Mohon tunggu...
ich bouvier
ich bouvier Mohon Tunggu... karyawan swasta -

pengguna otak kiri yang mau ke otak kanan, dan hobinya makan otak2 :)

Selanjutnya

Tutup

Drama

Bu, Bukalah Matamu.. Anakmu...

14 Juni 2012   05:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:00 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“ditaaaa……..” ibu kosan dita memanggilnya cukup kencang. Dita seperti anaknya saja dipanggil seperti itu.

“ada apa bu?” dita datang dengan suaranya yang pelan.

“temenin ke supermarket ya.. sekalian ngajak jalan mbak eka” suara ibu kosannya mulai merendah.

“sekarang?”

“iya, cepat sana kamu ganti baju” perintah ibu kosannya.

Dita segera berlari ke kamarnya. Tanpa berpikir panjang dita mengambil baju yang dianggapnya bagus.
Dita tak bisa menolak permintaan ibu kosannya. Mbak eka, anak pertama ibu kosannya, sudah autis selama 30 tahun. Ibu kosannya sendiri berasal dari Minang, istri kedua dari pejabat di daerah depok. Adiknya mbak eka, edo, sudah berumur 27 tahun. Di usia edo yang menua, dia tak pernah menamatkan bangku kuliahnya. Selalu pindah-pindah kuliah. Lengan edo yang panjang dan kurus, banyak tato yang diukirnya. Di kamar edo, teman-temannya silih berganti datang. Sekedar bermain playstation atau
browsing internet. Sungguh menyedihkan nasib edo, tak tahu apa tujuan hidupnya. Dita menyayangkan, dia ingin sekali dilahirkan di tengah keluarga yang mapan seperti mbak eka dan edo. Tetapi, dita tak pernah merasakannya.
“ya Allah, aku bersyukur dengan kondisiku” desih dita yang sedang bercermin. Kamar dita sangat bagus. Ada lemari besar, kipas angin, kasur empok, lemari biasa, dan juga terdapat kamar mandi yang cukup bagus. Kaca besar terpampang di kamar mandinya. Wastafelnya pun dikelilingi dengan aromaterapi. Dita bersyukur, dengan fasilitas seperti ini, dita hanya membayar lima ratus ribu rupiah per bulan. Harga yang sangat murah di lingkungan kota Jakarta, terutama daerah elit di Jakarta Selatan.

“Mbak eka udah siap?” dita segera menyusul mbak eka, dan merangkulnya.

“sudah sudah” mbak eka menyahut dengan pelannya.

Satu hal yang dita takuti terhadap mbak eka adalah ekspresi mbak eka, yang selalu menatapnya tajam, seperti ingin menerkam. Namun, ketakutan itu sirna, bila dia mengingat bahwa mbak eka termasuk orang-orang yang dikaruniai Allah dengan penyakit autisnya. Karunia? Dita menganggap, anak yang autis adalah karunia yang harus dijaga oleh keluarga serta orang-orang disekelilingnya. Sudah 30 tahun, mbak eka seperti ini. Tak ada keluhan yang dilontarkan ibu kosannya. Ibunya Cuma berkata, “dia anak surga,
anak yang dititipkan oleh Allah untuk mengingat betapa banyaknya dosaku, mbak eka juga tak pernah pergi. Satu-satunya orang yang hingga ibu tua seperti ini masih di sisi Ibu. Semua sudah meninggalkan Ibu. Mbak Rini, anak pertama dari suami pertama, sibuk dengan kerjanya walau rumah berdampingan. Edo, tak pernah mengerti bagaimana hidup susah. Ingin enaknya saja. Suami ibu? Ibu sudah memutuskan untuk tak mengingatnya. Hanya karena sebuah benda keramat, dia berani meninggalkan ibu”


“mbak eka, jalannya yang cepat ya…” ucap dita pelan sambil menggandeng mbak eka di supermarket di kawasan elit Jakarta.

“iyee iyeee” balas mbak eka.

Semua mata menatap dita yang menggandeng mbak eka. Tatapan yang sinis dan tajam. Dita bersyukur, mbak eka gampang sekali dirayu dan mudah bergaul. Mbak eka tak pernah mengamuk atau berteriak-teriak, dia sangat penurut. Terkadang apa yang diucapkan oleh dita, mampu dibalas oleh Mbak eka. Walau terkadang tidak nyambung.


“kamu jantungan, jantungan kamu, mati kamu” suara mbak eka yang melengking, tangannya menunjuk ke dita. Pucat sekali muka dita ditunjuk seperti itu. Dita menunduk pelan, di tatapnya muka mbak eka.
“kamu pergi, kamu ga usah pura-pura baik” jantung dita benar-benar terhenti seketika mendengar ucapan mbak eka. Dita pergi masuk ke kamar ibu kosannya. Dia berbicara dengan ibu, seperti biasa tentang social dan politik yang terjadi di negeri ini, bukan mengenai mbak eka.


“bu, mbak eka sampai kapan ya seperti itu?” Tanya dita dengan hati-hati sekali.
“kata dokter, autis itu setelah usia 30 tahun, mulai bisa normal. Tapi ibu sedih deh dit, mbak eka tidak menunjukkan perubahan apa pun” suara ibu kosannya tiba-tiba menunjukkan kesedihan yang mendalam.

“berarti sekarang dia harusnya normal, sudah tidak autis lagi?” pelan-pelan dita bertanya kembali.

“iya dit. Lihatlah mbak eka, tak ada perubahan. Aneh sekali dia, dia mengucapkan ‘I love you’ ketika ibu tidur. Sangat fasih. Seperti ada yang mengajarinya. Mbak eka juga sering nyanyi –nyanyi lagu cinta. Seperti puber. Tapi bagaimana mungkin? “ ibu kosannya menjelaskan dengan lirih.


Mbak eka, kerapkali spontan membuka bajunya, menampakkan payudara yang besar. Ibu dan dita sigap dengan sikapnya yang ini. Mbak eka pun menurut saja, bila mereka memakaikan kembali bajunya. Kebiasaan yang tak pernah berhenti, mbak eka sering menggaruk-garuk alat kelaminnya. Kapan saja, dimana saja.  Kekhawatiran dita makin memuncak, melihat mbak eka suka masuk kamar edo. Entah apa yang dilakukan teman-teman edo. Mbak eka suka ketawa sendiri. Dita ingin sekali segera mengambil mbak eka. Tetapi apa daya, ibu kosannya juga membiarkannya. Dita berpikiran positif. Siapa tahu mereka Cuma mengobrol atau bercanda. Untuk apa dita ambil pusing.


“aku ga suka kamu, pergi sana” mbak eka menatap mata dita tajam, tanpa menunduk.
Selama ini, mbak eka selalu menunduk seperti lehernya tak punya topangan yang cukup besar. Sekarang, mbak eka menaikkan lehernya seperti orang normal. Seketika itu juga, mbak eka terlihat sangat normal. Beda!

“mbak eka kenapa?” balas dita pelan dan penuh kasih sayang.

“sudah sudah tak usah pura-pura lagi” gertak mbak eka.

Dita melepas bantal yang dia pegang di ruang tamu. Dia segera masuk ke kamar. Di dalam kamar, dita terbengong-bengong mengingat mbak eka yang seperti orang normal. Selintas bayangan putih terbentuk masuk ke dalam kamarnya. Dita seolah-olah melihat sebuah bayangan yang berbentuk orang dari kerajaan Jawa. Dita mencoba memegang bayangan, dan menangkapnya. Tangannya seperti menyentuh kain halus.


“maaf mbak Helen, saya resign dari pekerjaan ini” selembar kertas diberikan dita ke manajernya. Surat resign! Dita harus melanjutkan kuliah di perguruan tinggi negeri yang pernah ditinggalkan selama satu semester.

“terserah kamu, mulai kapan kamu resign?” Tanya mbak Helen yang sangat terkenal nyonya killer di kantornya.

“akhir tahun mbak, saya sudah menemukan penggantinya. Ini CV pengganti saya. Mbak Helen setuju?” dita menyodorkan sebuah CV wanita cantik, pacar dari anak buahnya di marketing.

“ok, kamu panggil. Saya interview dia secepatnya”


“cepetan beresinnya. Dih kamar lu gede amat sih” suara abang kandungku, dito, mengagetkanku yang sedang merapihkan barang-barang untuk di bawa ke rumah. Sudah satu bulan, dita konsen ujian untuk bisa kembali masuk ke kuliahnya. Dita tak pernah menginjakkan kaki ke kosannya. Ibu kosan sangat marah dengan menghilangnya dita. Sebersit kemarahan di muka dita, karena ibu itu sendiri yang menyuruhnya meninggalkan barang-barang di kamar karena dita sibuk ujian.

Ada bayangan yang mengawasi dita. Suara adzan menggema, dita segera berlari ke kamar mandinya untuk wudhu. Dito, menjadi imam, dita dan ibu kosannya menjadi makmum. Sehabis shalat, dita mengamati seisi rumah. Sudah sebulan dita tak bermain dengan mbak eka. Dita bangun dari tempat shalatnya, mencari mbak eka. Dita semakin terkejut, mbak eka nampak seperti orang normal. Ibu kosannya menyusul dita ke kamar. Mbak eka pun mulai menundukkan lehernya seperti biasanya, seolah-olah lehernya sangat lentur.

“jangan lupa ke sini lagi ya bawa kunci, kalo ada maling gimana?” sindir ibu kosan ke dita. Kunci pintu depan rumah, ketinggalan di kosannya di Bandung. Dita menunduk, dan mengajak dito pergi. Seusai merapihkan semuanya. Dita dan dito pergi menuju motornya. Edo menunjukkan batang hidungnya, yang tak ada perubahan dalam diri edo. Masih gondrong, bertato, dan tampak mistis.


“Assalammualaikum” salam dita sambil mengetuk pintu rumah ibu kosannya.

“eh dita…” sambut ibu kosan.

Muka dita sangat lelah. Dita dari Bandung langsung ke Jakarta, hanya untuk mengasih kunci pintu depan kosannya. Padahal dita baru kemaren ke Jakarta, ternyata kuncinya ketinggalan lagi. Dita juga merasa aneh dengan isi rumah ibu kosannya sekarang. Berasa sekali kekuatan mistis masuk ke dalamnya.

“ini bu kuncinya, maaf lama” dita membuka suaranya.

“balik lagi ya bu, ada urusan. Abang saya, ditto masuk rumah sakit sekarang” dita melanjutkan pembicaraanya.

“kamu marah ya. Nanti ke sini lagi ya, jangan Cuma ada urusannya saja” balas ibu kosannya. Dita tertunduk, pergi. Dalam hatinya menemukan teka teki rumah yang dihuninya selama 2 bulan di masa mencari nafkah. Dita tersenyum dalam hatinya.  Dia pergi meninggalkan rumah, menuju stasiun kereta api. Dia berharap tak kan pernah ke sana kembali.

“bu, anakmu sudah normal. Mbak eka, sudah 30 tahun. Dia sudah normal. Beruntung Allah memberi seorang anak autis padamu.. mengingatkan pada kesalahan yang silam. Memberi kesabaran yang luar biasa. Mengingat semua kembali padaNya. Namun, kau lupa bu. Anakmu edo, juga sebenarnya normal. Bukan karena keris yang kau ceritakan. Keris peninggalan keluarga suamimu bu. Makhluk halus memang mengelilingi rumahmu, dan kau bu, tak pernah berhenti beribadah. Semua kembali ke anakmu. Mereka sedang memanfaatkan keadaanmu yang lemah. Walau aku tahu kau sangat baik dan sering menolong sesama. Tak cukup juga bu menyadarkan anakmu. Mereka terbiasa dalam dekapanmu, di bawah ketiakmu. Ketika mereka kuat, kau tak kan peduli lagi, seperti mbak rini yang sudah mapan dan sukses. Kau tak pernah cukup memberi kasih sayang padanya. Janganlah kau salahkan keris itu lagi. Aku takut ketika kau tak ada, anak-anakmu akan berebut hartamu dan menghilang di telan bumi”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun