Pidato, khususnya pidato untuk acara formal pada umumnya menggunakan teks tertulis lalu dibacakan saat pidato. Pada sebuah instansi, biasanya ada staf atau ahli yang khusus menyusun naskah pidato yang akan dibacakan oleh pejabat atau pimpinannya. Isi naskah pidato disesuaikan dengan kegiatan atau acara yang dilaksanakan. Sambutan atau pidato formal dalam bentuk tertulis karakternya lebih ketat dari sisi tata bahasa dan sistematika, sehingga bersifat normatif kadang terasa terdengar membosankan. Berbeda dengan pidato yang dilakukan tanpa teks. Orang yang berpidato lebih bisa berimprovisasi. Tapi, syaratnya, orangnya harus memliki kemampuan public speaking yang baik, menguasa materi yang disampaikan, dan memiliki jam terbang yang tinggi.
Kelima, sebagai sebuah ilmu, baik berbicara maupun menulis pada dasarnya ada teorinya. Di toko-toko buku banyak buku panduan berbicara dan buku panduan menulis. Walau demikian, dalam pergaulan di masyarakat, banyak orang yang lancar berbicara walau tanpa mempelajari ilmu berbicara. Mengapa? Karena selain karena "bakat alam", berbicara (budaya lisan) merupakan sebuah kebiasaan. Berbeda dengan menulis. Walau ilmunya sudah dipelajari pun belum tentu lancar saat menulis, karena memerlukan latihan, jam terbang, dan utamanya minta serta passion dalam hal menulis.
Kadang semakin banyak orang belajar teori menulis, maka semakin takut untuk menulis karena dia terkungkung oleh teori. Seolah menulis harus sempurna seperti yang dia pelajari pada buku pedoman menulis. Padahal, bisa saja orang yang menulis buku teori tentang menulis pun, pada awal dia jadi penulis, dia babak belur. Banyak kesalahan yang dilakukan pada karya tulisnya, tapi dia tidak patah semangat. Dia terus belajar sampai terampil, kemudian terbiasa, sampai menjadi penulis yang hebat.
Keenam, berbicara bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa mempertimbangkan latar belakang dan profesi, sedangkan menulis diidentikkan dengan kegiatan akademik. Menulis identik dengan tugas atau aktivitas pelajar, mahasiswa, guru, dosen, peneliti, dan kalangan intelektual lainnya. Walau pada faktanya, tidak setiap kalangan akademisi dan terdidik, serta intelek lancar dalam menulis. Mungkin saja, karya tulis terakhir yang dibuat adalah tugas akhir sebagai syarat lulus kuliah. Setelah itu, belum mau menulis lagi, malas menulis, atau karena pekerjaannya tidak menuntut untuk banyak menulis.
Berdasarkan kepada 6 hal tersebut di atas, jika orang mau menulis selancar berbicara, maka dia harus mau terus belajar, percaya diri menulis, siap mental menghadapi komentar pedas dan kritikan orang lain. Plus memiliki passion yang tinggi untuk belajar menulis. Kemampuan berbahasa setiap orang memang beragam. Ada yang jago bicara tapi tidak jago menulis. Ada yang jago menulis tapi kurang pandai berbicara. Ada pula yang piawai berbicara sekaligus terampil menulis.
Berbahagialah orang yang jago yang bicara sekaligus jago menulis. Anda adalah orang istimewa karena sedikit orang yang memiliki dua kompetensi ini sekaligus. Tularkanlah kemampuan Anda tersebut kepada orang lain supaya kemampuan Anda semakin berkembang dan semakin bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H