Kasus di atas bisa jadi merupakan sebuah fenomena gunung es dari banyak kasus-kasus perundungan (bully) yang terjadi di sekolah/madrasah.Â
Kasus perundungan atau perpeloncoan saat orientasi peserta didik baru atau penerimaan mahasiswa baru, kasus senior menganiaya junior sampai tewas, kasus perundungan atau perpeloncoan saat kegiatan ekstrakurikuler menjadi potret buram dunia pendidikan kita. Perundungan pun bisa terjadi di tempat kerja, komunitas, lembaga, dan tempat lainnya.
Pelaku perundungan pada umumnya adalah pihak yang merasa punya dominasi, kekuatan, atau kekuasaan terhadap korbannya yang kondisinya dianggap lemah, memiliki kekurangan fisik, kekurangan mental, introvert, atau menyendiri.Â
Perundungan bisa dalam bentuk melukai atau menyakiti fisik (anggota tubuh) korban, menghina, Â mendiskriminasi, mengintimidasi, mengibaratkan manusia dengan benda atau hewan tertentu dengan tujuan untuk merendahkan harkat dan martabatnya, dan sebagainya.
Kemendikbud saat ini tengah bersemangat mengampanyekan pencegahan 3 masalah pendidikan, yaitu; (1) perundungan (bullying), (2) kekerasan seksual, dan (3) intoleransi.Â
Payung hukumnya yaitu Permendikbud Nomor 82 tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan dan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.Â
Proyek Pelajar Pancasila yang saat ini dilaksanakan bersamaan dengan implementasi kurikulum merdeka juga bertujuan untuk membentuk karakter peserta didik yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan, saling menghormati dan saling menghargai antarsesama manusia yang diharapkan berdampak semakin menurunnya kasus perundungan (bullying) dan kekerasan di sekolah/madrasah.
Munculnya kasus kekerasan yang dipicu oleh perundungan tentunya membuat kita prihatin. Kasus perundungan atau kasus kekerasan di lingkungan sekolah/madrasah harus dilihat secara holistik hubungan sebab-akibatnya karena tidak berdiri sendiri.Â
Anak yang tinggal di lingkungan keluarga yang terbiasa dengan perkataan, sikap, dan perilaku kekerasan berpotensi mengikuti hal yang terjadi atau dialami di lingkungan keluarganya.Â
Atau sebaliknya, anak yang menjadi korban kekerasan di rumah akan berubah menjadi anak yang murung, pendiam, dan kurang percaya diri, tapi emosinya bisa "meledak" dan  marah membabi buta saat dia sering mendapat perundungan dari temannya.
Tindakan merundung dianggap sebagai hal yang lumrah di dalam lingkungan yang "mentradisikan" hal tersebut sebagai wujud memunculkan ketaatan atau memunculkan rasa takut dari pihak yang lemah kepada pihak yang kuat.Â