Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Virtual Public Speaking yang Hebring pada Saat Pertemuan Daring

31 Oktober 2020   21:58 Diperbarui: 31 Oktober 2020   22:14 1744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pandemi Covid-19 yang salah satunya berdampak terhadap ditutupnya atau dibatasinya kegiatan kantor, bisnis, dan aktivitas belajar tatap muka melahirkan sebuah tren atau kebiasaan baru, yaitu bekerja dari rumah (work from home) dan belajar dari rumah (study from home). Seiring dengan hal tersebut, maka pertemuan virtual (virtual meeting) menjadi semakin banyak dilakukan.

Aplikasi video conference (vicon) seperti Zoom, Webex, Google Meet, atau Microsoft Teams menjadi semakin populer dan semakin familiar karena menjadi sarana untuk pertemuan virtual.

Seiring dengan waktu, pertemuan virtual disamping menjadi sebuah alternatif pertemuan jarak jauh (daring/dalam jaringan/online) dan diperkirakan akan menjadi gaya hidup masyarakat di era digital walaupun pandemi Covid-19 telah berakhir.

Mulai level pejabat, aparat, pengusaha, dosen, guru, pelajar, mahasiswa, hingga masyarakat umum mulai terbiasa atau membiasakan diri menggunakan aplikasi-aplikasi vicon tersebut. 

Awalnya banyak gaptek alias gagap teknologi, tetapi dalam perkembangannya, mereka sudah terbiasa melakukannya. Acara-acara yang dilaksanakan secara virtual bukan hanya rapat, seminar, proses belajar, upacara, atau persidangan, tetapi juga acara konser musik, acara pertunjukan, acara amal, hingga acara keluarga seperti pernikahan.

Pertemuan virtual kadang tidak mengenal tempat dan waktu. Bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja. Walau demikian, pada pertemuan formal seperti rapat, diklat, atau seminar jadwalnya sudah ditentukan. Ada pula tata tertib yang harus diperhatikan baik oleh host, moderator, peserta, maupun oleh narasumber kegiatan.

Dalam sebuah pertemuan daring tidak dapat dipungkiri memerlukan kemampuan berbicara di depan publik (public speaking) yang baik. 

Para pelaku yang terkait dengan pertemuan daring antara lain; host, moderator, narasumber/fasilitator, dan peserta. Dalam konteks pembelajaran, pertemuan daring dilakukan antara guru dengan siswa atau dosen dengan mahasiswa.

Secara psikologis, sosiologis, dan teknis, pertemuan daring tentunya berbeda dengan pertemuan secara langsung atau tatap muka. Secara psikologis, saat seseorang mau presentasi pada pertemuan daring, dia harus siap dilihat oleh sekian banyak orang via kamera video, sedangkan dia sendiri tidak bisa melihat kepada semua peserta, apalagi kalau pesertanya banyak. 

Secara sosiologis, pertemuan daring dilakukan minimal oleh dua orang dan maksimal bisa ratusan bahkan ribuan orang yang berada pada tempat atau wilayah yang berbeda. 

Secara teknis, pertemuan daring tentunya memerlukan bantuan alat seperti smartphone, laptop, komputer, dan harus tersedia sambungan listrik serta koneksi internet yang stabil. Selain itu, juga memerlukan tempat duduk yang nyaman untuk mengikuti acara dari awal sampai dengan akhir.

Kaitannya dengan public speaking, secara prinsip tidak ada perbedaan yang substantif antara saat berbicara secara tatap muka dengan berbicara secara daring. 

Hal yang harus diperhatikan antara lain; pilihan kata, intonasi kata, volume suara, raut wajah, bahasa tubuh, nama/identitas yang digunakan, pakaian yang digunakan, serta lingkungan tempat seseorang melakukan pertemuan daring. 

Layaknya berpidato atau berbicara di depan orang banyak, maka host, moderator, atau narasumber harus bisa mampu menyampaikannya dengan baik. Sapaan kepada semua peserta, host, moderator, atau narasumber yang lain mutlak harus dilakukan sebuah etika bertemu dengan banyak orang. 

Jangan seolah bicara sendiri walau secara fisik sedang berada di sebuah ruangan seorang diri. Ingat, ada sekian pasang mata yang memperhatikan kita pada saat presentasi atau berbicara walau ada yang menonaktifkan videonya.

Saat berbicara, pandangan mata diarahkan ke video pada laptop atau smartphone kita, jangan ke layar laptop, agar seolah memandang semua peserta yang hadir. Sebelum presentasi, lakukan check sound terlebih dahulu, apakah suara kita bisa didengar secara baik atau tidak oleh orang lain. 

Pada kondisi sinyal lemah, video terpaksa harus dimatikan agar kualitas suara lebih baik. Jika akan menampilkan bahan tayang, pastikan bahan tayangnya sudah dibuka terlebih dahulu dan harus bisa menggunakan share screen. 

Oleh karena itu, sebelum memulai acara, ada baiknya mengecek segala persiapan dan latihan untuk menghindari kendala pada saat presentasi untuk menunjang kepercayaan diri, karena kalau ada kendala yang tidak diduga sebelumnya, akan berdampak secara psikologis terhadap narasumber. Minimal dia menjadi gugup di hadapan banyak mata yang melihatnya melalui video.

Bagi orang yang pertama kali bicara melalui vicon, tidak bisa dipungkiri ada perasaan gugup walau jam terbang pada pembelajaran atau pertemuan tatap muka sudah banyak. 

Hal itu wajar, karena suasana yang berbeda. Saya pun pernah mengalaminya saat pertama kali bicara pada sebuah vicon. Perlu adaptasi hingga beberapa kali pertemuan hingga akhirnya terbiasa berbicara melalui vicon.

