Mohon tunggu...
Ida Agus Setiawati
Ida Agus Setiawati Mohon Tunggu... Lainnya - Perempuan yang suka berpetualang dan menjelajahi indahnya ciptaan Tuhan

perjuangan adalah tindakan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Detik yang Tertunda

8 Agustus 2021   23:16 Diperbarui: 8 Agustus 2021   23:34 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Disekolah enggak berantem kan sama temannya?"

"enggak kak" jawabku singkat. Aku heran pada kakak yang selalu terlihat tidak mengalami kesulitan. Seperti tidak ada apa-apa.

"terus kenapa?"

"Ya itu kak, aku terus aja diperingatkan oleh Pak Robi kalau besok batas terakhir bayar SPP. Aku udah menunggak 3 bulan jadi harus dilunasi kalau mau ikut ulangan. Begitu kata bapaknya"

"Iya kakak negerti, pasti akan ada rejeki nanti" ujar kakak. Aku tahu itu hanya untuk menenangkan ku atau lebih tepatnya menenangkan hati kakak sendiri. Bulan lalu saat ditanya soal uang SPP kakak menjawab dengan jawaban yang sama.

"Ayo masuk kita makan dulu, tadi kakak masak sayur bayam, goreng tempe dan ada sambel juga, pasti Imey suka" usai mengganti pakaian dan mencuci tangan aku langsung menyantap makan siang yang nikmat itu. Soal masak Kak Meli juaranya. Ia tak akan lupa untuk selalu membuat sambal. Aku makan dengan sangat lahap karena memang di sekolah jarang sekali aku jajan. Sejenak terlupakan soal uang SPP dan Pak Robi.

Langit pagi ini cerah. Hujan tak akan turun. Setidaknya itu bisa memberi sedikit kelegaan pada petani karet sehingga bisa menyadap karet mereka dengan leluasa. Getah karet pun akan lebih berkualitas karena tidak terkontaminasi oleh air hujan dan ranting yang mengotorinya. Harga getah akan semakin murah jika getah yang dihasilkan tidak bersih. Semburat jingga dan orange terlukis indah diatas mega putih. Duduk didepan teras rumah akan sangat menyenangkan jika cuaca seperti ini.

"Sesulit apapun hidup ini jangan pernah kita melupakan yang kuasa. Kakak yakin Ia tidak mungkin melupakan hambanya yang selalu mengingatnya bahkan yang sering melupakannya pun. Tuhan tidak akan melakukan hal serupa" ujar Kak Meli memecah keheningan.

"Kenapa kakak bisa seyakin itu?" tanyaku. Aku melihat tadi pagi beras dalam gentong tinggal segenggam tangan. Tentu itu tak akan cukup ditanak untuk makan nanti malam. Sambil memainkan jemari kakak yang gemuk, aku memeluknya erat. Dalam pelukannya aku merasa damai. Damai sekali.

"Kita ditanamkan keimanan oleh ayah dan ibu. Keimanan itu berbanding lurus dengan keyakinan. Kalau kita tidak yakin dengan Tuhan kita tentu keimanan kita layak untuk dipertanyakan"

"Ohhh gitu kak.." aku mengangguk, pura-pura mengerti. Aku yang duduk dikelas 1 SMP belum terlalu memahami arti kalimat bijak itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun