Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Saat Murid SMP Tidak Bisa Membaca, Guru SD Layak Disalahkan?

11 Agustus 2024   23:50 Diperbarui: 13 Agustus 2024   10:22 1464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa memanfaatkan waktu luang di perpustakaan sekolah di SMPN 255, Jakarta, Selasa (4/12/2018). (KOMPAS/RIZA FATHONI)

4) Terbatasnya sumber bacaan yang sesuai dengan minat, kebutuhan, dan usia murid. 

5) Rendahnya dukungan orangtua dalam mendampingi anaknya belajar membaca, dan 

6) Dampak dari penggunaan gawai dan game online. Anak lebih tertarik atau berminat menggunakan gawai untuk berselancar di media sosial dan bermain game daripada membaca.

Dengan demikian, adalah tidak bijak saat ada kasus murid SMP tidak bisa membaca, guru SD-nya yang sekonyong-konyong disudutkan atau disalahkan. Masalah ini perlu dilihat secara komprehensif. Di lapangan, pada saat kenaikan kelas, guru SD sering dihadapkan dilema saat mengambil keputusan menaikkan kelas atau memutuskan murid tinggal kelas. 

Secara normatif, panduan pembelajaran asesmen yang diterbitkan oleh Kemendikbudristek memang membolehkan guru memutuskan seorang murid tidak naik kelas. Tapi hal tersebut merupakan keputusan terakhir setelah mempertimbangkan berbagai hal. 

Jika ada murid yang tidak naik kelas, maka harus disertai dengan intervensi agar yang bersangkutan bisa mengejar ketertinggalannya dalam belajar, khususnya dalam kemampuan membaca, menulis, atau berhitung.

Walau demikian, ada semacam "kebijakan" bahwa murid tidak boleh naik kelas dengan alasan khawatir anak kena mental, mendapatkan stigma negatif, dibully oleh teman-temannya, orangtuanya tidak mau menerima kenyataan bahwa anaknya tidak naik kelas, bersangkutan berisiko drop out (DO) dari sekolah, dan khawatir berdampak terhadap menurunnya citra sekolah di mata masyarakat. 

Oleh karena itu, pada akhirnya, murid yang seharusnya tidak layak naik kelas pun, keputusannya dinaikkan. Ditambah harapan "siapa tahu?" atau "mudah-mudahan", yaitu, siapa tahu atau mudah-mudahan di kelas yang lebih tinggi, murid yang tidak bisa membaca, menulis, atau berhitung, bisa ditangani atau ditingkatkan oleh guru pada kelas berikutnya.

Walau demikian, pada kenyataannya, ada murid yang sampai dengan kelas 6 belum bisa atau belum lancar membaca, menulis, dan berhitung sehingga ini jadi buah simalakama bagi sekolah. Pemaksaan kenaikan kelas atau meluluskan anak yang kemampuannya masih di bawah kemampuan minimal. 

Tujuannya mungkin baik, agar murid tidak kena mental atau tidak DO, padahal akan semakin menyulitkan yang bersangkutan karena materi yang dipelajari pada jenjang yang lebih tinggi lebih sulit, sehingga mengakibatkan anak tersebut semakin sulit mengikuti proses pembelajaran.

Pada buku Solusi Kontekstual untuk Mengurangi Mengulang Kelas dan Putus Sekolah di Sekolah Dasar yang diterbitkan oleh Puslitjak Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemendikbud (2020) dinyatakan bahwa mengulang kelas diketahui memberi dampak jangka panjang yang negatif terhadap kehidupan anak. Kebijakan dan tindakan untuk tidak menaikan kelas ataupun menaikan kelas sebenarnya bagai memakan buah simalakama bagi kepala sekolah maupun guru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun