SPMP dilaksanakan dalam rangka upaya mencapai 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan (SNP). Sebagai payung hukumnya, Mendikbud menerbitkan Permendikbud Nomor 28 tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) Dasar dan Menengah. Pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa "Penjaminan Mutu Pendidikan adalah suatu mekanisme yang sistematis, terintegrasi, dan berkelanjutan untuk memastikan bahwa seluruh proses penyelenggaraan pendidikan telah sesuai dengan standar mutu."
Pada pasal 1 ayat 3 disebutkan bahwa "Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah adalah suatu kesatuan unsur yang terdiri atas organisasi, kebijakan, dan proses terpadu yang mengatur segala kegiatan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah yang saling berinteraksi secara sistematis, terencana dan berkelanjutan."
SPMP terdiri dua bentuk, Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME). SPMI dilakukan secara mandiri oleh sekolah melalui Evaluasi Diri Sekolah atau mengisi Rapot Mutu. Tujuannya untuk mengetahui sejauh mana ketercapaian SNP di satuan pendidikan. SPMI dilakukan dalam bentuk siklus  melalui 5 (lima) tahapan sebagai berikut: (1) pemetaan mutu, (2) perencanaan pemenuhan mutu, (3) pelaksanaan pemenuhan mutu, (4) monitoring dan evaluasi pemenuhan mutu, dan (5) penentuan strategi pencapaian mutu yang baru.
SPME dilaksanakan melalui kegiatan akreditasi yang dilakukan oleh pihak assessor yang berkunjung ke satuan pendidikan. Tim Assessor akan melihat kesesuaian antara instrumen evaluasi diri yang sebelumnya diisi sekolah dengan kenyataan di lapangan. Mereka melakukan telaah dokumen, uji petik, wawancara, dan observasi baik observasi lingkungan maupun observasi pembelajaran. Idealnya, antara hasil SPMI dengan hasil SPME tidak akan jauh berbeda, karena SPMI merupakan sebuah persiapan dan pengondisian menuju SPME. Dengan kata lain, jika SPMI di sebuah satuan pendidikan baik, maka SPME-nya pun akan baik.
Sebagai bingkai penjaminan mutu pendidikan, menurut Saya, ada beberapa nilai karakter yang ditanamkan, antara lain;
Pertama, organisasi pembelajar. Satuan pendidikan yang melakukan penjaminan mutu pendidikan akan menjelma menjadi organisasi pembelajar. Warga sekolah, mulai dari kepala sekolah, guru, hingga staf administrasi memiliki semangat untuk mengetahui, memahami, dan melaksanakan penjaminan mutu pendidikan dalam rangka mencapai 8 SNP.
Sebagai pembelajar, warga sekolah terbuka terhadap hal-hal baru sepanjang hal tersebut bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan yang berdampak terhadap peingkatan kinerja sekolah.Â
Tujuan akhir dari layanan pendidikan adalah dihasilkannya lulusan yang kompeten dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Untuk  mewujudkan hal tersebut, tentunya para pembeli layanan pendidikan, seperti kepala sekolah (layanan kepemimpinan dan layanan manajerial), guru (layanan pembelajaran) ditopang dengan staf administrasi (layanan administratif) harus kompeten.
Jantung dari layanan pendidikan di sekolah tentunya adalah proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Oleh karena itu, pemerintah menyadari terhadap pentingnya peningkatan profesionalisme guru yang ditindaklanjuti dengan berbagai pelatihan, bimbingan teknis (bimtek) dan sebagainya.Â
Hasil yang diharapkan dari kegiatan tersebut adalah lahirnya guru yang berkualitas, kreatif, dan inovatif, serta mampu menyajikan pembelajaran yang bermakna bagi siswa.
Kedua, membangun komitmen. Peningkatan mutu pendidikan di satuan pendidikan memerlukan komitmen semua warga sekolah. Tidak hanya mengandalkan pihak-pihak tertentu. Oleh karenanya, hal yang pertama kali harus dibangun adalah komitmen bahwa peningkatan mutu merupakan sebuah kebutuhan sekaligus tuntutan untuk meningkatkan daya saing satuan pendidikan.