Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Spirit "Kaizen" dalam Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal di Satuan Pendidikan

17 Oktober 2018   14:08 Diperbarui: 17 Oktober 2018   15:19 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Spirit "Kaizen" dalam Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal di Satuan Pendidikan 

Idris Apandi (Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan/ LPMP Jawa Barat)

Belum kompetitif dan belum meratanya akses dan kualitas pendidikan menjadi salah satu PR penting yang harus diselesaikan oleh pemerintah. Semua pihak sudah mafhum bahwa pendidikan merupakan kunci yang sangat penting untuk kemajuan sebuah bangsa. Oleh karena itu, pemerintah dari waktu ke waktu terus berupaya meningkatkan mutu pendidikan.

Pendidikan yang berkualitas merupakan amanat Undang-undang Dasar 1945 dimana salah satu tujuan berdirinya negara ini untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang secara operasional dijabarkan dalam Undang-undang Nomor 20  tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah penerapan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) sebagaimana yang diatur dalam Permendikbud Nomor  28 tahun 2016.

Pada pasal 1 ayat 3 disebutkan bahwa "Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah adalah suatu kesatuan unsur yang terdiri atas organisasi, kebijakan, dan proses terpadu yang mengatur segala kegiatan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah yang saling berinteraksi secara sistematis, terencana dan berkelanjutan."

Sekolah merupakan ujung tombak atau pelaku utama penjaminan mutu pendidikan di satuan pendidikan. Setiap sekolah didorong untuk memenuhi 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan (SNP) secara bertahap. Sekolah di bawah komando kepala sekolah dan pembinaan dari pengawas harus mampu menggerakkan semua warga sekolah untuk membangun komitmen untuk mencapai visi dan misi sekolah.

Membangun komitmen merupakan hal yang sangat penting dalam melaksanakan visi, misi, dan program sekolah, karena tanpa hal tersebut, uraian visi, misi, dan program sekolah hanya akan jadi untaian yang indah diatas kertas, belum dilaksanakan secara nyata. komitmen, kadang mudah diucapkan, tetapi dalam pelaksanannya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Mengapa demikian? Karena hal terebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti; sosialisasi kepada semua warga sekolah, kesadaran setiap individu, keteladanan pemimpin, konsistensi, lingkungan, dan sebagainya.

Komitmen dibentuk oleh adanya kesamaan tujuan, adanya kebutuhan yang sama terhadap pencapaian tujuan, adanya tanggung jawab, serta adanya partisipasi dari semua warga sekolah. Partisipasi muncul jika semua warga sekolah peduli dan diakui, dihargai, dianggap penting keberadaannya, serta adanya pembagian tugas yang jelas. Rasa tidak dianggap atau diabaikan oleh kelompok akan melahirkan sikap apatis, tidak peduli dengan apapun program yang dijalankan dalam sebuah organisasi. Akibatnya soliditas dalam sebuah kelompok akan berkurang. Dampaknya, visi organisasi terancam tidak akan tercapai.

Hal tersebut tentunya tidak diharapkan muncul dalam sebuah organisasi, termasuk sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah sebagai seorang pemimpin dan manajer memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan iklim yang kondusif dan membangun suasana kekeluargaan di sekolah sehingga semua warga sekolah bisa bersama-sama berpartisipasi dan berkontribusi dalam meningkatkan mutu sekolah.

Dalam dunia manajemen di Jepang dikenal filosofi Kaizen. "Kai" artinya perubahan dan "Zen" artinya baik. Jadi Kaizen artinya adalah perubahan menuju masa depan yang lebih baik. Kaizen selalu berupaya melakukan perubahan karena tidak ada capaian yang bersifat sempurna dan permanen. Kaizen Pada dasarnya sama dengan Manajemen Mutu Terpadu (MMT) atau Total Quality Management (TQM).

Menurut Sudarwan Danim (2007:20), sekolah yang menerapkan Kaizen tidak mengenal kuota atau target, tetapi standar. Ketika kuota atau target telah tercapai, hampir dipastikan usaha akan melemah. Sebaliknya, jika yang ditetapkan adalah standar, maka akan terus bertumbuh motivasi orang untuk memenuhi standar itu. Jika standar yang dikehendaki telah dipenuhi, akan ditetapkan standar baru atau awal baru untuk menentukan atas capaian standar lain yang dikehendaki.