Dari sisi etika, perlu diperhatikan etika saat masuk dan keluar "ruangan maya", etika meminta waktu untuk "keluar" sebentar untuk sebuah kepentingan, misalnya pergi ke toilet atau  mengambil cemilan (apalagi pada vicon yang wewajibkan videonya selalu diaktifkan), kapan harus berbicara, kapan harus diam atau menyimak pembicaraan orang lain, kapan harus mematikan (mute) menu suara (audio) dan kapan harus mengaktifkannya (unmute). 

Hal tersebut biasanya sudah diatur dalam tata tertib pertemuan daring dan disampaikan oleh host atau pembawa acara. Jika ada sesuatu hal memaksa seseorang yang hadir pada vicon harus menutup video, maka tutuplah videonnya agar orang lain tidak merasa terganggu.

Hal yang tidak kalah penting juga perhatikan latar belakang (background) video. Kalau misalnya latar dari tempat asli tidak akan mengurangi nilai atau mengganggu kehidmatan sebuah vicon, maka latar tersebut masih bisa digunakan, tetapi kalau dinilai akan mengganggu jalannnya vicon, maka sebaiknya diganti dengan background virtual.

Pada aplikasi seperti Zoom atau Google Meet terdapat menu untuk mengganti latar belakang yang asli ke latar belakang layar virtual. Walau demikian, dalam memilih latar belakang virtual, perlu melihat relevansi, keserasian, dan konteks acara yang diikuti. 

Minimal jangan membuat orang lain yang melihatnya menjadi gagal fokus, ada unsur SARA, pornografi, kekerasan, atau latarnya justru lebih menonjol dibandingkan dengan orang yang berada di depannya. 

Untuk acara tertentu, panitia sudah menyiapkan background tematik yang akan digunakan oleh semua orang yang hadir pada vicon tersebut. Tujuannya agar seragam dan acara yang dilaksanakan berjalan khidmat. Faktor pencahayaan perlu diperhatikan juga kalau menggunakan latar belakang virtual agar hasilnya baik.

Pada saat vicon, gunakan identitas diri yang asli disertai dengan unit kerjanya agar mudah dikenali oleh panitia, host, moderator, atau peserta yang lain. 

Apalagi pada acara kedinasan atau formal, pencantuman identitas diri yang asli menjadi sangat penting sebagai bentuk etika vicon. Panitia pun ada yang suka menyampaikan aturan atau tata tertib terkait dengan penulisan identitas pada saat vicon. Hal ini disampaikan sebelum vicon dimulai. Bahkan setelah vicon dimulai pun panitia ada yang suka mengingatkan agar peserta yang hadir menggunakan identitas diri yang asli.

Sebagaimana pada pertemuan tatap muka, maka pada saat vicon pun ucapan salam atau sapaan menjadi hal yang penting untuk dilakukan pada saat masuk ke ruang vicon. 

Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengucapkan langsung dengan cara mengaktifkan video, menulisnya pada chat room, atau menekan tombol reaction. 

Pada saat ada kepentingan, misalnya mau ke toilet atau ada kepentingan tertentu, sebaiknya meminta izin kepada narasumber atau host. Begitu pun saat akan meninggalkan vicon lebih awal karena ada kepentingan lain yang harus diselesaikan, maka minta izin adalah hal yang mutlak harus dilakukan oleh yang bersangkutan.

Dalam sebuah vicon biasanya dibuka sesi diskusi atau tanya jawab. Agar tertib, maka para peserta mengacungkan tangan melalui menu raise hand atau menulis di chat room. 

Nanti moderator yang mengatur jalannya proses diskusi atau tanya jawab. Peserta jangan menginterupsi saat narasumber menjelaskan sebuah materi atau sedang menjawab pertanyaan supaya ruang vicon tersebut tidak menjadi gaduh.

Sebagai bentuk apresiasi terhadap presentasi yang memukau atau jawaban yang diberikan dari seorang narasumber, maka para peserta dapat menekan fitur jempol atau tepuk tangan pada menu yang tersedia. 

Pada aplikasi Zoom, fitur tersebut ada pada bagian bawah layar. Tinggal di klik menunya, maka fitur-fitur tersebut akan keluar. Kalau pada aplikasi yang lain menyesuaikan. Oleh karena itu, para pengguna aplikasi vicon harus mengeksplorasi menu-menu yang tersedia agar tidak gaptek.

Bagi seorang narasumber yang memiliki kemampuan public speaking yang memukau, dia akan tetap ditunggu kehadirannya. Penguasaan materi yang baik, penjelasan yang lugas, sederhana, dan mudah dipahami akan menjadi pesona tersendiri bagi para peserta. 

Selain itu, penggunaan humor, kuis, atau ice breaker untuk mencairkan suasana, mengusir kebosanan, atau membuat suasana tidak monoton akan membuat peserta betah mengikuti presentasi hingga tidak terasa waktupun habis. 

Layaknya pertemuan tatap muka, maka seorang narasumber dapat menyapa peserta secara interaktif pada saat presentasi atau pada sesi tanya jawab. Pada saat menutup acara jangan lupa mengucapkan terima kasih dan permohonan maaf jika ada perkataan yang kurang berkenan atau penjelasan yang kurang dipahami oleh peserta.

Berdasarkan kepada uraian tersebut di atas, maka sebuah virtual public speaking yang hebring akan membuat pertemuan daring tidak akan garing, peserta pun tidak akan boring (bosan). Penguasaan bahan yang baik dan pemaparan dengan kalimat yang bening (jelas) membuat peserta tidak pusing apalagi hingga memegang kening. Wallaahu a'lam.

Oleh: IDRIS APANDI

(Penulis Buku Public Speaking for Teacher)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun