Satu strategi pembelajaran yang efektif dilaksanakan pada satu kelas, belum tentu efektif diterapkan pada kelas lainnya mengingat beragamnya kondisi peserta didik dan kapan materi tersebut disampaikan. Jika guru mengajar pada beberapa kelas, maka ada beberapa strategi yang kemungkinan perlu dilakukan.
Menerapkan pembelajaran terdiferensiasi bukanlah suatu hal yang mudah bagi guru. Perlu kerja keras, semangat, dan dedikasi yang luar biasa. Sebelum melakukannya, guru terlebih dahulu harus mengidentifikasi karakteristik, gaya belajar, dan kemampuan setiap peserta didik. Cara yang bisa dilakukan diantaranya dengan asesmen diagnostik.
Asesmen diagnostik terdiri dari asesmen diagnosik kognitif dan asesmen diagnostik nonkognitif. Tujuan asesmen diagnostik kognitif untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik sebelum mempelajari sebuah materi.
Misalnya, sebelum memulai materi pelajaran, guru meminta peserta didik mengerjakan beberapa soal-soal. Hasil dari pengerjaan soal tersebut menjadi dasar bagi guru dalam menentukan strategi pembelajaran yang harus digunakan. Â
Tujaun asesmen diagnostik nonkognitif yaitu untuk mengetahui kondisi dan kesiapan psikologis peserta didik untuk belajar.
Misalnya guru menyebarkan angket, wawancara, kunjungan ke rumah peserta didik, menelusuri latar belakang kondisi keluarga, dan kondisi sosial-ekonomi peserta didik. Guru pun bisa bekerja sama dengan guru wali kelas, guru BK, atau bahkan psikolog untuk mengetahui karakteristik seorang peserta didik.
Di sekolah tertentu, selain ada guru BK, juga ada psikolog dan psikiater yang perannya melakukan penelusuran minat dan bakat peserta didik, mendampingi peseta didik dalam mengatasi kesulitan belajar, dan mengatasi masalah psikologis yang akan berdampak terhadap prestasi belajarnya. Meminta siswa untuk memberikan respon dalam bentuk emoticon yang mewakili perasaannya sebelum pembelajaran dimulai dapat menjadi salah satu alternatif sederhana asesmen diagnostik nonkognitif.
Bak seorang dokter, asesmen diagnostik dilakukan oleh guru agar guru bisa menentukan  "resep pembelajaran" yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik karena semangat pembelajaran yang saat ini digaungkan adalah pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik (student centre).
Menjadikan peserta didik sebagai subjek pembelajaran, bukan hanya sebagai objek. Peserta didik merdeka belajar dengan cara mereka dan merdeka belajar dari beragam sumber belajar. Guru hanya menjadi salah satu sumber belajar saja dan memfasilitasi peserta belajar dari sumber belajar lainnya.
Kalau pembelajaran terdiferensiasi ini mau benar-benar dilaksanakan, maka selain perlakuan guru yang beragam terhadap setiap peserta didik dalam proses pembelajaran, juga terdiferensiasi dalam hal penugasan, proyek, produk, dan asesmen hasil belajar mengingat minat, bakat, dan kemampuan mereka yang beragam.
Misalnya saat peserta didik belajar tentang laut, maka saat guru memberikan tugas kepada peserta didik pun, diberikan beberapa alternatif. Misalnya bagi peserta didik yang suka menggambar, guru menugaskan dia untuk menggambar pemandangan laut atau biota laut.