Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Karakter Itu Sederhana, Lakukan Melalui Keteladanan

30 Agustus 2018   15:52 Diperbarui: 30 Agustus 2018   16:28 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak pemimpin mengampanyekan hidup sederhana, tetapi nyatanya banyak bergelimang harta dan berfoya-foya, kurang peka dan empati terhadap rakyatnya yang hidup kesusahan. 

Banyak pemimpin mengampanyekan pentingnya supremasi hukum, sedangkan mereka sendiri suka mempermainkan hukum. Banyak Pemimpin menyatakan hidup harus tertib, patuhi prosedur, tetapi justru mereka ada yang suka melanggar, tidak mau antri, dan sebagainya. Banyak pemimpin mengatakan harus jujur, tetapi justru banyak yang terlibat korupsi karena serakah. Itulah anomali-anomali yang terjadi sehingga pemimpin kurang berwibawa di hadapan rakyatnya.

Begitupun di lembaga pendidikan sebagai lembaga yang seharusnya menjadi model implementasi pendidikan karakter, nilai-nilai karakter belum benar-benar terinternalisasi dengan baik. Budaya sadar kebersihan, budaya disiplin, budaya peduli lingkungan, budaya malu, budaya tanggung jawab, budaya empati, dan budaya bersaing secara sehat belum secara nyata dan secara konsisten diaksanakan.

Para ahli saat ini sah-sah saja mengembangkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi penerapan pendidikan karakter di satuan pendidikan. Hal tersebut wajar sebagai sebuah kajian akademik, tetapi yang paling utama adalah implementasi dan keteladanan dari pemimimpin dan orang-orang dewasa. Pendidikan karakter jangan hanya kegiatan yang pada akhirnya bersifat administratif dan kurang berdampak dalam membangun karakter bangsa.

Sebuah ungkapan bijak mengatakan bahwa "satu perbuatan lebih utama dari seribu kata-kata." Hal itu menunjukkan pentingnya keteladanan dalam mendidik karakter. Keteladanan menjadi sebuah kekuatan untuk menggerakkan arus perubahan kea rah yang lebih baik. Keteladanan menjadi corong "kampanye senyap" gerakan penguatan karakter. Tidak terdengar suaranya, tapi ada, terlihat nyata, serta memiliki kekuatan yang luar biasa.

Mengapa negara Jepang terkenal memiliki karakter yang kuat? Karena karakter selain diajarkan sejak dini, juga dicontohkan oleh orang tua. Misalnya bagaimana cara menghormati orang tua, bagaimana bersikap sopan dan santun kepada sesama manusia, bagimana cara menanamkan budaya malu dan tanggung jawab, bagaimana cara menghormati hak-hak orang lain, mandiri, dan sebagainya. Hal tersebut berproses sehingga terinternalisasi ke dalam diri masing-masing.

Sebelum menjadi budaya, karakter-karakter yang baik memang harus diajarkan dan dibiasakan. Misalnya ajar anak cara untuk mengantri, lalu biasakan antri ketika di tempat umum. Setelah dibiasakan, maka dimanapun dia tetap antri. Dan itulah yang terjadi pada masyarakat Jepang. Pendidikan karakter diajarkan dan dibiasakan sejak dini, ditambah dengan adanya teladan orang tua dan pemimpin.

Beberapa waktu viral foto supporter Jepang yang sedang membersihkan sampah pada saat piala dunia Russia 2018 dan Asian Games 2018 di Jakarta Palembang. Mereka tidak banyak teriak-teriak tentang pentingya menjaga kebersihan, tetapi langsung beraksi, menginisiasi, mempelopori, dan meneladankan menjaga kebersihan dan peduli lingkungan.

Berbeda dengan di Indonesia, ada plang dilarang membuang limbah dan sampah di selokan dan sungai pun masih tetap saja ada yang nakal melakukannya, tidak sadar terhadap dampaknya di masa depan. Padahal undang-undang ada, sanksinya juga ada, tetapi tidak dilaksanakan. 

Banyak orang yang secara sadar melakukan kesalahan berjamaah. Misalnya ada yang menerobos lampu merah, malah ikut-ikutan, karena orang lain pun melakukannya. Kadang kucing-kucingan dengan aparat untuk menghindari sanksi. Selain itu, rendahnya penegakkan hukum menjadi sebab hukum kurang memiliki wibawa dan tidak dihormati.

Ada agadium yang menyatakan bahwa "hukum di Indonesia dibuat untuk dilanggar." Dan itulah realita yang banyak terjadi. Setiap tahun ratusan perangkat perundang-undangan dibuat, tetapi hanya terkesan jadi macan kertas saja, indah dalam konsep, tetapi runyam dalam pelaksanaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun