ASESOR BERINTEGRITAS UNTUK AKREDITASI YANG BERKUALITAS
Oleh:
IDRIS APANDI, M.Pd.Â
Widyaiswara Ahli Madya Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP)
Jawa Barat
Akreditasi merupakan salah satu bentuk penjaminan mutu pendidikan, yaitu  penjaminan yang dilakukan secara eksternal. Pasal 1 ayat (5) Permendikbud Nomor 28 Tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) Dasar dan menengah menyatakan bahwa : "Sistem Penjaminan Mutu Eksternal Pendidikan Dasar dan Menengah, yang selanjutnya disingkat SPME-Dikdasmen, adalah suatu kesatuan unsur yang terdiri atas organisasi, kebijakan, dan proses yang terkait untuk melakukan fasilitasi dan penilaian melalui akreditasi untuk menentukan kelayakan dan tingkat pencapaian mutu satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah."
Kegiatan akreditasi dikelola oleh Badan Akreditasi Sekolah/Madrasah (BAN-S/M). Pada pasal 1 ayat (10) dinyatakan bahwa : "Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah yang selanjutnya disingkat BAN-S/M adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan."
Teknis kegiatan akreditasi adalah BAN-S/M menugaskan sejumlah asessor ke sekolah-sekolah untuk melakukan visitasi ke sekolah/madrasah yang telah ditentukan. Tugasnya memotret dan menilai kelayakan sekolah/madrasah dalam menjalankan operasionalnya dengan mengacu kepada 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan (SNP).Â
Untuk menjamin kelancaran dan objektivitas pelaksanaan akreditasi, BAN-S/M pun menyusun Standar Operasional Prosedure (SOP) yang wajib ditaati dan dilaksanakan oleh para asesor.
Satu sekolah/madrasah biasanya didatangi oleh dua orang asesor dan melaksanakan kegiatan selama dua hari. Adapun kegiatan yang dilakukan antara lain: wawancara, telaah dokumen, mencocokkan hasil evaluasi diri yang diisi oleh dengan fakta dilapangan, dan observasi melihat cara guru mengajar di kelas.Â
Setelah data dikumpulkan, dicekros, diolah, dan dianalisis, lalu para asesor menyusun kesimpulan dan rekomendasi kelayakan sebuah lembaga pendidikan. Misalnya A (91-100), B (80-90) dan C (70-79). Sekolah/ madrasah yang nilainya di bawah 70 otomatis termasuk tidak terakreditasi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa status akreditasi disamping menjadi syarat kelayakan bagi sekolah/madrasah, juga menjadi gengsi dan nilai jual bagi lembaga pendidikan yang bersangkutan. Oleh karena itu, menjelang akreditasi, mereka mempersiapkan diri secara matang agar kegiatan berjalan berlancar, sukses, dan hasilnya memuaskan.
Asesor Berintegritas
Pelaksanaan akreditasi agar berjalan dengan baik tentunya diperlukan sosok profesional. Menurut Saya, seorang asesor profesional menguasai beberapa beberapa kompetensi, baik dari sisi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dari sisi pengetahuan, dia mengetahui seluk beluk seputar akreditasi.Â
Misalnya regulasi seputar akreditasi, tujuan pelaksanaan akreditasi, menguasai cara mengisi instrumen akreditasi, cara mengolah data pelaksanaan akreditasi, hingga menguasai cara menyusun laporan akreditasi.Â
Dari sisi sikap, seorang asesor harus memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan berbagai pihak terkait, memiliki etika, sopan santun, tegas, bijak, objektif, siap ditugaskan kemana saja dengan jarak, medan, dan kondisi sekolah yang beragam, dan paling penting adalah MENJUNJUNG TINGGI INTEGRITAS.
Menjadi asesor yang berintegritas, inilah tantangan yang paling banyak dihadapi, karena ada kasus-kasus yang muncul dilapangan justru berkaitan dengan masalah integritas seorang asesor, seperti adanya oknum asesor meminta dilayani lebih dari yang seharusnya, meminta barang atau materi dalam bentuk lain, sehingga memberatkan sekolah yang didatangi.
Walau demikian, ada kalanya sekolah pun memberikan pelayanan terbaik dengan tujuan untuk menghormati tamu yang datang dari jauh, bahkan terkesan memaksakan diri, karena bagi mereka tamu adalah pihak yang harus dimuliakan.
 Dibalik pelayanannya yang maksimal kepada para asesor yang datang ke sekolah, diakui atau tidak, terbersit sebuah harapan bahwa para asesor pun memberikan timbal balik, yaitu proses uji petik dokumen yang lebih luwes dan fleksibel, sikap yang lebih bersahabat, dan memberikan nilai yang "aman", sama atau bahkan lebih baik dari sebelumnya. Diakui atau tidak, nilai atau status akreditasi menjadi gengsi tersendiri bagi sekolah. Dengan kata lain, akreditasi menjadi pertaruhan harga diri bagi sekolah.
Dari sisi keterampilan, seorang asesor tentunya harus memilik keterampilan baik dalam konteks teknis maupun dalam konteks sosial. Keterampilan dalam konteks teknis misalnya mampu mengggunakan laptop, mengunakan beberapa program Office seperti MS Word, MS Excell, MS Power Point, atau program lainnya, serta mampu mengakes internet, karena zaman sekarang internet telah menjadi kebutuhan pokok manusia baik dalam bekerja atau berkomunikasi dengan pihak lain.
Keterampilan dalam kontek sosial, yaitu kemampuannya dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan pihak lain, khususnya warga sekolah yang didatangi, menampilkan pribadi yang simpatik, mampu bekerjasama dengan asesor dalam satu tim, santun, bersahabat, tetapi tetap tegas dan objektif, karena hal ini akan mempengaruhi jalannya proses akreditasi. Asesor yang memiliki keterampilan sosial yang baik akan melahirkan kesan positif bagi warga sekolah yang dikunjunginya.
Dalam konteks penjaminan mutu pelaksanaan akreditasi, seorang asesor yang berintegritas akan berkontribusi terhadap pelaksanaan akreditasi yang berkualitas.Â
Di atas telah saya sebutkan bahwa akreditasi adalah bentuk penjaminan mutu yang dilakukan oleh pihak eskternal, tujuannya mengetahui atau memotret kinerja sekolah dalam mencapai 8 (delapan) SNP dengan mengacu kepada instrumen yang telah ditentukan.Â
Pelaksanaan akreditasi bukanlah mencari-cari kesalahan atau kekurangan sekolah, tetapi bersifat konfirmasi atau klarifikasi berdasarkan instrumen Evaluasi Diri yang sebelumnya diisi oleh sekolah.
Seorang asesor yang berintegritas akan menjaga harkat dan martabatnya, karena tentunya seorang asesor dalam melaksanakan tugasnya harus berdasarkan kepada kode etik. Kinerja seorang asesor disamping akan terlihat pada proses pelaksanaan akreditasi juga ujungnya adalah laporan kegiatan akreditasi yang disusunnya secara sistematis, objektif, dan faktual.Â
Berdasarkan kepada hal tersebut, maka pemerintah, dalam hal ini BAN-S/M perlu merekrut asesor yang memiliki integritas. Selain itu, perlu juga melakukan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi terhadap setiap asesor yang telah melaksanakan tugasnya.Â
Dengan kata lain, penjaminan mutu pendidikan yang berkualitas salah satunya berasal dari proses akreditasi yang berkualitas, dan akreditasi yang berkualitas hanya dapat terlaksana oleh asesor yang berintegritas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H