek dimana?"

 "Anak nenek sudah lama meninggal. Dan suami nenek nikah lagi dulu, waktu nenek berumur 30 tahun. Akibat kecantol dengan janda." Ucap pengemis tua itu.

 "Ooo.. maaf nek, atas kelancangan saya." Sambil menundukan kepala menunjukkan rasa bersalah atas pertanyaan yang diajukan.

 "Iya nak. Gak apa-apa."

 "Nah, nek. ngebakso dulu kita." jefri yang baru sampai dengan 2 mangkok bakso di tangan dan 1 mangkok bakso di bawakan penjual.

 "Silakan di makan." Ucap penjual bakso dengan ramah tama.
 
 "Terima kasih mas. Hmm.. nek, silakan di makan." Ucap Jefri kepada penjual bakso dan pengemis tua itu.

 "Iya nak. Terima kasih sebelumnya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun