Oleh: IDRIS APANDI
(Praktisi Pendidikan)Â
"Prinsip dasar dari pembelajaran berdiferensiasi adalah tidak ada anak yang bodoh, tetapi guru yang belum menemukan cara terbaik untuk mengembangkan minat dan potensi setiap peserta didiknya."
Seiring dengan diimplementasikannya kurikulum merdeka sebagai bagian dari kebijakan Merdeka Belajar, guru diharapkan mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi. Apakah itu pembelajaran berdiferensiasi?Â
Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang disesuaikan dengan karakter, minat, kebutuhan, dan gaya belajar peserta didik.Â
Ini bukan hal yang mudah dilakukan oleh guru mengingat jumlah peserta didik yang harus dikelola dalam satu kelas belasan bahkan puluhan orang.Â
Hal ini perlu kerja ekstra keras dari seorang guru. Walau cukup sulit, bagi guru yang kreatif, menyukai tantangan, dan mau keluar dari zona nyaman, pembelajaran berdiferensiasi menjadi sebuah peluang untuk belajar dan mencoba hal yang baru untuk memberikan layanan pendidikan seoptimal mungkin kepada para peserta didiknya.
Mengapa guru perlu mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi? Karena setiap peserta didik unik, memiliki kecerdasan yang beragam, dan memerlukan waktu yang beragam dalam menguasai sebuah materi pelajaran.Â
Prinsip dasar dari pembelajaran berdiferensiasi adalah tidak ada anak yang bodoh, tetapi guru yang belum menemukan cara terbaik untuk mengembangkan minat dan potensi setiap peserta didiknya.Â
Oleh karena itu, ketika ada peserta didik yang kesulitan atau belum bisa menguasai sebuah materi pelajaran, maka guru perlu melakukan evaluasi dan refleksi terhadap strategi atau metode pembelajaran yang diterapkannya.Â
Jika misalnya belum sesuai dengan karakteristik dan gaya belajar peserta didik, maka guru harus mencari cara baru yang lebih kreatif untuk menyampaikan materi pelajaran.
Guru pun perlu meminta kesan, masukan, atau saran dari para peserta didiknya terkait dengan caranya mengajar. Selain itu, guru juga perlu bertanya apa harapan dari setiap peserta didiknya agar guru semakin optimal dalam memberikan layanan pembelajaran yang optimal.Â
Kurikulum merdeka menegaskan bahwa pembelajaran harus berpusat kepada peserta didik dan tugas guru yang utama adalah melayani murid-muridnya dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Pada sebuah kelas, tidak tertutup kemungkinan terdapat peserta didik yang memiliki gaya belajar auditori, visual, dan kinestetik. Gaya belajar auditori adalah gaya belajar dimana peserta didik lebih mudah memahami materi pelajaran melalui indera pendengaran (telinga).Â
Gaya belajar visual adalah gaya belajar di mana peserta didik lebih mudah memahami materi pelajaran melalui indera penglihatan (mata). Dan gaya belajar kinestetik adalah gaya belajar di mana peserta didik lebih mudah memahami materi pelajaran melalui gerakan.Â
Seorang peserta didik mungkin saja dapat belajar dengan menggunakan lebih dari satu gaya belajar, tetapi biasanya ada gaya belajar yang lebih menonjol atau yang lebih nyaman dibandingkan dengan gaya belajar lainnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, ada 4 (empat) strategi pembelajaran berdiferensiasi yang bisa dilakukan oleh guru, yaitu; (1) berbasis konten (isi pelajaran), (2) berbasis proses, (3) berbasis produk, dan (4) berbasis lingkungan.Â
Strategi pembelajaran berbasis konten (isi) pada intinya adalah guru menyajikan materi atau bahan ajar melalui sumber atau media yang bervariasi.Â
Bagi peserta didik yang memiliki gaya belajar auditori, guru menggunakan rekaman suara dan media audio-video. Peserta didik juga bisa menyimak penjelasan guru, menyimak temannya yang berbicara atau membacakan sebuah cerita, atau peserta didik membaca buku secara nyaring.
Bagi peserta didik yang memiliki gaya belajar visual, guru bisa menyajikan gambar, video, buku komik/ bergambar, memperlihatkan benda nyata, mengamati benda atau lingkungan sekitar, atau menerapkan metode demonstrasi.Â
Bagi peserta didik yang memiliki gaya belajar kinestetik, guru mengajak peserta didik untuk praktik, menari, melakukan aktivitas jasmani, bermain peran (role play), simulasi, atau melakukan proyek bersama membuat sebuah produk atau karya.Â
Teknisnya pada pembelajaran, guru dapat menyajikan konten-konten tersebut secara bergantian atau bervariasi di kelas.
Pada strategi pembelajaran berdiferensiasi berbasis proses, guru dapat menerapkan beragam pendekatan, strategi, atau metode pembelajaran yang disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan kebutuhannya.Â
Dalam menguasai sebuah matei pelajaran, mungkin saja ada peserta didik yang cukup dengan menggunakan metode ceramah, tetapi ada yang harus dengan metode lainnya.Â
Mungkin saja dengan satu kali instruksi, peserta didik sudah dapat melakukan tugas dari guru, atau harus berulang-ulang, bahkan dibimbing secara perlahan oleh guru untuk bisa menyelesaikan tugas.
Terkait susunan tempat duduk di ruang kelas, upaya yang dapat dilakukan guru misalnya menempatkan peserta didik yang memiliki gaya belajar visual di barisan paling depan dengan pertimbangan agar dapat melihat media pembelajaran lebih jelas, peserta didik yang memiliki gaya belajar auditori pada barisan tengah dengan pertimbangan masih bisa mendengar suara guru, dan peserta didik yang bergaya belajar kinestetik pada barisan belakang dengan pertimbangan agar tidak mengganggu teman-temannya pada barisan depan dan tengah.
Pada saat diskusi kelompok, guru dapat mencoba menyisipkan peserta didik yang memiliki gaya belajar kinestetik ke dalam kelompok peserta didik yang memiliki gaya belajar auditori dan visual dengan pertimbangan supaya suasana diskusi tetap kondusif dan dapat dikendalikan oleh guru.
Pada strategi pembelajaran berbasis produk, guru dapat menugaskan peserta didik untuk membuat proyek atau produk sebagai bentuk atau ekspresi penguasaan materi. Misalnya jika guru mengajarkan manfaat dari singkong sebagai sumber energi, maka guru  dapat menugaskan peserta didik untuk membuat beragam menu olahan yang berbahan dasar singkong, seperti singkong goreng, singkong rebus, tape singkong, kolak singkong, keripik singkong, dan lain-lain.
Pada strategi pembelajaran berbasis lingkungan, guru dapat melaksanakan pembelajaran di dalam ruang kelas, di luar kelas, mengajak peserta didik untuk mengobservasi lingkungan, atau berkunjung ke tempat tertentu.Â
Selain itu, pembelajaran bisa dilakukan secara tatap muka (luring), tatap maya (daring), atau kombinasi tatap muka dan tatap maya (hybrid).
"Pintu Gerbang" Bernama Asesmen Diagnostik
Sebelum guru masuk ke ruang pembelajaran berdiferensiasi, ada "pintu gerbang" yang harus dilewati, yaitu asesmen diagnostik. Apa yang dimaksud dengan asesmen diagnostik?Â
Asesmen diagnostik adalah asesmen yang dilakukan oleh guru untuk mengetahui kemampuan awal, kebutuhan belajar, dan gaya belajar peserta didik. Asesmen diagnostik bisa dilakukan pada awal semester atau sebelum pembelajaran saat peserta didik akan mempelajari materi baru. Â Â
Asesmen diagnostik terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu; (1) asesmen diagnostik kognitif dan (2) asesmen diagnostik non-kognitif. Asesmen diagnostik kognitif bertujuan untuk mengetahui pengetahuan atau kemampuan awal peserta didik terkait dengan materi yang akan dipelajari. Bentuknya seperti pre-test, tanya jawab, kuis, atau games.
Asesmen diagnostik non-kognitif adalah asesmen yang bertujuan untuk mengetahui kondisi psiko-sosial peserta didik. Bentuknya bisa melalui angket, penilaian diri, tanya jawab, wawancara, mempelajari profil peserta didik pada jenjang atau kelas sebelumnya, observasi ke tempat tinggal peserta didik, atau wawancara dengan orang tua peserta didik.Â
Guru juga dapat juga menggunakan emoticon dan meminta peserta didik untuk memilihnya sesuai dengan situasi hatinya pada saat itu. Selain itu, guru juga dapat bekerja sama dengan guru BK atau psikolog (jika sekolah memilikinya) untuk mendapatkan data terkait dengan minat dan potensi peserta didik.
Melalui asesmen diagnostik, guru dapat merancang strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Ibaratnya seorang dokter, sebelum melakukan tindakan atau mengobati pasien, dia ada akan bertanya kepada pasien apa yang keluhannya, bagian tubuh mana yang sakit, sambil memeriksa mata, mulut, denyut nadi, dan jantung dengan stetoskop. Bahkan jika diperlukan, pasien harus dirontgen, tes urine, atau tes darah terlebih dahulu untuk mengidentifikasi penyakit yang diderita pasien.
Melalui pembelajaran berdiferensiasi, peserta didik disamping mendapatkan layanan pembelajaran yang sesuai dengan fitrahnya, juga mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna dan menyenangkan.
Pembelajaran berdiferensiasi menjadi upaya utuk mewujudkan setiap peserta didik unggul, juara, dan berprestasi sesuai dengan potensinya masing-masing.
Pembelajaran berdiferensiasi memerlukan kerja keras dan kreativitas guru dalam melakukannya. Hal ini akan menguras tenaga dan pemikiran guru.Â
Guru perlu belajar cara-cara baru, mencari inspirasi pembelajaran dari beragam sumber, diskusi dalam komunitas belajar guru, diskusi dengan rekan sejawat, dan sebagainya karena setiap guru tentunya memiliki tantangan yang relatif sama terkait pembelajaran, tetapi mungkin mencari solusi melalui cara mereka masing-masing.Â
Di sinilah para guru dapat berbagi pengalaman dan insprasi antara satu dengan yang lainnya.
Belasan bahkan puluhan peserta didik yang ada di kelas menantikan sentuhan dan penanganan yang berbeda dari gurunya. Ini bukan hal yang mudah. Guru harus membagi perhatiannya kepada setiap peserta didik.Â
Jangan sampai ada satu pun anak didiknya yang tertinggal dan luput dari perhatiannya. Apalagi kalau di kelasnya ada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), maka tantangannya akan semakin bertambah.Â
Mengingat keterbatasan guru dalam memperhatikan dan membimbing peserta didiknya, maka team teaching bisa menjadi salah satu alternatif yang bisa dipertimbangkan oleh guru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H