Kuliner Gudeg Yang Viral
Jam tanganku menunjukkan pukul 18.30 malam. Setelah istirahat di penginapan asri "Arah Living", daerah Soropadan, Condongcatur, Kec. Depok, Yogyakarta, kami bersiap kuliner nasi Gudeg viral bernama "Permata". Anak-anak muda tak suka gudek "Yu Jum". Mereka bilang rasanya sudah old test, terlalu manis. Di medsos, muncul warung gudeg yang pembelinya ngatri, kayak mengambil bansos.Â
Rata-rata jam operasi dari jam 20.00 -- 12.00. Beberapa warung gudeg yang viral terletak di beberap titik. Gudeg Permata berlokasi di Jalan Gajah Mada Nomor 2, Gunungketur, Pakualaman, Kota Yogyakarta, salah satunya.
Lokasinya di pinggir jalan raya, dekat lampu merah. Meski tempat parkirnya sempit, pelanggannya tak pernah sepi. Menjelang pukul 19.30, sesaat menjelang jam 20.00 waktu awal buka, pengunjung antri menunggu.
Karena takut tak mendapat kursi, selepas magrib, kami berangkat ke sana. Sesampainya baru jam 19.15 menit, dan warung masih tutup. Di sampingnya ada apotik dengan tulisan di parkiran, "Pengunjung Gudeg, dilarang parkir di sini". Ini menunjukkan begaimana pelanggan gudeg Permata meluber hingga ke apotik.
Kami menyebar mencari kesibukan menjelang pukul 20.00. Saya ngacir ke angkringan sebelah Toserba dan memesan kopi hitam dan tahu bacem mengisi perut kosong. Baru tiga seruput kopi, HPku berdering, "Mas cepat ke sini, ini warung sudah buka. Tempat dudunya terbtas, nanti tidak kebagian loh...", suara temanku di HP. Aku bergegas membayar kopi hitam dan tahu bacem. "Berapa Pak?", tanyaku. "Tiga ribu rupiah saja dek", jawabnya enteng. Terkejut aku dengan harganya yang murah.
Sesampai di warung, beberapa kursi dan meja sudah terisi pengunjung lain. Kami duduk melingkar di meja dan kursi depan. Warung ini memiliki 6 meja dan kursi. Di depannya ada meja dan plastik pernutup bagi gudeg, krecek, telor, ayam, dsb.
Lima menit kemudian, datang mobil box berisi gudeg dan lauk pauk lain. Secepatnya pemilik menyandingkannya di meja berpenutup plastik tebal, berduyun-duyun pelanggan hadir mengerubuti meja yang penuh lauk. Seorang pelayanan gercep mencatat pesanan pelanggan yang baru hadir. Seorang perempuan dan laki-laki sigap menata gudeg di meja tertutup plastic.
Aku memesan gudeg dengan ayam kampung. Laparku terobati di waktu yang pas. Rasanya gurih dan enak serta cocok dengan lidahku yang tak menyukai manis berlebihan. Semua temanku meminta tambahan lauk. Setelah ditotal, harga pesanan setiap orang sebesar Rp 30.000,- Ini sungguh murah untuk rasa yang lezat.
Malam makin larut. Rasa kenyang membuat perutku pegal namun enak. Pelanggan yang baru pulang kantor, keluarga beserta anak-anak, dan kelompok pekerja kantoran hadir tanpa spasi. Tak jauh darinya, berderet mobil pelanggan jauh memanjang. Kami bergegas melipir setelah membayar untuk memberi kesempatan pelanggan lain menikmati sepiring gudek nan lezat.