Para cendekiawan dan ilmuwan zaman dahulu menghadapi tantangan dan keterbatasan sarana dalam menuliskan ide atau gagasannya, tetapi mereka begitu semangat melakukannya sehingga mereka melahirkan karya-karya tulis yang luar biasa bahkan menjadi masterpiece dalam khazanah ilmu pengetahuan. Hal ini seharusnya menjadi motivasi bagi kita yang saat sudah berada pada zaman yang serba mudah dan serba canggih untuk mengikuti jejak mereka bahkan harus lebih produktif lagi dibandingkan dengan mereka dalam hal menulis.
2. Pengembangan Profesi atau Karir
Menulis bisa menjadi sarana untuk pengembangan profesi khususnya bagi guru, kepala sekolah, pengawas, dosen, peneliti, widyaiswara, widyaprada, dan tenaga fungsional tertentu lainnya. Angka kredit dari Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang sesuai dengan tupoksinya menjadi syarat untuk bisa naik jabatan atau pangkat. Bentuknya seperti artikel populer, artikel jurnal, buku, atau laporan penelitian. Tenaga fungsional tertentu yang memiliki kemampuan dalam menulis KTI biasanya proses kenaikan jabatan dan pangkatnya lebih cepat dibandingkan dengan yang tidak atau belum menulis KTI.
Banyak tenaga fungsional tertentu yang terhambat proses kenaikan pangkatnya karena terkendala angka kredit dari KTI. Selain disebabkan karena karya tulis yang mereka buat belum sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan, kendala kemampuan menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan, juga lebih banyak disebabkan oleh rasa malas dalam menulis.Â
Saya yakin, pada dasarnya mereka bisa menulis jika terpaksa. Buktinya, jika dalam kondisi terdesak atau terancam terkena sanksi jika dalam waktu tertentu tidak bisa naik pangkat, maka akan muncul jurus "the power of kepepet" dimana pada akhirnya mereka bisa menulis KTI. Pertanyaannya adalah apakah harus menunggu kepepet dulu untuk mau menulis?
3. Bukti Kapabilitas Keilmuan
Tidak bisa dipungkiri bahwa sebuah tulisan bisa menjadi salah satu ciri kredibilitas keilmuwan seseorang. Seseorang yang didaulat sebagai pakar, ahli, atau tenaga profesional akan sempurna dengan adanya karya tulis yang dihasilkannya dan bisa dibaca banyak orang. Sebuah karya tulis akan menggambarkan keluasan wawasan, kedalaman ilmu, serta tingginya penguasaan kemampuan yang dimiliki oleh seorang ahli atau pakar pada bidangnya masing-masing. Kalau ada yang disebut ahli atau pakar tapi dia sendiri belum menghasilkan sebuah karya, seperti ada yang kurang dari dirinya.
Lalu bagaimana dengan seseorang yang memiliki ilmu atau keterampilan tetapi kurang cakap menuangkannya ke dalam tulisannya. Jangan putus asa. Dia bisa meminta bantuan kepada penulis pendamping (co-writer), editor (penyunting), atau "penulis hantu" (ghost writer). Perbedaannya adalah kalau penulis pendamping (co-writer) dan editor (penyunting), namanya tercantum pada cover buku. Bersanding dengan "penulis" utama.Â
Sedangkan kalau "penulis hantu" (ghost writer), dia hanya bekerja di belakang layar. Namanya tidak akan tercantum pada cover buku. Pembaca tidak akan tahu nama sang ghost writer. Hal ini banyak dilakukan oleh pejabat, tokoh, atau figur publik yang ingin menuliskan memoir atau autobiografinya tapi yang bersangkutan kurang cakap dalam menuliskannya.
4. Meningkatkan Kepercayaan Diri
Seorang pakar, ahli, atau narasumber akan lebih percaya diri jika saat dia presentasi disertai dengan hasil karya yang telah dibuatnya. Â Seorang guru, dosen, atau narasumber akan lebih percaya diri jika dia mengajar atau menyampaikan dari materi yang dia susun sendiri ditambah tulisan misalnya dalam bentuk buku yang dia tulis sesuai dengan materi yang disampaikannya.Â