Bagi peserta didik yang kuat di kemampuan bercerita, guru menugaskannya untuk bercerta tentang laut atau biota laut baik dalam bentuk fiksi atau pun nonfiksi. Bagi peserta didik yang senang menulis, guru bisa menugaskannya menulis tentang laut atau biota laut dalam bentuk fiksi atau nonfiksi. Bagi yang senang bernyanyi, guru bisa menugaskannya untuk menulis lagu atau menyanyikan lagu yang bertema laut.
Bagi peserta didik yang senang matematika, guru mungkin bisa memberikan tugas berupa soal-soal hitungan atau proyek dengan tema laut. Bagi peserta didik yang senang dengan IPA, bisa berupa penelitian terkait biota laut, dan sebagainya. Bagi yang senang IPS, mungkin bisa diberikan tugas berupa laporan terkait karakteristik alam daerah pesisir pantai, karakteristik masyarakat yang hidup di daerah pesisir, kegiatan ekonomi masyarakat daerah pesisir, dan sebagainya. Dengan demikian, maka proses pembelajaran akan menjadi proses yang menyenangkan dan menantang bagi mereka.
Indikator penilaiannya pun disesuaikan dengan tugas-tugas yang diberikan kepada setiap peserta didik. Oleh karena itu, mereka akan hebat, terampil, dan juara sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Istilahnya, tidak akan ada cerita ikan yang dites naik pohon yang tentunya pasti akan gagal karena metode dan instrument asesmennya yang tidak tepat. Dengan metode asesmen yang tepat, tidak akan ada peserta didik yang tertinggal pelajaran atau dinilai tidak kompeten.
Mungkin hal yang sampaikan terkesan akan merepotkan guru dalam pelaksanaannya dan pelaporan hasil belajarnya. Tetapi kalau pembelajaran terdiferensiasi mau benar-benar dilaksanakan, jangan setengah-setengah. Harus utuh dan menyeluruh.
Menurut saya, guru-guru yang menyukai tantangan, kreatif, dan memiliki resiliensi (keuletan) yang tinggi akan dapat melaksanakan pembelajaran terdiferensiasi dengan baik. Guru harus membuka diri untuk mau belajar bagaimana cara melaksanakan pembelajaran terdiferensiasi dengan optimal.
Hasil dari pembelajaran terdiferensiasi tentunya akan berbeda tetapi sama dengan tetap mengacu kepada capaian pembelajaran atau standar ketuntasan minimal. Maksudnya, walau metode dan instrumen asesmennya berbeda, tetapi secara substansi, tujuan pembelajaran tercapai sehigga pembelajaran yang berorientasi kepada peserta didik benar-benar terwujud.
Wallaahu a'lam.
Oleh: IDRIS APANDI
(Penulis Buku Merdeka Belajar melalui Pembelajaran HOTS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H