Tony Barnes (1998) dalam Danim (2007:20) mengemukakan sepuluh prinsip Kaizen sebagai berikut:

  • Fokus pada pelanggan
  • Melakukan peningkatan secara terus menerus
  • Mengakui masalah secara terbuka
  • Mempromosikan keterbukaan
  • Menciptakan tim kerja
  • Memajemeni proyek melalui tim fungsional silang
  • Memelihara proses hubungan yang benar
  • Mengembangkan disiplin pribadi
  • Memberikan informasi kepada setiap karyawan
  • Memberikan wewenang kepada setiap karyawan

Fokus Pada Pelanggan

Ada ungkapan yang mengatakan bahwa pelanggan adalah raja. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelanggan harus dilayani dengan sebaik-baiknya atau diberi pelayanan prima (service of excellent). Terdapat hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme antara pemberi layanan dengan pelanggan. Dua-duanya saling membutuhkan.

Di lingkungan sekolah, pelanggan kepala sekolah mulai dari guru, tenaga kependidikan, hingga para siswa. Sedangkan pelanggan luar sekolah adalah komite sekolah/ orang tua siswa, dunia usaha dan industri (DUDI), dan dinas pendidikan. Semua pelanggan tersebut harus mendapatkan pelayanan sebaik-baiknya.

Guru memiliki pelanggan para siswa. Guru memiliki tanggung jawab untuk memberikan layanan terbaik bagi para siswanya. Bentuknya antara lain; mengajar sesuai jadwal, mengelola kelas dengan baik, menyajikan materi pelajaran dengan menarik, menantang, dan menyenangkan, menangani perbedaan individual siswa dengan baik, dan sebagainya.

Tenaga kependidikan hingga tenaga keamanan memiliki pelanggan kepala sekolah, guru, dan siswa. Tugasnya adalah mendukung pelaksanaan operasional pendidikan di sekolah, mulai dari masalah administrasi, perawatan sarana dan prasana, hingga menjaga kebersihan, ketertiban, dan keamanan sekolah.

Bagi penyedia layanan jasa yang fokus pada pelanggan, maka senyum puas pelanggan adalah hal yang sangat diharapkan. Di sebuah rumah makan padang, saya pernah melihat tulisan "kalau puas beri tahu teman, kalau tidak puas beri tahu kami." 

Hal tersebut menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan menjadi fokus sang pemilik rumah makan. Kalau ada pelayanan yang kurang memuskan, maka mereka bersedia menerima keluhan atau kritik dari pelanggan demi menjaga kualitas pelayanan dan utamanya agar pelanggan tidak lari ke tempat lain.

Bagaimana dengan sekolah? saya kira sekolah pun perlu menerapkan konsep yang digunakan oleh rumah makan padang tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa eksistensi sebuah sekolah sangat ditentukan oleh jumlah siswa yang belajar di sekolah tersebut. Daya tarik sebuah sekolah selain ditentukan oleh kualitas lulusannya, juga ditentukan oleh kualitas layanan pengelola sekolahnya. Apakah ramah? Cepat? Responsif menerima keluhan pelanggan? Dan sebagainya.

Melakukan Peningkatan Secara Terus Menerus
Sekolah yang fokus pada kepuasan pelanggan tentunya akan meningkatkan kualitas layanan secara terus menerus, baik kualitas SDM-nya maupun kualitas sarana dan prasarananya. Sekolah menyusun program jangka pendek (biasanya 1 tahun), jangka menengah (biasanya 4 tahun), dan jangka panjang (di atas 4 tahun) dan menentukan indikator-indikator pencapaiannya.

Perubahan pun dilakukan mulai dari hal yang kecil sampai dengan hal yang besar. Dari mulai perubahan pola pikir warga sekolah agar lebih baik, penataan lingkungan sekolah agar lebih aman, nyaman, dan bersih, hingga peningkatan kualitas komunikasi antarwarga sekolah agyar tercipta iklim kerja yang kondusif.

Mengakui Masalah Secara Terbuka
Sekolah yang mengakui masalah secara terbuka tidak istilah saling menyalahkan atau saling lempar tanggung jawab ketika terjadi suatu masalah, tetapi melakukan evaluasi bersama, menidentifikasi apa masalahnya dan mencari alternatif penyelesaian masalahnya.

Kebiasaan saling menyalahkan ketika terjadi masalah hanya akan menyebabkan rusaknya iklim kerja di sekolah dan mengurangi rasa kekeluargaan serta kebersamaan antarwarga sekolah. Akibatnya, pelaksanaan program-program sekolah kurang bisa dilaksanakan dengan baik, karena ada pihak yang merasa tersinggung atau dipojokkan akibat masalah tersebut. 

Oleh karena itu, kata kuncinya adalah komunikasi yang baik, bersikap reflektif, mau saling menerima koreksi, semangat bermusyawarah, dan semangat mencari solusi.

Mempromosikan Keterbukaan
Keterbukaan atau transparansi akan menjadi kekuatan dalam manajemen sekolah. Ibarat sebuah judul lagu, "jangan ada dusta diantara kita", hal tersebut perlu juga diterapkan dalam setiap pelaksanaan program sekolah. 

Disamping akan menjadi kekuatan, keterbukaan juga akan mengurangi praduga atau prasangka yang kurang baik antar warga sekola. Keterbukaan akan melahirkan sikap saling percaya diantara warga sekolah.

Seorang kepala sekolah yang menerapkan keterbukaan dalam mengelola sekolah akan dihormati, disegani, dan dicintai oleh guru dan tenaga kependidikan yang di sekolahnya. Terbuka di sini bukan dalam artian terbuka seterbukanya, tetapi terbuka berkaitan dengan informasi yang wajib disampaikan atau diketahui oleh mereka, bukan setiap informasi harus selalu disampaikan kepada mereka.

Menciptakan Tim Kerja
Peningkatan mutu sekolah bukan hanya tanggung jawab seorang kepala sekolah saja, tetapi tanggung jawab semua warga sekolah. Walau demikian, peran kepala sekolah memang sangat penting sebagai seorang pemimpin dan manajer sekolah dalam menggerakkan berbagai potensi sumber daya sekolah.

Dengan kata lain, peningkatan mutu sekolah tidak bisa one man show tetapi butuh tim kerja (team work). Butuh kerja sama, bukan sama-sama kerja. Kesuksesan sekolah bukan hanya dianggap kesuksesan individu kepala sekolah, tetapi keberhasilan tim atau keberhasilan semua pihak yang terlibat, karena pada dasarnya setiap warga sekolah memberikan partisipasi dan kontribusi dalam mewujudkan visi dan misi sekolah. 

Rasa diakui, rasa dihargai, dan budaya apresiasi akan menjadi pelecut semangat warga sekolah untuk bersama-sama, bahu membahu meningkatkan mutu sekolah.

Memajemeni Proyek melalui Tim Fungsional Silang
Dalam peningkatan mutu sekolah, perlu ada pembagian tugas yang kelas sesuai dengan kompetensi masing-masing, agar tim dapat bekerja dengan efektif. Ada yang kuat pada tataran konsep, dan yang siap membantu dengan tenaganya. Istilahnya, ada kelompok pemikir dan kelompok pekerja. Dua kekuatan ini harus dipadukandan disinergikan dalam mencapai visi dan misi sekolah.

Selain mengoptimalkan sumber daya yang ada, sekolah pun dapat bermitra dengan pihak luar, seperti Komite Sekolah, dunia usaha dan dunia industri (DUDI), organisasi profesi, perguruan tinggi, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), Pusat Pengembagan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan sebagainya.

Hal ini karena banyak masalah yang pada akhirnya dibebankan kepada sekolah sebagai basis pembinaan atau pencegahannya seperti peningkatan kompetensi guru, korupsi, narkoba, radikalisme, bencana, lingkungan hidup, kesehatan, dan sebagainya. Tenaga yang dimiliki oleh sekolah belum tentu menangani secara langsung, oleh karena itu perlu bermitra dengan pihak lain.

Memelihara Proses Hubungan yang Benar
Memelihara proses hubungan yang benar sangat dibutuhkan dalam sebuah organisasi, termasuk sekolah. Salah satu upaya membina hubungan adalah melalui komunikasi efektif antarwarga sekolah. Sekolah perlu melakukan rapat baik yang diprogramkan, misalnya sebulan sekali, briefing seminggu sekali maupun disesuaikan dengan kebutuhan.

