Setelah menyusui dengan Induknya, si monyet kecil pun berkata,Â
"Bu, Adek laper."
"Kamu laper Nak. Hm.. " sambil mencoba melepaskan kalung yang melingkar di lehernya.Â
Si monyet kecil hanya memperhatikan Induknya, mencoba menolong ia tak kuat. Tenaganya belum cukup kuat untuk melepaskan kalung yang melingkar di leher Induknya.Â
"Ibu, sudah tak usah di paksakan. Adek mengantuk. Adek mau tidur."
"Sini Nak. Tidur di pangkuan Ibu."
"Bu, Ayah kapan pulang? Biasanya, bila sudah malam seperti ini, Ayah suka membawah buah - buahan pulang Bu. Tapi, bulan sudah tinggi dan Ayah belum juga sampai. Ayah kemana si Bu?"
Si Induk monyet hanya terdiam mendengar pertanyaan dari si monyet kecil. Si Induk, hanya bisa menatap langit yang hitam di iringi nyanyian binatang - binatang malam, seperti jangkrik dan kunang - kunang.Â
Si Induk mencoba menegarkan hatinya, tak bisa menjelaskan semua kepada anaknya yang masih begitu kecil dan belum mengerti banyak tentang dunia.Â
Si Ayah monyet kecil telah tewas tertembak, karena mencoba melawan di saat para pembalak liar mengambil rumah mereka. Tempat yang dimana ada banyak keceriaan dari kaum mereka.
Si Induk hanya menatap langit hitam, dengan kalung yang masih melingkar di lehernya. Di lihatnya si monyet kecil sudah tidur lelap di pangkuannya.