Oleh: IDRIS APANDI
(Praktisi Pendidikan, Penulis Buku Merdeka Belajar melaui Pembelajaran HOTS)
Sejalan dengan implementasi kurikulum merdeka, penguatan literasi, numerasi, serta pembelajaran berdiferensiasi adalah tiga hal yang diharapkan dilakukan oleh guru pada proses pembelajaran. Mengapa demikian? Karena masih rendahnya mutu literasi dan literasi peserta didik.Â
Hasil PISA (Programme for International Student Assessment) yang diselenggarakan oleh Organisation for Co-Operation and Development (OECD) tahun 2018 menunjukkan bahwa kemampuan peserta didik Indonesia pada bidang membaca, sains, dan matematika masih sangat rendah.Â
Dari 79 negara yang disurvei dengan melibatkan 600.000 anak berusia 15 tahun, Indonesia berada pada ranking 74 pada kemampuan membaca dengan skor rata-rata 371.Â
Pada kemampuan matematika, Indonesia berada pada rangking 73 dengan skor rata-rata 379. Dan pada kemampuan sains, Indonesia berada pada ranking 71 dengan skor rata-rata 396.
Begitu pun kaitannya dengan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran dinilai masih banyak berpusat kepada guru (teacher centre) daripada berpusat kepada siswa (student centre).
Siswa masih jadikan sebagai objek pembelajaran dibandingkan dengan subjek pembelajaran. Guru menyusun strategi pembelajaran tanpa diawali dengan penilaian awal (asesmen diagnostik) terhadap peserta didik sehingga strategi pembelajaran berjalan kurang optimal karena tidak sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan peserta didik.Â
Dampaknya, pembelajaran menjadi kurang menyenangkan dan kurang bermakna bagi peserta didik. Implikasinya, tujuan pembelajaran tidak tercapai.
Berdasarkan kepada hal tersebut, maka para guru diharapkan melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi, yaitu pembelajaran yang disesuaikan dengan karakter, minat, kebutuhan, gaya belajar, dan profil belajar peserta didik.Â