Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengamalan Pancasila, Refleksi dari Bulan Ramadan

3 Juni 2019   10:30 Diperbarui: 3 Juni 2019   10:38 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Walau antar ormas Islam ada yang berbeda metode dalam menentukan awal dan akhir puasa, mereka tetap saling menghormati, dan tetap bersatu, tidak berpecah belah. Hal ini sesuai dengan sila ketiga Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia. 

Dari pelaksanaan ibadah puasa, yang dicari adalah persamaannya, bukan perbedaannya, yaitu sama-sama bentuk ketaatan terhadap perintah Allah Swt.

Bulan Ramadan juga menjadikan para pihak yang terkait dengan kegiatan arus mudik dan arus balik lebaran bersatu. Misalnya aparat kepolisian, dinas perhubungan, pengelola jalan tol, petugas kesehatan, petugas kebersihan, dan sebagainya bersatu menyukseskan hal tersebut. 

Makna sukses bagi mereka adalah saat mampu melayani para pemudik dengan sebaik-baiknya. Mudik lancar dan selamat menjadi harapan semuanya.

Untuk menentukan awal dan akhir ramadan, pemerintah (umara) melalui Kementerian Agama melakukan sidang isbat dengan mengundang berbagai ormas Islam (ulama) dan duta-duta besar negara-negara Islam. 

Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan informasi dan kesaksian para petugas pemantau hilal di berbagai tempat yang ditentukan. Hal ini memperlihatkan proses musyawarah. 

Saat semua informasi sudah dihimpun dan dapat dipastikan kebenarannya, maka Menteri Agama mengumumkan secara resmi kapan waktu awal dan kapan akhir Ramadan sebagai tanda masuk ke tanggal 1 Syawal dimana umat Islam bisa merayakan idul fitri.

Selain berkaitan dengan sidang isbat penentuan awal dan akhir Ramadan, masyarakat juga bermusyawarah dalam menentukan pembagian tugas imam salat tarawih, penceramah subuh, hingga petugas (amilin) zakat fitrah. Hal ini sesuai dengan sila keempat Pancasila, yaitu Kerakyatan yang dipimpinan oleh hikmat dalam permusyawaratan/perwakilan.

Jelang akhir bulan Ramadan, umat Islam diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah. Tujuannya disamping untuk menyempurnaan ibadah puasa, juga untuk menyucikan diri atau kembali kepada fitrah. 

Dalam konteks sosial, zakat merupakan bentuk kepedulian dan solidaritas sosial seorang manusia. Zakat yang terkumpul akan dibagikan kepada orang yang berhak menerimanya (mustahiq zakat), utamanya kepada orang fakir dan miskin. Tujuannya agar mereka dapat ikut berbahagia menyambut lebaran.

Dalam konteks kebangsaan, zakat juga untuk menciptakan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat, jangan sampai terjadi kesenjangan sosial antara orang kaya orang miskin, karena semua berhak untuk mendapatkan keadilan dan mendapatkan kesejahteraan sesuai amanat UUD 1945. Hal ini merupakan pengamalan sila kelima Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun