Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pedagogik Welas Asih untuk Wujudkan Pendidikan Ramah Anak

16 September 2024   16:20 Diperbarui: 16 September 2024   16:40 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: IDRIS APANDI
(Praktisi Pendidikan)

Hakikat pendidikan adalah untuk memanusiakan manusia. Manusia adalah makhluk yang unik dan memiliki karakteristik masing-masing. Proses mendidik bukan hanya memerlukan kemampuan guru dalam pengetahuan substansi terkait materi yang akan diajarkan dan kemampuan cara mengajarkannya, tetapi lebih dari itu, memerlukan kepribadian (soft skill) guru yang baik. Mengapa? Karena yang dihadapi oleh guru adalah manusia, makhluk yang selain memiliki akal, juga memiliki perasaan, dan memiliki kecerdasan yang beragam.

Mendidik adalah sebuah aktivitas yang kompleks. Bukan hanya mengandalkan logika dan penguasaan materi pelajaran, tetapi membutuhkan sentuhan kasih sayang. Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hadjar Dewantara dalam pemikirannya telah mewanti-wanti untuk mengedepan kasih sayang dalam mendidik. Pemikirannya yang begitu terkenal antara lain, "Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, dan Tut wuri handayani". Di depan memberikan teladan, di tengah membangun semangat, dan di belakang memberikan dorongan.

Eleanor Rosevelt (1884-1962), seorang pendidik, dosen, penulis buku, penyiar, dan istri presiden Amerika Serikat F. D. Rosevelt (1933-1945) mengatakan bahwa memberikan kasih sayang kepada peserta didik adalah bagian dari pendidikan itu sendiri. 

Pendiri Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan menyampaikan bahwa semangat mendidik dengan penuh kasih sayang dan toleransi adalah "kartu identitas" komunitas Islam. Kemudian pendiri Nahdlatul Ulama (NU), K. H. Hasyim Ashari menyampaikan bahwa berdakwah dengan cara memusuhi ibarat orang membangun kota, tetapi merobohkan istananya. 

Oleh karena itu, berdakwah perlu dilakukan dengan kasih sayang. Tokoh NU K. H. Mustofa Bisri juga menyampaikan bahwa "asal kita mendahulukan kasih sayang, kita bukan hanya akan masuk surga, tetapi kita di surga itu sendiri."

UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization)  pada buku The Heart of Education Learning to Live Together menyampaikan bahwa kerangka mendidik dengan hati merupakan integrasi dari 3 elemen, yaitu (1) kecerdasan emosional, (2) empati, dan (3) mendidik dengan kasih sayang. Mendidik dengan berbasis kasih sayang akan menyentuh hati peserta didik. Saat hati peserta didik tersentuh oleh sikap guru yang  baik dan penuh dengan pancaran kasih sayang, maka mereka akan senang, nyaman, dan semangat selama mengikuti pembelajaran.

Saat mereka senang, nyaman, dan semangat belajar, maka proses belajar akan menjadi sebuah pengalaman yang bermakna bagi mereka. Belajar menjadi sebuah rekreasi akademik bagi mereka. Kondisi tersebut akan membantu peserta didik dalam memahami dan menguasai materi pelajaran.

Guru perlu melakukan tugas mendidik disertai hati dan passion (bergairah). Pembelajaran yang menyenangkan hanya bisa dilakukan oleh guru yang menyenangi profesinya, kondisi hati yang senang, dan lingkungan pekerjaan yang menyenangkan. 

Pada buku The Pedagogy of Love (UNESCO, 2014) dinyatakan bahwa seorang guru dapat bekerja dengan sepenuh hati jika dia mencintai dirinya sendiri, mencintai materi yang dia ajarkan, mencintai peserta didik, mencintai administrasi pembelajaran, mencintai (saling menghormati) sesama rekan sejawat, dan mencintai sekolah tempatnya bertugas.

Pendidikan yang berdasarkan welas asih ditopang oleh sejumlah nilai seperti kebaikan, empati, rela berkorban, suka memaafkan, kerelaan menerima dan menghargai terhadap kondisi yang berbeda, membangun berkolaborasi dalam komunitas, menjunjung tinggi etika, memiliki pola pikir berkembang (growth mindset), peduli, saling menghormati, kemerdekaan untuk mengemukakan pendapat dan beraktivitas, mengutamakan dialog dalam menyelesaikan masalah, adanya keterikatan secara emosional antara guru dan murid, dan keakraban dalam komunikasi guru dan murid.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun