Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengamalan Pancasila, Refleksi dari Bulan Ramadan

3 Juni 2019   10:30 Diperbarui: 3 Juni 2019   10:38 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

PENGAMALAN PANCASILA : REFLEKSI DARI BULAN RAMADAN

Oleh:

IDRIS APANDI

(Praktisi Pendidikan, Penulis Buku Kajian Pancasila Kontemporer)

Pada bulan Ramadan 2019 M/1440 H ada hari yang istimewa bagi bangsa Indonesia, yaitu peringatan Hari Lahir Pancasila tanggal 1 Juni 2019. Pada sambutannya, para pemimpin negara melalui pidato yang dibacakan oleh pembina upacara berpesan untuk menjaga, mengamalkan, dan melestarikan Pancasila sebagai ideologi, dasar negara, dan falsafah hidup bangsa Indonesia. 

Hal yang sangat wajar disampaikan oleh mereka, karena secara normatif setiap pemimpin yang bertanggung jawab pastinya ingin mengajak masyarakat yang dipimpinnya kepada kebaikan.

Kaitan antara Pancasila dengan bulan Ramadan, sebenarnya bulan tersebut bisa menjadi refleksi atau cerminan dari pelaksanaan nilai-nilai Pancasila. Pada bulan Ramadan, setiap umat Islam diwajibkan untuk berpuasa. Puasa merupakan bentuk ketaatan kepada perintah Allah Swt. Hal yang menjadi dasarnya adalah keimanan kepada-Nya. 

Puasa merupakan salah satu rukun Islam. Dengan kata lain, kalau mengaku sebagai orang Islam, maka salah satu kewajiban yang harus dilakukannya adalah puasa di bulan Ramadan.

Adapun tujuan akhir dari ibadah puasa membentuk insan yang bertakwa. Hal ini sesuai dengan sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian, puasa menjadi sarana untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan YME.

Bulan Ramadan merupakan bulan yang penuh berkah. Sebuah amal kebaikan dijanjikan akan dibalas oleh Allah dengan pahala yang berlipat ganda. Oleh karena itu, pada bulan suci ini, umat Islam sangat dianjurkan untuk banyak bersedekah sebagai bentuk kepedulian terhadap orang yang kurang mampu. 

"Barang siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga." (HR Tirmidzi).

Sedekah itu membersihkan dan membahagiakan. Membersihkan maksudnya disamping membersihkan harta juga membersihkan hati, dan membersihkan diri dari dosa. 

Membahagiakan maksudnya adalah sedekah merupakan sarana untuk berbagi kebahagiaan dari orang yang diberikan kelebihan rezeki kepada orang yang kurang beruntung. Bahagia bagi yang memberi dan bahagia bagi yang menerima.

Sedekah juga merupakan refleksi dari rasa syukur atas limpahan nikmat yang dianugerahkan Allah Swt kepada seorang hamba. Berkaitan dengan hal tersebut, Allah Swt berfirman "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS Ibrahim : 7). 

Tidak ada dalam sejarah orang yang suka bersedekah hartanya berkurang atau bangkrut, tetapi justru hartanya semakin bertambah banyak, usahanya semakin maju, dan keuntungannya semakin berlipat ganda. 

Mengapa demikian? Karena hal tersebut sudah dijamin oleh Allah sesuai dengan firmannya pada QS Ibrahim ayat 7 tersebut, dengan catatan bahwa sedekah tersebut dilakukan dengan ikhlas.

Sedekah mampu menghindarkan dari musibah dan bencana. Oleh karena itu, jika seseorang tertimpa musibah atau bencana, alangkah baiknya dia pun melakukan introspeksi diri, apakah dia rajin bersedekah atau belum? 

Doa-doa dari orang yang mendapatkan sedekah disamping membuat harta sang pemberi semakin berkah, umurnya panjang, jiwa dan raganya sehat, juga bisa menjadi jalan keselamatan dan terhindar dari musibah dan bencana. Dengan kata lain, sungguh sangat dahsyat keutamaan sedekah, apalagi kalau dilakukan pada bulan Ramadan.

