Selama puasa kita merasakan tidak enaknya lapar dan dahaga. Bukan karena kita tidak punya makanan dan minuman di rumah. Bukan pula kita tidak mampu membeli makanan dan minuman di toko, tetapi karena selama puasa kita dilarang makan dan minum.Â
Jika waktu buka puasa tiba, maka kita boleh makan dan minum. Tentunya tidak berlebih-lebihan karena Allah tidak menyukai hamba-Nya yang berlebih-lebihan. Bagaimana dengan saudara-saudara kita yang lapar dan dahaga karena memang tidak memiliki makanan dan minuman? Mereka terpaksa menahan lapar dan dahaga setiap hari.Â
Di sinilah perlunya kita bersyukur kepada Allah. Kita lapar dan dahaga dibatasi oleh waktu, sedangkan saudara-saudara yang hidup kekurangan lapar dan dahaganya tidak dibatasi waktu. Dan salah satu wujud rasa syukur kita kepada nikmat Allah adalah dengan cara berbagi makanan dan minuman kepada saudara kita kekurangan.Â
Rasulullah SAW mengingatkan umatnya dalam salah satu haditsnya. Beliau bersabda bahwa barang siapa yang memberi makanan kepada orang yang berpuasa, maka dia akan mendapatkan pahala seperti orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikit pun.Â
Sikap syukur kita terhadap limpahan nikmat dari Allah akan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita. Allah suda beranji akan menambah nikmat bagi hamba-Nya yang pandai bersyukur dan mengingatkan kepada hamba-Nya yang kurang bersyukur bahwa azab-Nya sangat pedih.Â
Berbagi kebaikan sebagai bentuk rasa syukur dimulai dari lingkungan yang paling dekat terlebih dahulu seperti keluarga, tetangga, dan kaum dhuafa di sekitar tempat tinggal kita.Â
Pada bulan Ramadan, kita diingatkan untuk menjauhi perbuatan dosa dan lebih banyak berzikir sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Apakah kita pun melakukannya? Mari sama-sama kita bertanya dan merefleksikan diri.Â
Saya yakin, kita semua berharap puasa kita diterima oleh Allah. Tapi hanya Dia yang tahu puasa kita diterima atau tidak. Kita hanya bisa berupaya atau berikhtiar agar puasa kita diterima oleh-Nya.Â
Dalam hadits Qudsi Allah SWT berfirman. "Puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan pahalanya." Hal tersebut menegaskan bahwa hanya Allah yang memiliki hak prerogatif menerima atau menolak puasa hamba-Nya.Â
Nabi Muhammad SAW pun dalam haditsnya telah mengingatkan kita bahwa banyak umat Islam yang berpuasa, tetapi hanya mendapatkan lapar dan dahaga. Hal tersebut menunjukkan bahwa puasa yang dilakukan oleh seorang muslim kurang bermakna. Puasa yang bermakna adalah jika setiap muslim bisa mengambil pelajaran atau hikmah dari puasa yang dilakukannya.Â
Bukan hanya sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga mampu mengendalikan diri. Dia menjadikan puasa sebagai sarana untuk mendidik dirinya.Â