Mohon tunggu...
Ida Mursyidah
Ida Mursyidah Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Anak Usia Dini

Ibu guru yang gemar membaca, bahkan membaca segala kemungkinan terburuk, untuk menyiapkan mental. Senang menulis, walaupun belum pernah menulis buku solo dan tak akan mampu menulis takdir sendiri. Suka menyimak, meskipun suara hati kecil sering terabaikan. Kadang berbicara, jika memang waktunya tiba dan membawa manfaat bagi yang mendengar.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Tren 2021: Merawat Kesehatan Mental

6 Januari 2021   20:59 Diperbarui: 6 Januari 2021   21:10 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun boleh berganti, namun pandemi belum kunjung kelihatan akan berakhir. Harapan semua orang di dunia bumi kembali menjadi tempat yang aman untuk menjelajah, bereksplorasi, berkarya tanpa khawatir berjumpa dengan siapa. Harapan silakan dijaga, doa tak boleh terhenti, optimisme harus terus dirawat karena dengan itu semua kita mau bangun pagi di hari yang baru dengan sederet kegiatan yang menunggu. Jika kenyataan yang dihadapi berbeda dengan harapan? Waspadai stress. Banyak orang yang kita kenal, atau bahkan mungkin kita sendiri mengalami keterpurukan sebagai dampak langsung atau tidak langsung pandemi yang masih terus berkecamuk. Banyak mimpi dan rencana yang kandas dihadang amukan wabah. Kemunduran akademis yang dialami anak sekolah jika kemajuan disamakan dengan kehadiran regular di sekolah, lancarnya kegiatan les segala macam kegiatan ekstra kurikuler dan keikutsertaan dalam beragam kompetisi bakat dan minat. Bayangkan betapa stres anak dan orangtua saat mendapati kenyataan bahwa sepanjang tahun 2020 kegiatan belajar didominasi dengan Pembelajaran Jarak Jauh yang menciptakan sejumlah ketegangan di dalam rumah sementara seluruh anggota keluarga justru diharapkan untuk mempraktikkan social distancing dengan terus berada di dalam rumah. Lalu seorang bapak pengayuh odong-odong yang pemasukan hariannya anjlok lantaran semua anak pelanggan setianya harus tinggal di dalam rumah. Sementara itu, anak sulungnya tengah berkuliah di seberang pulau yang berarti biaya kos, biaya praktikum dan biaya makan si sulung tak mengenal kata pause. Keadaan ini terus berlangsung dan mungkin memburuk, bagi sebagian orang. Menjaga kesehatan mental dan tips serta triknya akan sangat diburu orang. Selamat datang tren 2021: Menjaga aku dan kamu tetap waras.

Sejak peringatan hari kesehatan mental sedunia (10 Oktober) tahun lalu, ajakan merawat kesehatan mental terasa sungguh berbeda; aktual dan menyentuh semua orang. Peringatan hari kesehatan mental menjadi lebih dari sekedar seremonial. Webinar-webinar yang diadakan berkaitan dengan kesehatan mental diikuti dengan penuh kesadaran bahwa setiap orang bisa saja membutuhkan bantuan orang lain dalam arti bantuan profesional, untuk melihat seberapa dalam dampak pandemi mempengaruhi aspek psikologis masing-masing kita. Kelompok usia produktif yang bekerja di sektor formal maupun informal, karyawan ataupun wirausahawan, semua seperti diingatkan untuk melihat ke dalam diri masing-masing. Know yourself better and Look into your own self. Beri perhatian pada diri sendiri.  Apakah dampak adaptasi terhadap situasi selama pandemi membuat kita merasa tertekan? Jika ya, seberapa besar tekanan tersebut mempengaruhi tindak-tanduk kita, terutama interaksi kita dengan keluarga terdekat? Adakah perubahan sikap yang terjadi secara signifikan dan permanen? Jika ya, kepada siapa hendaknya kita datang dan mencari bantuan? 

Canva design by Ida
Canva design by Ida

Dalam membicarakan kesehatan mental kita mengenal pribadi-pribadi yang memiliki kadar resiliensi cukup baik dalam artian mereka tetap bisa menjalani hidup dengan baik di luar kenyataan bahwa kehidupannya sedang sangat tidak baik-baik saja. Resiliensi menjadi sumber kekuatan melalui masalah dan menjalani kehidupan. Beruntungnya pribadi-pribadi ini. Mereka tetap bisa bilang "untung..." saat peruntungan terlihat "buntung". Mereka masih bisa melangitkan syukur saat pengharapan menemui jalan buntu dan sudah tak bisa mundur. Mereka yang masuk kategori pribadi dengan resiliensi. Saat resiliensi diibaratkan dengan karet gelang, maka kesulitan dan tantangan hidup bagaikan gerakan yang meregangkan si karet gelang demikian panjang dan lama. Nah, kualitas resiliensi itulah yang akan membuat si karet gelang kembali ke bentuk semula dengan anggun alih-alih menjadi putus. 

Coba kita cek diri masing-masing dengan checklist berikut untuk mengetahui kadar resiliensi yang kita miliki. Apakah kita

1. Memiliki fisik dan mental yang sehat, 

2. Mampu berpikir logis, 

3. Memelihara pikiran positif,

 4. Memiliki tujuan dalam hidup, 

5. Punya jaringan support yang kuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun