DEBAT SEBAGAI SEBUAH METODE PEMBELAJARAN HOTS
Oleh:
IDRIS APANDI
(Widyaiswara Ahli Madya LPMP Jawa Barat, Penulis Buku Strategi Pembelajaran Aktif Abad 21 dan HOTS)
Pada saat kampanye pilpres 2019 ini, media sosial, media cetak, dan media elektronik ramai mendiskusikan masalah debat pilpres ke-1 yang dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tanggal 17 Januari 2019 di sebuah hotel di Jakarta.Â
Pascadebat, timses, pendukung, simpatisan, sampai tukang kuli panggul di pasar memperdebatkan beragam hal yang terkait dengan debat antara paslon capres dan cawapres nomor 01 Â Joko Widodo -- KH Ma'ruf Amien dan paslon nomor 02 Prabowo Subianto -- Sandiaga Uno, seperti paparan visi dan misi capres-cawapres, cara menjawab pertanyaan dari moderator, cara menanggapi pertanyaan lawan debat, gerak tubuh, hingga urusan "contekan" yang dibaca salah satu capres.Â
Setelah debat yang pertama, para paslon capres akan mengikuti debat-debat berikutnya, dimana KPU sudah merencanakan sebanyak lima kali debat.
Selain pada pilpres, debat juga digunakan pada pilkada, peilihan ketua senat mahasiswa, pemilihan ketua OSIS, pemilihan kepala desa, bahkan sampai pemilihan ketua RT atau RW. Selain sebagai salah satu tahapan pemilihan, debat juga dilakukan untuk mengetahui kedalaman dan keluasan wawasan masing-masing kandidat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), debat artinya pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing. Jika mendengar kata debat, yang terbayang adalah adu argumen antara kedua belah pihak yang berbeda pendapat berkaitan dengan isu-isu aktual atau kontroversial yang terjadi dalam masyarakat.
Perdebatan yang menarik dalam pandangan penonton adalah perdebatan yang seimbang, masing-masing menyampaikan argumen, alasannya, atau bantahannya secara logis dan rasi0nal dengan bahasa yang lantang, jelas, sistematis, dan tidak emosional, sehingga para penonton dapat menikmati debat yang menarik dan sehat.
Sebelum debat dilaksanakan, biasanya diidentifikasi dan ditentukan topik apa yang paling menarik untuk dijadikan materi debat. Misalnya berkaitan dengan kebijakan pemberlakuan ganjil genap di sejumlah jalan protokol, kemacetan, pelajar tidak boleh membawa kendaraan ke sekolah, kenakalan remaja, masalah penanganan sampah, pencemaran, banjir, korupsi, penegakkan hukum, kemiskinan, pengangguran, dan sebagainya.
Debat menghadirkan dua pihak yang pola pikir atau pendapatnya berseberangan, dipandu oleh seorang moderator yang mengatur lalu lintas debat. Debat tidak bertujuan mencari kesepahaman, kesepakatan, atau kesimpulan bersama, tetapi lebih kepada menggali wawasan, ide, gagasan masing-masing pihak dalam menyikapi sebuah permasalahan, serta tawaran alternatif solusinya. Biarlah penonton atau publik yang nantinya menilai alternatif solusi mana yang lebih logis, rasional, efektif, dan efisien.
Disamping ada orang yang suka berdebat, sebagian orang ada yang kurang menyukai debat, karena yang dilihat hanya perang kata-kata saja antara dua pihak yang berhadapan sehingga terlihat seperti bertengkar, masing-masing pihak tidak mau mengalah, tetap bertahan dengan pendapat masing-masing, sehingga hanya buang-buang waktu saja. Bahkan ada yang mengutip sebuah kata-kata bijak "hindarilah perdebatan walau pun kamu benar."
Para pendiri bangsa seperti Ir. Soekarno, Muhammad Natsir, dan H. Agus Salim adalah seorang orator sekaligus ahli debat yang berkualitas. Mengapa? Karena mereka selain memiliki wawasan, memiliki kepercayaan diri yang tinggi, juga sering mengasah kemampuannya berdebat baik saat rapat-rapat pergerakan kemerdekaan maupun saat berunding dengan penjajah Belanda dan Jepang.
Dalam konteks pembelajaran, debat merupakan salah satu metode yang digunakan oleh dalam pembelajaran. Metode debat biasanya digunakan dalam pelajaran PPKn, IPS, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, atau mata pelajaran yang relevan. Penggunaan metode debat bermanfaat untuk membangun kemampuan berpikir kritis, logis, dan analitis peserta didik.
Sebelum debat dilakukan, guru bersama peserta didik menentukan dan menyepakati topik yang akan diperdebatkan. Akan lebih menarik kalau topik debat berkaitan dengan langsung dengan peserta didik seperti budaya nyontek, kenakalan remaja, penyalahgunaan narkoba, kasus siswi hamil saat jelang ujian nasional, kekerasan di kalangan remaja, dampak penggunaan gawai terhadap pelajar, dan sebagainya. Hindari topik debat yang berkaitan dengan SARA karena akan sangat sensitif serta akan berdampak kurang baik.
Guru bersama siswa lalu menyusun dan menyepakati tata tertib debat seperti waktu yang diberikan kepada masing-masing pihak untuk berbicara, etika menunggu giliran berbicara, etika menanggapi penjelasan lawan debat, dan sebagainya. Pihak yang bertindak sebagai moderator bisa guru atau juga bisa sesama peserta didik. Intinya, seorang moderator harus piawai dalam mengatur jalannya, dan harus tegas terhadap tata tertib yang telah ditetapkan.
Agar sebuah tidak menjadi debat kusir, maka pihak-pihak yang tampil dalam debat harus mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, seperti banyak membaca dan berdiskusi dengan orang lain. Moderator pun harus memahami tugasnya dengan baik. Jangan membiarkan perdebatan berlangsung secara tidak sehat.
Manfaat debat bagi peserta selain membangun kemampuan berpikir secara kritis, logis, kritis, dan analitis, juga melatih untuk mengendalikan emosi, membangun sikap demokratis, belajar  menghargai pendapat orang lain, dan melatih public speaking,  yaitu belajar percaya diri tampil atau berbicara di depan umum, karena bicara di depan umum bukan hal yang mudah. Banyak yang kurang percaya diri, tegang, bahkan "demam panggung", sehingga penampilannya kurang optima dan mengecewakan audience.Â
Kurikulum 2013 mengarahkan agar peserta didik memiliki kemapuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills/HOTS), dan salah satu metode yang dapat digunakan untuk memujudkannya adalah metode debat.Â
Dalam kaitannya dengan kemampuan kognitif, saat debat, peserta didik bukan hanya sekedar mengetahui (C-1), memahami C-2), dan menerapkan (C-3), tetapi juga mampu menganalisis (C-4), mengevalusi (C-5), dan mengkreasi (C-6) argumen-argumen atau solusi dari sebuah persoalan.
Dalam kaitannya dengan sikap, saat debat, peserta didik dapat melatih karakter yang baik seperti santun dan mengendalikan diri. Dalam konteks psikomotor, peserta didik dapat melatih kemampuannya berdebat.Â
Dalam konteks penerapan pendekatan saintifik, peserta didik dilatih untuk mampu menerapkan 5M, mulai dari mengamati atau mencermati perkataan lawan bicara, belajar untuk bertanya, mengumpulkan informasi, menalar, hingga mengomunikasikannya di depan forum. Dan dalam konteks literasi, peserta didik didorong untuk membaca banyak sumber agar dia dapat berdebat secara berkualitas, tidak asal bicara.
Berdasarkan kepada uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa metode debat tidak selalu identik perang kata-kata dan perang urat syaraf, tetapi juga memiliki manfaat untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik dengan catatan dikemas dan diatur secara menarik oleh guru. Wallaahu a'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H