Dengan kecanggihan perangkat teknologi saat ini, komunikasi bukan lagi masalah yang sulit. Hampir setiap orang memiliki HP atau smartphone. Grup-grup chat di WA bisa menjadi sarana efektif berkomunikasi, menyebar informasi, dan berdiskusi, dan "rapat virtual" jika rapat tatap muka sulit untuk dilakukan.

Mengembangkan Disiplin Pribadi
Sebuah pepatah bijak mengatakan "disiplin adalah kunci kesuksesan." Saya yakin semua juga setuju dengan hal tersebut, walau pada kenyataannya untuk menerapkan disiplin bukan hal yang mudah diterapkan. Diakui atau tidak, bangsa Indonesia termasuk bangsa yang tingkat disiplinnya masih rendah. Aturan dan rambu sudah dibuat, tapi masih banyak dilanggar. Mengapa? Karena manusianya yang belum disiplin dan masih rendahnya penegakkan hukum sehingga belum memberikan efek jera kepada pelaku.

Untuk masalah disiplin, bangsa Indonesia harus banyak berguru kepada negara seperti Jepang atau Korea Selatan yang terkenal dengan kedisipinan warga yang sangat tinggi. Oleh karena itu, mereka menjelma menjadi negara yang maju dan punya daya saing yang tinggi.

Disiplin memang harus dimulai dari diri sendiri. Kita tidak mungkin meminta orang lain untuk disiplin kalau diri sendiri belum disiplin. Sebuah peribahasa mengatakan bahwa "satu perbuatan lebih utama dari 1000 kata-kata." Dengan kata lain, disiplin perlu ada contoh teladan. Seorang kepala sekolah jika ingin diturut oleh anak buahnya, maka dia harus menjadi contoh teladan dalam disiplin. Begitu pun guru, harus menjadi contoh teladan bagi siswanya.  

Memberikan Informasi kepada Setiap Karyawan
Di era keterbukaan dan kecanggihan teknologi seperti saat ini, setiap informasi dapat dengan mudah menyebar ke berbagai belahan dunia. Dengan adanya dunia maya, peristiwa yang terjadi di sebuah tempat, dalam hitungan detik dapat dengan mudah diakses dan diketahui oleh netizen. Mentalitas copy-paste (copas) dan "share" semakin mempercepat laju sebuah informasi di dunia maya.

Dalam tata kelola sekolah pun, kepala sekolah perlu memberikan informasi kepada guru dan para stafnya agar dapat diketahui, dipahami, dan dilaksanakan. Grup WA sekolah menjadi sarana yang mudah untuk menyebarkan informasi. Walau demikian, perlu digarisbawahi bahwa informasi yang disebarkan sebaiknya yang ada relevansinya dengan pendidikan. jangan sampah grup WA sekolah menjadi "keranjang sampah" karena berbagai informasi masuk ke grup tersebut. grup WA sekolah bukan hanya sebatas sarana komunikasi dan informasi, tetapi juga harus menjadi sarana edukasi pada anggotanya.

Memberikan Wewenang kepada Setiap Karyawan
Dalam upaya mewujudkan visi dan misi sekolah, setiap guru dan tenaga kependidikan perlu diberikan tugas dan wewenang agar tidak terjadi overlap pekerjaan. Mereka pun diberikan ruang untuk berekspresi, berinovasi, dan memperlihatkan kreativitasnya. Walau demikian, kepala sekolah tetap perlu melakukan pengawasan sekaligus pembinaan kepada mereka, agar pekerjaan yang dilakukan berada pada track yang seharusnya.

Wewenang perlu disertai dengan tanggung jawab agar wewenang yang telah diberikan tidak disalahgunakan, karena hal tersebut disamping akan menurunkan kepercayaan juga akan merusak kerja tim yang telah susah payah dibangun. Banyak organisasi yang akhirnya kurang sehat karena ada oknum yang suka menyalahgunakan wewenang. Dengan demikian, setiap anggota tim perlu memiliki integritas yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya.

Filosofi "Kaizen" mungkin masih terdengar asing dalam telinga kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan sebagai "ruh" peningkatan mutu sekolah. Oleh karena itu, perlu disosialisasikan dan dipelajari oleh mereka, karena hal ini akan sangat membantu mereka dalam membangun komitmen dalam melaksanakan SPMI, dan membangun pola pikir bahwa peningkatan mutu perlu dilakukan agar sekolah mampu mencapai visi dan misinya, kompetitif, serta mampu memenuhi 8 (delapan) SNP.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun