Mohon tunggu...
ich bouvier
ich bouvier Mohon Tunggu... karyawan swasta -

pengguna otak kiri yang mau ke otak kanan, dan hobinya makan otak2 :)

Selanjutnya

Tutup

Drama

Bu, Bukalah Matamu.. Anakmu...

14 Juni 2012   05:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:00 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua mata menatap dita yang menggandeng mbak eka. Tatapan yang sinis dan tajam. Dita bersyukur, mbak eka gampang sekali dirayu dan mudah bergaul. Mbak eka tak pernah mengamuk atau berteriak-teriak, dia sangat penurut. Terkadang apa yang diucapkan oleh dita, mampu dibalas oleh Mbak eka. Walau terkadang tidak nyambung.


“kamu jantungan, jantungan kamu, mati kamu” suara mbak eka yang melengking, tangannya menunjuk ke dita. Pucat sekali muka dita ditunjuk seperti itu. Dita menunduk pelan, di tatapnya muka mbak eka.
“kamu pergi, kamu ga usah pura-pura baik” jantung dita benar-benar terhenti seketika mendengar ucapan mbak eka. Dita pergi masuk ke kamar ibu kosannya. Dia berbicara dengan ibu, seperti biasa tentang social dan politik yang terjadi di negeri ini, bukan mengenai mbak eka.


“bu, mbak eka sampai kapan ya seperti itu?” Tanya dita dengan hati-hati sekali.
“kata dokter, autis itu setelah usia 30 tahun, mulai bisa normal. Tapi ibu sedih deh dit, mbak eka tidak menunjukkan perubahan apa pun” suara ibu kosannya tiba-tiba menunjukkan kesedihan yang mendalam.

“berarti sekarang dia harusnya normal, sudah tidak autis lagi?” pelan-pelan dita bertanya kembali.

“iya dit. Lihatlah mbak eka, tak ada perubahan. Aneh sekali dia, dia mengucapkan ‘I love you’ ketika ibu tidur. Sangat fasih. Seperti ada yang mengajarinya. Mbak eka juga sering nyanyi –nyanyi lagu cinta. Seperti puber. Tapi bagaimana mungkin? “ ibu kosannya menjelaskan dengan lirih.


Mbak eka, kerapkali spontan membuka bajunya, menampakkan payudara yang besar. Ibu dan dita sigap dengan sikapnya yang ini. Mbak eka pun menurut saja, bila mereka memakaikan kembali bajunya. Kebiasaan yang tak pernah berhenti, mbak eka sering menggaruk-garuk alat kelaminnya. Kapan saja, dimana saja.  Kekhawatiran dita makin memuncak, melihat mbak eka suka masuk kamar edo. Entah apa yang dilakukan teman-teman edo. Mbak eka suka ketawa sendiri. Dita ingin sekali segera mengambil mbak eka. Tetapi apa daya, ibu kosannya juga membiarkannya. Dita berpikiran positif. Siapa tahu mereka Cuma mengobrol atau bercanda. Untuk apa dita ambil pusing.


“aku ga suka kamu, pergi sana” mbak eka menatap mata dita tajam, tanpa menunduk.
Selama ini, mbak eka selalu menunduk seperti lehernya tak punya topangan yang cukup besar. Sekarang, mbak eka menaikkan lehernya seperti orang normal. Seketika itu juga, mbak eka terlihat sangat normal. Beda!

“mbak eka kenapa?” balas dita pelan dan penuh kasih sayang.

“sudah sudah tak usah pura-pura lagi” gertak mbak eka.

Dita melepas bantal yang dia pegang di ruang tamu. Dia segera masuk ke kamar. Di dalam kamar, dita terbengong-bengong mengingat mbak eka yang seperti orang normal. Selintas bayangan putih terbentuk masuk ke dalam kamarnya. Dita seolah-olah melihat sebuah bayangan yang berbentuk orang dari kerajaan Jawa. Dita mencoba memegang bayangan, dan menangkapnya. Tangannya seperti menyentuh kain halus.


“maaf mbak Helen, saya resign dari pekerjaan ini” selembar kertas diberikan dita ke manajernya. Surat resign! Dita harus melanjutkan kuliah di perguruan tinggi negeri yang pernah ditinggalkan selama satu semester.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun