Mohon tunggu...
Mh Firdaus
Mh Firdaus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Penulis dan Traveler amatir. Menggali pengetahuan dari pengalaman terus membaginya agar bermanfaat bagi banyak khalayak..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Healing Tipis-Tipis ke Yogya

3 Desember 2024   07:51 Diperbarui: 4 Desember 2024   16:24 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasar Ngasem

Beraneka ragam makanan tradisional di pasar Ngasem menarik pengunjung (Sumber: dok. pribadi)
Beraneka ragam makanan tradisional di pasar Ngasem menarik pengunjung (Sumber: dok. pribadi)
Jum'at, 15 November 2024, kicau burung menyambut hari. Kesejukan pagi dan lengangnya jalan Soropadan, Condongcatur, depan penginapan Arah Living, mendorongku berlari pagi. Olah raga pagi membuatku segar secara pyisik dan mental, siap berhealing ria hari ini.

Pagi ini, kami berburu sarapan di pasar Ngasem. Ini pertama saya berkunjung sehingga tak sabar mencicipi kuliner tradisonal Yogya. Sesampainya, pasar ramai dengan pengunjung dan penjual serta warga sekitar. Dari kostumnya, sebagain besar pengunjung datang dari luar kota. 

Beragam penjual dan makanan tradisional tersebar di pojok-pojok lapak. Ada pecel, bakpia yang dikukus fresh, nasi rames khas jawa, bubur sumsum, lepet, rengginang dan jajanan khas Jawa lain yang asing bagiku.

Saya bingung dengan aneka ragamanya makanan tersaji. Rata-rata harganya murah untuk standar wisatawan luar Yogyakarta. Di satu sudut lapak, pengunjung mengantri membeli makanan dengan piring berbalut daun pisang di tangan. Saya panasaran dan kudekati antrian. Ternyata, mereka mengantri nasi rupa-rupa khas Jawa yang berharga murah. Mereka mengambil nasi dan lauk seperti; telor ayam kampung, tahu bacem, krecek dll.

Setelah berkeliling, saya membeli pecel lontong dengan kue tradisional lain. Rasanya enak, khas pecel dengan kacang racikan Yogya. Kami makan di tempat bergaya Joglo depan pasar belaskan tikar. Di situ, tersedia kursi dengan meja yang dikelilingi pohon dan baris parkir motor dan sepeda. 

Lokasinya tertata rapi. Terlihat di berbagai pojok, kelompok orang bersenda gurau sambil menikmati sarapan. Pasar ini menjadi desa wisata penduduk setempat dan sebagai tujuan wisata.

Pengunjung luar Yogyakarta ramai memenuhi pasar (Sumber: dok. pribadi)
Pengunjung luar Yogyakarta ramai memenuhi pasar (Sumber: dok. pribadi)

Ullen Sentalu

Meski beberapa kali ke Yogya, saya baru mendengar nama Ullen Sentalu. Ia adalah museum sejarah kebudayaan Jawa terletak di dataran tinggi bernuansa magis. Alamatnya di Jln Boyong, Kaliurang, kec. Pakem, kab. Sleman. Namanya marupakan akronim ujaran falsafah bahasa Jawa berarti, "Ulating Blencong Sejatining Tataraning Lumaku", bermakna "terang adalah penuntun jalan kehidupan".

Lama aku mengeja arti istilah itu di benaku. Selain kedalaman makna, ia juga penggambaran protret era masyarakat Jawa alami. Musium menggambarkan sejarah Jawa dari masa ke masa yang penuh symbol dan laku ajar hidup bagi manusia. Ada tiga kategori harga bagi pengunjung guna menikmati sejarah Jawa di musium. Perbedaan itu terkait dengan fasilitas informasi, lokasi kunjungan, benda-benda (lukisan, keris, patung, pakaian, senjata dan pernak pernik peninggalan lain) sebagai pembeda kunjungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun