Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Puasa Bermakna

29 April 2022   14:42 Diperbarui: 29 April 2022   14:59 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan Ramadan tinggal beberapa hari lagi meninggalkan kita. Umat Islam banyak yang sudah sibuk dengan beragam aktivitas jelang lebaran, mulai dari belanja kebutuhan lebaran hingga mudik. 

Kesibukan (duniawi) jelang lebaran diakui atau tidak telah menurunkan kualitas dan kuantitas ibadah Ramadan. Walau demikian, justru bagi sebagian kecil orang, akhir Ramadan adalah momentum mereka untuk semakin meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah. 

Bagi mereka, injury time jelang berlalunya bulan Ramadan adalah kesempatan untuk mengumpulkan pahala ibadah sebanyak-banyaknya karena tidak ada jaminan Ramadan tahun berikutnya Allah memberikan kesempatan waktu atau usia untuk menikmati bulan Ramadan. 

Apalagi bulan Ramadan ada malam lailatulkadar karena nilai pahalanya lebih baik dari seribu bulan. Jelang akhir Ramadan, mari kita mengecek, apakah Al-Qur'an di rumah kita masih berdebu atau nganggur alias belum dibaca? 

Kalau misalnya sudah dibaca, sudah berapa juz yang dibaca? Sebagaimana kita ketahui bahwa pada bulan Ramadan sangat disarankan untuk tadarus Al-Qur'an. Bagi orang tertentu, bulan Ramadan digunakan untuk meningkatkan semangat membaca Al-Qur'an. Bahkan ada yang bisa beberapa kali khatam Al-Qur'an. 

Suatu hal yang sulit dilakukan pada bulan-bulan selain bulan Ramadan disebabkan berbagai alasan seperti sibuk dan malas.

Mari kita mengecek, selama bulan Ramadan ini berapa hari salat Tarawih kita bolong-bolong? Walau salat Tarawih adalah salat sunat, tetapi bukan berarti disepelekan alias dianggap kurang penting. 

Salat tarawih mau dilaksanakan secara berjemaah atau dilaksanakan sendiri (munfarid), mau dilaksanakan sebanyak 11 atau 23 rakaat, tidak menjadi masalah. Yang menjadi masalah itu kalau sama sekali tidak salat tarawih. Mari kita merefleksi apakah semangat sedekah kita meningkat selama bulan Ramadan atau biasa-biasa saja. 

Kita sering mendengar atau membaca keutamaan sedekah atau amal baik di bulan Ramadan. Sedekah pada bulan Ramadan akan diganti oleh Allah dengan pahala yang berlipat-lipat. 

Ini bisa dikatakan menjadi daya tarik agar umat Islam mau meningkatkan sedekah di bulan Ramadan. Tapi apakah hal tersebut sudah menyentuh hati kita untuk meningkatkan sedekah atau amal ibadah lainnya pada bulan suci tersebut? 

Mari kita bertanya apakah puasa yang kita lakukan menjadikan kita sebagai hamba yang semakin pandai bersyukur atas nikmat yang kita terima dari-Nya? 

Selama puasa kita merasakan tidak enaknya lapar dan dahaga. Bukan karena kita tidak punya makanan dan minuman di rumah. Bukan pula kita tidak mampu membeli makanan dan minuman di toko, tetapi karena selama puasa kita dilarang makan dan minum. 

Jika waktu buka puasa tiba, maka kita boleh makan dan minum. Tentunya tidak berlebih-lebihan karena Allah tidak menyukai hamba-Nya yang berlebih-lebihan. Bagaimana dengan saudara-saudara kita yang lapar dan dahaga karena memang tidak memiliki makanan dan minuman? Mereka terpaksa menahan lapar dan dahaga setiap hari. 

Di sinilah perlunya kita bersyukur kepada Allah. Kita lapar dan dahaga dibatasi oleh waktu, sedangkan saudara-saudara yang hidup kekurangan lapar dan dahaganya tidak dibatasi waktu. Dan salah satu wujud rasa syukur kita kepada nikmat Allah adalah dengan cara berbagi makanan dan minuman kepada saudara kita kekurangan. 

Rasulullah SAW mengingatkan umatnya dalam salah satu haditsnya. Beliau bersabda bahwa barang siapa yang memberi makanan kepada orang yang berpuasa, maka dia akan mendapatkan pahala seperti orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikit pun. 

Sikap syukur kita terhadap limpahan nikmat dari Allah akan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita. Allah suda beranji akan menambah nikmat bagi hamba-Nya yang pandai bersyukur dan mengingatkan kepada hamba-Nya yang kurang bersyukur bahwa azab-Nya sangat pedih. 

Berbagi kebaikan sebagai bentuk rasa syukur dimulai dari lingkungan yang paling dekat terlebih dahulu seperti keluarga, tetangga, dan kaum dhuafa di sekitar tempat tinggal kita. 

Pada bulan Ramadan, kita diingatkan untuk menjauhi perbuatan dosa dan lebih banyak berzikir sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Apakah kita pun melakukannya? Mari sama-sama kita bertanya dan merefleksikan diri. 

Saya yakin, kita semua berharap puasa kita diterima oleh Allah. Tapi hanya Dia yang tahu puasa kita diterima atau tidak. Kita hanya bisa berupaya atau berikhtiar agar puasa kita diterima oleh-Nya. 

Dalam hadits Qudsi Allah SWT berfirman. "Puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan pahalanya." Hal tersebut menegaskan bahwa hanya Allah yang memiliki hak prerogatif menerima atau menolak puasa hamba-Nya. 

Nabi Muhammad SAW pun dalam haditsnya telah mengingatkan kita bahwa banyak umat Islam yang berpuasa, tetapi hanya mendapatkan lapar dan dahaga. Hal tersebut menunjukkan bahwa puasa yang dilakukan oleh seorang muslim kurang bermakna. Puasa yang bermakna adalah jika setiap muslim bisa mengambil pelajaran atau hikmah dari puasa yang dilakukannya. 

Bukan hanya sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga mampu mengendalikan diri. Dia menjadikan puasa sebagai sarana untuk mendidik dirinya. 

Dia menjadikan puasa untuk motivasi untuk meningkatkan amal kebaikan, memperbaiki diri, dan menjaga konsistensi (istikamah) beribadah. Inilah yang menjadi tantangan yang paling berat, yaitu konsistensi dalam beribadah. 

Pada bulan Ramadan, mungkin saja seorang muslim bisa rajin beribadah karena terbawa suasana bulan Ramadan. Bagaimana pascaramadan? Idealnya, pascaramadan pun, konsistensi ibadah dapat dipertahankan, tetapi pada kenyataannya hal tersebut sangat sulit, kecuali bagi orang-orang yang memang sudah memiliki mental dan tekad ibadah yang sangat kuat. 

Semoga Allah SWT memberikan kekuatan kepada kita untuk bisa istikamah dalam beribadah dan semoga kita termasuk hamba-hamba-Nya yang mampu mengambil makna dari ibadah puasa pada bulan Ramadan ini. Aamiin yra.

Oleh: IDRIS APANDI (Penulis Buku Aku, Ramadan, dan Literasi dan Buku Iktikaf Literasi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun