Siti berteguh dalam kebisuan.
"Maafkan semua kata-kataku ya. Â Sikap dan tingkahku. Mungkin, sempat menyinggung perasaanmu."
"Siti... Aku tunggu jawabanmu ya. Jawaban yang kumaksud, Â bukan teori, konsep, Â dan dalil. Namun, Â yang kupinta, Â menurutmu saja. Kata hatimu. Perasaanmu."
Mara melirik wajah Siti yang tetap merunduk.
"Siti, aku mengharap kabar terbaik darimu ya."
Bagi Mara, Â sore itu berakhir dengan rasa tanya dan penasaran. Mungkin pula bagi Siti, Â sore itu mengukir salah satu episode kenangan dalam perjalanan hidupnya. Dilamar. Disapa. Ditanya. Dibuat bagaimana. Entah pengalaman yang keberapa.
---
Sepanjang malam penantian. Mara istirahat ditemani gejolak pertanyaan. "Apa jawaban yang akan aku peroleh. Akankah lamaranku diterima. Atau justeru sebaliknya, Â langkahku menembus beberapa daerah akan berakhir begitu saja. Sia-sia?"
Mara terus berharap dan berdoa. Semoga jawaban yang didapatkannya adalah kabar bahagia.
---
Besoknya, Mara turut shalat shubuh berjamaah di Masjid Raya. Ketepatan, yang ngasi taushiyah, seorang ustadz dari Kota Metropolitan.