“Ma! Buka pintunya.” Anak itu mengetuk pintu kamar.
“Apa lagi yang kau inginan, Yolanda?” ujarku dari balik pintu.
“Aku ingin kejelasan, Ma.”
Tanganku meraih handel pintu. Wajah gadis belia itu bersimbbah air mata. Ada rasa iba menjalari hatiku. Tidak! Aku tidak boleh lemah. Ibunya, pelacur yang merengut kebahagiaanku.
“Masuklah!”
Anak itu duduk di kursi meja rias.
“Ma! Apa benar aku bukan anak Mama?” tanyanya terisak.
Aku mengangguk tanpa ekpresi. Kausemakin terisak.
“Lalu siapa mamaku?”
“Selingkuhan ayahmu.”
Kau terdiam sejenak seakan menyesali yang terjadi.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!