Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Islam dan Komunikasi Efektif

1 Juli 2016   00:00 Diperbarui: 1 Juli 2016   00:50 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada iklan tersebut diceritakan ada dialog antara seorang ayah, ibu, dan anak. Sang anak menyampaikan kepada sang ayah bahwa tetangganya akan nyalon menjadi ketua RW, sambil memperlihatkan foto tetangganya tersebut. “Oooohhhh nyalon..” kata sang ayah sambil melihat foto tetangganya tersebut. Sang istri pun menimpali, “nyalon ya pah,”. Lalu besoknya, sang ayah pergi ke salon dan mempermak rambutnya sama persis dengan gaya rambut tetangganya. Melihat hal tersebut, sang ibu kaget dan langsung pisan. Padahal yang dimaksud nyalonoleh sang anak dan sang istrinya adalah meminta sang ayah atau suaiminya untuk mencalonkan diri menjadi ketua RW.

Berkaca dari iklan tersebut diatas, maka perkataan yang jelas atau fasih sangat diperlukan agar tidak terjadi kesalahpahaman. Bahkan, kalau perlu ada konfirmasi dari komunikator apakah komunikan memahami atau tidak masalah yang disampaikan? Bisa juga komunikan bertanya kepada komunikator tentang maksud pesan yang disampaikannya. Dengan demikian, maka potensi miskomunikasi dapat diminalisasi.

Orang tua, guru, para penceramah, para pemimpin, dan setiap orang pada umumnya harus memiliki memiliki kemampuan untuk berbicara secara jelas agar mudah dipahami oleh anak, murid, rakyat, atau lawan bicaranya. Gaya bicaranya pun harus disesuaikan dengan bahasa yang dapat dipahami oleh penerima pesan. Berbicara di depan anak-anak tentunya berbeda dengan berbicara di depan orang dewasa. Berbicara di depan petani di kampung berbeda dengan bicara di hadapan akademisi. Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung, itulah prinsip yang harus dipegang ketika berbicara alias harus dapat menyesuaikan diri.

Berkata Baik (qaulan ma’ruufan)

“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akhlaknya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai  pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.”(QS An-Nisa : 5).

Komunikasi yang baik perlu dilakukan dengan kata-kata yang baik. Ketika kita ingin menyampaikan sebuah maksud, tujuan, menasehati, atau mengoreksi kesalahan orang lain, pilihlah kata-kata yang baik, kata-kata yang tidak menyinggung perasaan orang lain, agar di satu sisi, maksud atau tujuan tersampaikan, dan di sisi lain, tidak menyinggung perasaan orang lain. Intinya, sebuah maksud atau tujuan yang baik, harus disampaikan dengan cara atau kata-kata yang baik.

Sebuah Peribahasa mengatakan “mulutmu harimaumu.” Maksud dari pribahasa tersebut adalah hati-hati dengan perkataan kita, karena perkataan bisa lebih tajam dari pedang. Luka karena benda tajam mudah diobati, tapi sakit hati karena kata-kata yang tajam bisa bertahun-tahun bahkan seumur hidup.

Berkata Hormat/Mulia (Qaulan Kariiman)

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”(QS Al-Isra : 23).

Setiap orang pada dasarnya ingin dihormati. Serendah apapun posisi seseorang, dia tidak ingin dinistakan. Dalam hal berkomunikasi pun perlu disampaikan dengan prinsip saling menghormati. Seorang anak, walau pun sudah sukses, pendidikannya lebih tinggi dari orang tuanya, tetap dia wajib hormat kepada orang tua dan guru-gurunya. Begitu pun kepada rekan sejawat dan orang yang posisinya lebih rendah baik secara keilmuan maupun secara ekonomi harus tetap rendah hati.

Sikap kita menghormati orang lain akan dibalas penghormatan dari orang lain juga. Sebuah pepatah mengatakan “Anda sopan, kami segan”. Sikap hormat akan melahirkan wibawa dan rasa segan dari orang lain. Auranya terpancar dari tutur katanya yang sopan, sikapnya yang santun, dan wajahnya yang selalu menebar senyum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun