Penguasaan keterampilan proses guru saat mengajar menjadi faktor penting untuk mewujudkan pembelajaran yang menantang, menyenangkan. Dan bermakna bagi peserta didik.Â
Guru dapat merancang peserta didik ke dalam kelompok-kelompok belajar, menyiapkan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD), menyiapkan masalah yang harus dipecahkan oleh peserta didik, memberikan ruang untuk berkarya menghasilkan produk dalam sebuah proyek, dan sebagainya.
Guru pun sebaiknya melakukan asesmen diagnostik terkait dengan minat dan kecenderungan peserta didik dalam hal literasi dan numerasi. Cakupan literasi cukup luas. Literasi bukan hanya membaca saja, tetapi berkaitan dengan berbagai bidang kehidupan. Oleh karena itu, potensi-potensi atau minat-minat literasi inilah yang perlu difasilitasi dan dikembangkan oleh guru agar setiap peserta didik menikmati dan menyenangi proses belajar.Â
Sedikitnya ada 6 (enam) literasi dasar, yaitu (1) literasi baca-tulis, (2) literasi numerasi, (3) literasi sains, (4) literasi digital, (5) literasi finansial, dan (6) literasi budaya dan kewarganegaraan.
Dalam konteks program penguatan literasi dan numerasi di satuan pendidikan. sekolah dapat menyusun program penguatan literasi dan numerasi dengan berdasarkan pada data rapor pendidikan agar lebih terarah dan sesuai dengan kebutuhan. Pada tahun 2016 digebyarkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS).Â
Setiap sekolah diharapkan untuk menyusun dan melaksanakan berbagai program kegiatan GLS. Beberapa program yang telah dilaksanakan diantaranya pembiasaan membaca buku nonteks selama 15 menit, membuat pojok baca, membuat pohon literasi, mengoptimalkan majalah dinding (mading), mengoptomalkan perpustakaan sekolah, lomba-lomba literasi, festival literasi, atau apresiasi literasi. Saat ini, penguatan literasi dan numerasi semakin menjadi program prioritas dalam peningkatan mutu pendidikan.
Hal yang menjadi tantangannya adalah pada konsistensi pelaksanaan program. Diakui atau tidak, GLS masih banyak yang sebatas formalitas, seremonial, kurang membumi, dan kurang mengakar di kalangan warga sekolah.Â
Bahkan di kalangan kepala sekolah dan guru pun, belum semuanya memiliki perhatian yang serius terhadap gerakan literasi di sekolah. Kadang yang paling sibuk adalah guru yang pernah ditugaskan ikut pelatihan literasi atau guru yang memiliki minat yang tinggi dalam bidang literasi.Â
Oleh karena itu, wajar saja ruh dari literasi belum tecermin dalam pembelajaran dan berdampak terhadap masih rendahnya kemampuan literasi (dan juga numerasi) peserta didik.
Berbagai program pemerintah terkait penguatan literasi pun patut diakui memang ada. Berbagai buku panduan atau pedoman pelaksanaan GLS pun sudah dibuat dan disebarkan ke sekolah, pendidik, dan tenaga kependidikan. Walau demikian, pertanyaannya adalah bagaimana konsistensinya?Â
Apakah ada monitoring dan evaluasinya (monev)? Jika ada monevnya, bagaimana teknis monev? Bagaimana tindaklanjut pascamonevnya? Bagaimana sistem penganggarannya? Bagaimana sarana-prasarana penunjangnya? Bagaimana penyiapan SDM-nya? Dan sebagainya.Â