Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pedagogik Welas Asih untuk Wujudkan Pendidikan Ramah Anak

16 September 2024   16:20 Diperbarui: 16 September 2024   16:40 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan yang berdasarkan welas asih akan mendukung terwujudnya Sekolah Ramah Anak (SRA). Sejalan dengan implementasi kurikulum merdeka, pembelajaran diharapkan berpihak atau berpusat kepada peserta didik (student center). 

Peserta didik menjadi fokus pencapaian target pembelajaran. Pencapaian visi dan misi sekolah pun tecermin dalam mutu anak didik atau lulusan. Adanya Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) pun bertujuan untuk membangun, menumbuhkan, menguatkan karakter peserta didik agar memiliki nilai-nilai Pancasila. Welas dan asih adalah salah satu cerminan manusia pancasilais.

SRA adalah gambaran sekolah yang ideal atau sekolah yang dicita-citakan. Sekolah yang inklusif. Sekolah yang membangun keseteraan dan memberikan kesempatan yang sama kepada setiap peserta didik untuk mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas. Nilai welas asih yang diimplementasikan dalam pembelajaran dapat membentuk karakter peserta didik untuk peduli, empati, menghargai dan menghormati orang lain, mau membantu orang lain tanpa melihat latar belakang suku, ras, kelompok, dan agama.

SRA bukan hanya dilihat dari konteks kepribadian guru dan proses pembelajarannya, tetapi juga bisa dilihat dari konteks visi, misi, lingkungan, dan sarana-prasarana penunjangnya. Apakah lingkungan sekolah aman dan nyaman untuk belajar? Apakah sekolah dilengkapi oleh sarana-prasarana yang diperlukan untuk menunjang pembelajaran? Apakah sarana-prasana mudah diakses untuk belajar? Dan sebagainya.

Mengapa saat ini banyak anak, remaja, dan bahkan orang dewasa yang mudah tersulut emosi, mudah melakukan perundungan (bullying), melakukan tindakan kekerasan, mudah menganiaya orang lain, bahkan sampai tega menghilangkan nyawa orang lain? Disamping ada masalah dengan latar belakang dan pribadinya sendiri, bisa saja karena lingkungan tempatnya belajar (rumah, sekolah, dan lingkungan masyarakat) tidak memunculkan pendidikan yang berbasis welas asih. Ditambah dampak negatif dari media sosial yang akrab di gawai mereka. Masalah ini menjadi hal yang kompleks dan solusinya harus melibatkan berbagai pihak terkait. Tidak hanya mengandalkan salah satu pihak saja.

Data-data dari lembaga terkait dan berita viral yang muncul di media terkait tindakan bullying dan tindakan kekerasan sungguh sangat mengerikan sekaligus membuat kita merinding dan prihatin. Kadang kita bertanya dalam hati, kok bisa ya anak yang masih di bawah umur melakukan tindakan kekerasan dan merudapaksa korban hingga meninggal? Sudah separah itukah kondisi moralitas bangsa? Sudah separah itukah dampak gawai dan media sosial dalam "mencuci otak" generasi muda? Apakah hal ini menjadi ciri kegagalan pendidikan? Lalu, bagaimana pendidikan yang di satu sisi menjadi "tertuduh" atas terjadinya krisis karakter bisa memberikan solusi atas masalah tersebut?

Pendidikan berdasarkan welas asih menjadi sebuah ikhtiar bersama untuk mewujudkan generasi muda yang disamping cerdas secara intelektual, terampil, juga beradab dan berakhlak mulia. 

Tantangan Gen-Z dan Gen Alpha saat ini sangat kompleks. Disamping maraknya dampak negatif dari teknologi di era digital, banyak juga anak muda yang lebih suka atau lebih memilih "dibimbing" dan "diasuh" oleh gawai dibandingkan oleh orang tua dan guru. 

Mereka juga kebingungan mendapatkan figur yang bisa menjadi teladan bagi mereka. Di sinilah orang tua, guru, pemimpin, dan para tokoh diharapkan bisa menjadi agen-agen untuk menjadi (contoh) role model pendidikan berbasis welas asih tersebut sehingga anak didik bisa menjadi manusia yang berperikemanusiaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun