"Boleh kakak masuk dik?" ujar tamu bersuara lembut itu.
"Iya, silahkan" Rina berlari kekamar ku "kak, tamunya cantik" "emang siapa dan dari mana?" "enggak tahu tuh, gimana dong? Ibu kok lama sih dirumah Bu Nani".
"Ya udah ambilin minum dulu tamunya. Tanyain keperluannya apa, bilang aja ibu lagi dirumah tetangga. Belum tahu pulangnya kapan"
"Kakak enggak mau keluar?" "enggak, kakak disini aja" Rina tidak pernah menganggapku sebagai orang yang cacat. Sering dia mengajakku keluar untuk sekedar bermain didepan rumah. Jarak usia yang hanya terpaut satu tahun membuat kami sering bermain bersama.
"Kakak namanya siapa? Oh iya diminum dulu. Kan diluar panas banget" aku tertawa mendengar suara kecil adikku itu. Terkadang ia sok akrab dengan orang lain. Aku yakin perempuan diluar itu tersenyum manis pada anak didepannya.
"Baiklah... hemmm airnya manis seperti yang membawakan"
"Itu kan air putih kak. Tadi aku enggak nambahin gula. Kok bisa manis ya?"
Aku tertawa geli mendengarnya. Itu kan hanya perumpamaan. Aku bergumam dalam hati. Aku bisa membayangkan bagaimana ekspresi Rina. Pipinya yang gemuk akan semakin imut kalau ia sedang bingung. Bibirnya pasti dimonyong-monyongkan kedepan. Aku menutup mulutku dengan selimut agar suara tawaku tak terdengar oleh mereka.
"Haha...ya sudah sini duduk dekat kakak. Kakak relawan dari Yayasan Anak Sekolah. Ini lagi ada program mengajar untuk anak-anak difabel"
"Difabel itu apa kak?" potong Rina
"Difabel itu adalah anak berkebutuhan khusus. Jadi mereka yang tidak memiliki tubuh sempurna seperti adik. Kalau mau bermain, berjalan atau bergerak mereka butuh bantuan orang lain"