Poin utama P5 adalah pendidikan karakter bangsa dengan berdasarkan Pancasila. Melalui P5 diharapkan muncul generasi bangsa yang mengetahui, memahami, mengimplementasikan, dan melestarikan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.Â
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara, ideologi, dan falsafah/pandangan hidup menjadi ruh, motivasi, inspirasi, sekaligus energi dalam pembangunan bangsa Indonesia.
Kegiatan P5 di satuan pendidikan dilakukan melalui berbagai kegiatan atau disebut proyek yang merupakan penjabaran dimensi, elemen, dan subelemen Pelajar Pancasila. Walau demikian, pada praktiknya satuan pendidikan atau guru jangan sampai salah memahami konsep atau miskonsepsi.Â
Sekali lagi, hal yang perlu digarisbawahi bahwa  subtansi dari P5 tersebut, yaitu pengembangan karakter peserta didik. Bukan terjebak ke dalam berbagai kegiatan acara yang justru bersifat seremonial yang menambah beban kerja guru dan peserta didik tanpa mencapai tujuan yang diharapkan.
Kepala BSKAP Anindito Aditomo pada sebuah video yang dibuat oleh BSKAP pun berpesan bahwa P5 tidak harus menghasilkan produk, kegiatannya tidak harus berbiaya besar, dan tidak harus mengandalkan teknologi.Â
Ukuran keberhasilannya bukan terletak kepada kemeriahan acara atau besarnya biaya yang dikeluarkan, tetapi pengembangan karakter yang dirasakan oleh peserta didik. Hal ini yang perlu dicatat dan dijadikan patokan oleh satuan pendidikan atau oleh guru.
Fakta empirik menunjukkan ada gejala miskonsepsi dari P5 di satuan pendidikan, diantaranya; 1) P5 identik atau didominasi oleh pagelaran seni, menggunakan baju adat, menggunakan panggung, sound system, dan mengundang orang untuk menontonnya. Hal tersebut tentunya memerlukan dana yang tidak sedikit. (2) kegiatan P5 harus dipentaskan dengan label "panen karya", "gelar karya", "ekspo", atau "eksebisi". Hal ini juga tidak lepas dari dana. (3) kegiatan P5 harus dilakukan oleh peserta didik secara berkelompok, karena ada pandangan bahwa proyek adalah pekerjaan yang dilakukan secara berkelompok. (4) Dalam melaksanakan proyek, peserta didik harus menyediakan alat dan bahan. Dan tentunya hal tersebut tidak lepas dari biaya, walau bisa juga menggunakan barang bekas.Â
Persiapan dan pelaksanaan P5 dengan konsep yang seperti itu tentunya akan menguras waktu, biaya, dan tenaga guru dan peserta didik.
Kegiatan-kegiatan tersebut hanya menjadi salah satu alternatif, bukan satu-satunya alternatif kegiatan P5. Bagi satuan pendidikan yang siap dengan SDM, anggaran, dan infrastruktur penunjangnya silakan melaksanakan kegiatan P5 yang sifatnya gebyar, tetapi bagi satuan pendidikan yang kemampuan dan daya dukungnya terbatas, maka boleh menyesuaikan dengan situasi, kondisi, dan kemampuannya. Intinya, P5 jangan dibuat jadi beban bagi satuan pendidikan dan ujungnya membebani peserta didik.
Satuan pendidikan atau guru dapat melakukan kegiatan P5 yang mudah, murah, dan sederhana, tetapi tidak mengurangi maknanya.Â
Sekali lagi, kegiatan P5 jangan terjebak kepada kemasan yang gebyar, terkesan wah atau wow, tetapi jauh atau kurang memperhatikan hakikat, inti, atau substansinya, yaitu membangun atau mengembangkan karakter peserta didik berdasarkan Pancasila. Akibatnya, keberhasilan penyelenggaraan sebuah acara hanya menjadi keberhasilan semu saja, karena tidak menyentuh inti atau substansinya, yaitu perubahan atau pengembangan karakter peserta didik. Dampaknya, tujuan P5 tidak tercapai.