Sedekah sebagai bentuk wujud kemanusiaan dan solidaritas sosial. Hal ini sesuai dengan sila kedua Pancasila, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. 

Orang yang pada dirinya masih ada nilai-nilai kemanusiaan pasti akan tersentuh hatinya saat melihat ada saudara-saudaranya yang kurang beruntung dan tergerak ingin membantunya. 

Kalau pun belum mampu membantu melalui materi, minimal mendoakan agar mereka diberikan kekuatan dan diberikan jalan keluar dari kesulitannya. Dengan kata lain, salah satu cerminan orang yang Pancasilais adalah gemar bersedekah.

Bulan Ramadan mampu menyatukan orang-orang yang awalnya terpisah. Kegiatan salat berjamaah atau buka bersama adalah dua hal yang dapat dilihat secara kasat mata. 

Walau antar ormas Islam ada yang berbeda metode dalam menentukan awal dan akhir puasa, mereka tetap saling menghormati, dan tetap bersatu, tidak berpecah belah. Hal ini sesuai dengan sila ketiga Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia. 

Dari pelaksanaan ibadah puasa, yang dicari adalah persamaannya, bukan perbedaannya, yaitu sama-sama bentuk ketaatan terhadap perintah Allah Swt.

Bulan Ramadan juga menjadikan para pihak yang terkait dengan kegiatan arus mudik dan arus balik lebaran bersatu. Misalnya aparat kepolisian, dinas perhubungan, pengelola jalan tol, petugas kesehatan, petugas kebersihan, dan sebagainya bersatu menyukseskan hal tersebut. 

Makna sukses bagi mereka adalah saat mampu melayani para pemudik dengan sebaik-baiknya. Mudik lancar dan selamat menjadi harapan semuanya.

Untuk menentukan awal dan akhir ramadan, pemerintah (umara) melalui Kementerian Agama melakukan sidang isbat dengan mengundang berbagai ormas Islam (ulama) dan duta-duta besar negara-negara Islam. 

Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan informasi dan kesaksian para petugas pemantau hilal di berbagai tempat yang ditentukan. Hal ini memperlihatkan proses musyawarah. 

Saat semua informasi sudah dihimpun dan dapat dipastikan kebenarannya, maka Menteri Agama mengumumkan secara resmi kapan waktu awal dan kapan akhir Ramadan sebagai tanda masuk ke tanggal 1 Syawal dimana umat Islam bisa merayakan idul fitri.

Selain berkaitan dengan sidang isbat penentuan awal dan akhir Ramadan, masyarakat juga bermusyawarah dalam menentukan pembagian tugas imam salat tarawih, penceramah subuh, hingga petugas (amilin) zakat fitrah. Hal ini sesuai dengan sila keempat Pancasila, yaitu Kerakyatan yang dipimpinan oleh hikmat dalam permusyawaratan/perwakilan.

Jelang akhir bulan Ramadan, umat Islam diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah. Tujuannya disamping untuk menyempurnaan ibadah puasa, juga untuk menyucikan diri atau kembali kepada fitrah. 

Dalam konteks sosial, zakat merupakan bentuk kepedulian dan solidaritas sosial seorang manusia. Zakat yang terkumpul akan dibagikan kepada orang yang berhak menerimanya (mustahiq zakat), utamanya kepada orang fakir dan miskin. Tujuannya agar mereka dapat ikut berbahagia menyambut lebaran.

Dalam konteks kebangsaan, zakat juga untuk menciptakan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat, jangan sampai terjadi kesenjangan sosial antara orang kaya orang miskin, karena semua berhak untuk mendapatkan keadilan dan mendapatkan kesejahteraan sesuai amanat UUD 1945. Hal ini merupakan pengamalan sila kelima Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Berdasarkan kepada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa puasa di bulan Ramadan dapat menjadi refleksi dari pengamalan nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu, pascaramadan, umat Islam diharapkan puasanya mabrur yang ditandai selain dengan meningkatnya ketakwaan kepada Allah Swt, juga menjadi warga negara yang semakin Pancasilais. Wallaahu a'lam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun